Selasa, 16 Februari 2016

55 Tahun PMII; Pembela Bangsa, Penegak Agama


Oleh Ahmad Halim
Jumat 17 April 2015, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) memasuki gerbang usia yang ke-55 tahun. Usia yang sudah tidak muda lagi tentunya, telah banyak makan asam garam (pengalaman) di dunia pergerakan.

Lahir dari rahim Nahdlatul Ulama (NU) pada tanggal 17 April 1960, telah membuat organisasi ini melekat erat dengan tradisi NU (Islam keindonesiaan) yang mengacu pada pemahaman empat Imam Mazhab (Syafii, Hanafi, Hanbali, dan Maliki) dan kebangsaan. Bahkan pada saat itu, PMII menjadi kepanjangan tangan kepentingan politik (Underbow) serta pendistribusian kader dari partai NU.

Namun, seiring berjalannya waktu, pasca kekalahan partai NU di pemilihan umum (Pemilu) tahun 1971, PMII mendeklarasikan diri untuk Independen (Dikenal dengan Deklarasi Murnajati) pada tanggal 14 Juli 1972. Menurut sejarah PMII, keterlibatan PMII dalam dunia politik praktis sudah terlalu jauh, dan dianggap merugikan PMII itu sendiri sebagai organisasi kemahasiswaan.

Pasca Deklarasi Murnajati, paradigma gerakan PMII berubah, yang dahulu setiap gerakan serta menyampaikan gagasan masih menyantol pada NU, saat ini sudah tidak lagi. Keberanian kader-kader PMII yang berusaha mendekontsruksi pemikiran tentang keagamaan telah menjadi rujukan banyak kelompok di Indonesia, dan mampu menyegarkan kembali pemikiran keagamaan yang ada.

Landasan gerakan PMII
Tak dapat dipungkiri, salah satu yang membuat PMII bertahan hingga hari ini adalah, karena adanya seperangkat nilai, dan gagasan yang telah terbentuk serta terpatri sejak lama, yaitu nilai-nilai Islam keindonesiaan yang rahmatan lil alamin dengan berporos kepada kerangka ajaran Ahlussunnah Wal-Jamaah.

Nilai yang selama ini, selalu membuat PMII bersebrangan dengan faham wahabisme yang mendukung pemerintahan khalifah, anti tahlil, anti maulid, anti ziarah kubur, dan selalu mengkafirkan orang yang tak sepemikiran.

Nilai-nilai ini juga, yang mengecam keras para organisasi yang mengatasnamakan agama Islam atau apapun yang menjadi biang keresahan sosial, dan pembuat masalah di negeri ini (Al-nafs al-lawwamah).
Atas dasar itu (ajaran Ahlussunnah Wal-Jamaah), maka para pendiri PMII berusaha menampilkan suatu gerakan yang menjadi landasan utama dalam pergerakan. Baik gerakan vertikal, maupun horizontal.
Ada tiga aspek yang menjadi pegangan fundamental para kader PMII dalam bergerak. Pertama, aspek tauhid atau ketuhanan. Di sini PMII harus mampu mengaplikasikan nilai-nilai tauhid dalam berbagai kehidupan. Hal ini dibuktikan oleh kader-kader PMII, dengan pemisahan yang tegas antara hal-hal yang profan dan yang sakral.

Kedua, hubungan manusia dengan tuhan (hablum minallah). Hubungan antara hamba dengan penciptaNya, tujuannya yaitu mengharapkan ridho Allah semata dalam setiap pergerakan. Sehingga apa yang dilakukan oleh kader-kader PMII selama ini, semua itu lilahi ta’ala (Karena Allah semata) alias tidak mengharapkan suatu apa pun kecuali ridho tuhan.

Ketiga, aspek kemanusiaan atau hubungan manusia dengan manusia (hablum mimannas). Nilai-nilai yang dikembangkan dalam hubungan antar manusia yaitu lebih mengutamakan persaudaraan antar insan pergerakan, persaudaraan sesama umat Islam (Al-Hujuraat, ayat 9-10), persaudaraan sesama warga negara dan persaudaraan sesama umat manusia.

Dan keempat, hubungan antara manusia dengan kelestarian alam semesta (hablum minal’alam). Perlakuan baik manusia terhadap alam dimaksudkan untuk memakmurkan kehidupan di dunia, dan diarahkan untuk kebaikan akhirat. Di sini berlaku upaya berkelanjutan, untuk mentransendensikan segala aspek kehidupan manusia benar-benar fungsional dan beramal shaleh, (Q.S. Al-Baqarah : 62, Al-A’ashr).

Dengan keempat dasar-dasar tersebut ditujukan agar kader-kader PMII dapat mewujudkan pribadi Muslim Indonesia yang bertakwa kepada Allah, berbudi luhur, berilmu cakap, dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya, serta komitmen terhadap cita-cita kemerdekaan Indonesia.

Pembela bangsa penegak agama
Melihat landasan nilai pergerakan, dan sejarah lahirnya organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia diatas, maka dapat disimpulkan bahwa PMII diciptakan untuk membela bangsa, dan menegakan agama. Hal tersebut tercermin dengan sikap, dan arah perjuangan PMII saat ini.

Salah satunya yaitu, kasus penyerobotan lahan warga oleh PT Nusa Jaya Perkasa II di Desa Bengkarek, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, dan kasus nenek Muaris miskin yang dituduh "mencuri" 7 kayu jati miliknya sendiri. Sahabat-sahabati PMII melakukan advokasi dan memberikan pendampingan Hukum. Hal ini tentu membuat rakyat kecil merasa tidak sendirian dan merasa dilindungi.

Bukan hanya itu, pada saat Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, membela warga negaranya yang juga gembong narkoba (Andrew Chan dan Myuran Sukumaran) dengan mengintervensi pemerintah Indonesia untuk pembatalan eksekusi mati, dengan cara mengungkit kontribusinya ketika mengatasi bencana Tsunami di Aceh pada tahun 2004 lalu. PMII turut hadir menyuarakan, dan menggalang aksi untuk mengembalikan bantuan yang telah diberikan negara kangguru dengan mengumpulkan koin untuk Australia.

Tentu, hal diatas hanyalah sebagian kecil dari sebegitu banyak perjuangan PMII dalam membela rakyat, dan kedaulatan bangsa Indonesia. Namun, sekecil apapun kontribusi itu, haruslah tetap ditulis. Ini bukan untuk membanggakan, apalagi menyombongkan. Hal ini lebih mengarah pada memperkuat gerakan PMII itu sendiri yaitu tetap istiqomah dengan tujuan awal didirikannya organisasi Islam ke-Indonesiaan yaitu terciptanya keadilan, bangsa yang berdaulat, dan kemerdekaan yang hakiki.

Kini, di usia yang sudah menginjak 55 tahun ini, penulis artikel ini berharap PMII janganlah hanya berjuang di level akar rumput (Gress roots) saja. Dengan kemampuan intelektual yang berbasis Islam keindonesiaan, PMII seharusnya mampu menjawab problematika bangsa, tentu dengan menjadi pemangku pemegang kebijakan-kebijakan diberbagai lini seperti Anggota Dewan, Kepala Badan, Menteri, dan Pemimpin bangsa. Sehingga, apa yang selama ini diperjuangkan PMII dapat terwujud secara utuh.

Jika dilihat dari potensi yang tersebar di 250 cabang, dan 25 Pengurus Koordinator Cabang (PKC) se Indonesia serta para alumni PMII, kita sesungguhnya bisa berbuat lebih banyak lagi untuk bangsa ini. Tangan Terkepal dan Maju ke Muka. Wallahul Muwafiq Ila Aqwamith Thoriq.

*) Ahmad Hali, Sekretaris PKC PMII DKI Jakarta 2014-2016



--------------------------------------------------------------------------------------

Demikian disampaikan oleh Sekjen Ikatan Keluarga Alumni PMII (IKA PMII), Hanif Dhakiri saat memberikan sambutan pada rangkaian Harlah ke-55 PMII, di halaman parkir utara PWNU Jawa Timur, Jalan Masjid Al Akbar Timur 9 Surabaya,  Kamis (16/4) malam.

Dia menilai, salah satu tugas terberat yang diemban oleh aktivis pergerakan adalah untuk terus melahirkan pemimpin yang tanggap dalam setiap perubahan.

Menurut Hanif yang juga menjabat sebagai Menteri Ketenagakerjaan ini, selama 55 tahun kiprah PMII telah banyak melahirkan tokoh yang bergerak di berbagai sektor. Dari mulai pendidik, budayawan, pegiat lembaga sosial masyarakat, politisi, hingga birokrat.
“Bahkan tidak sedikit kader PMII yang telah menjadi bupati, wali kota, gubernur, menteri hingga wakil presiden yakni H Hamzah Haz,” ujar Hanif.

Dengan adanya persaingan bebas antarnegara, PMII menurut Hanif, dituntut untuk tanggap terhadap masalah kemasyarakatan serta isu global. “Karenanya sangat diharapkan akan lahir kader PMII masa depan yang bisa diandalkan,” lanjutnya.

Pada acara yang dihadiri pendiri PMII yakni KH Cholid Mawardi serta KH Nuril Huda ini, Hanif Dhakiri mengingatkan peran besar yang telah dilakukan Nahdlatul Ulama dan PMII dalam rentang sejarah.

“Oleh karena itu yang sangat penting sekarang adalah bagaimana menjaga soliditas dan solidaritas demi terjaganya eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia,” terangnya.

Kontribusi PMII selama 55 tahun ini sudah tidak diragukan lagi dalam mengawal Islam Ahlussunnah Waljamaah dan NKRI. Oleh karena itu, Hanif mengingatkan, agar kader PMII terus menjaga semangat demi keutuhan bangsa. “PMII adalah organisasi mahasiswa Islam terbesar dan satu-satunya organisasi pergerakan dalam mengawal ide besar NU, Pancasila dan NKRI,” ungkapnya.

Pada kegiatan bertema “Malam Refleksi Harlah PMII dan Panggung Seni” ini hadir pula Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI Muhammad Nasir, dan Ketua PWNU Jawa Timur KH Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah.

Grup musik Ki Ageng Ganjur pimpinan Ketua Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) Zastrouw Al-Ngatawi turut memeriahkan acara rangkaian Harlah PMII ke-55 itu. Juga budayawan Sujiwo Tejo, dan pembacaan puisi oleh KH D Zawawi Imron, serta penampilan Tari Gandrung Banyuwangi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Manaqib KH. Basyirun Ali, Pendiri Pondok Pesantren Nurul Jannah Banjarmasin

  Manaqib Syekh KH. Basyirun Ali, Pendiri Pondok Pesantren Nurul Jannah Banjarmasin Penulis Arif Riduan, S.Sos.I Alumni ponpes Nurul Janna...