Kamis, 27 Februari 2014

Segala urusan kembali kepada Allah (tafsir)


BAB I
PENDAHULUAN

Ibadah adalah tindakan untuk mematuhi perintah dan menjauhi larangan tuhan (Allah) dengan kata lain ibadah ialah suatu orientasi dari kehidupan dan orientasi tersebut hanya tertuju kepada tuhan (Allah) saja.
Manusia diciptakan oleh tuhan dan hanya berorientasikan kepada penciptanya yaitu (Allah), sang pencipta yang menumbuhkan dan mengembangkan manusia, Dia yang memelihara, menjaga dan mendidik manusia, Dia pula yang memberi petunjuk kepada manusia, oleh karena itu hanya kepada Dia manusia menyembah.
Terkait dengan masalah ibadah, terdapat beberapa golongan hamba Allah yang sama-sama mengaku sebagai seorang hamba yang taat beribadah. Mereka memiliki berbagai pengertian yang berbeda dalam memahami apa hakikat dari ibadah.
Diantaranya ada golongan yang berpendapat bahwa ibadah itu adalah sikap taat dan ketertundukan seorang hamba kepada sang Kholiqnya dalam rangka Ta'abbud kepada-Nya. Akan tetapi mereka kurang memperhatikan hal-hal kecil diluar itu yang terkait dengan ibadah sosial, pergaulan ataupun sikap toleransi dalam sitiap situasi. Ada pula yang berpendapat bahwa dalam ibadah yang menjadi titik tekan adalah bagaimana seorang hamba bersungguh-sungguh tatkala mengerjakan sesuatu, dan sesuatu tersebut bernilai ibadah apabila ia tulus. Akan tetapi mereka acapkali menyepelekan ibadah mahdhoh, seperti sholat, puasa dan lain-lain.
Kemudian golongan yang terakhir adalah golongan yang dapat menserasikan antara golongan yang pertama dan kedua, mereka dapat mensinergikan antara ibadah mahdhoh dan ibadah ghoiru mahdhoh.
Akhir-akhir ini marak para kaum yang mengkaji masalah tersebut dan memunculkan kesimpulan yang aneh kedalam telingga kita, kemudian bagaimana sikap kita sebagai seorang terpelajar menyikapinya

BAB II
PEMBAHASAN

A.               Surah Lukman Ayat 13
Ø  Larangan memperbuat Menyekutukan ALLAH

Artinya : “ Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".  
Surat Al Luqman adalah termasuk surat Makkiyah, terdiri dari 34 ayat, surat ini diturunkan setelah surat Ash – Shaffat.
Luqman adalah seorang yang Sholeh dan memiliki akhlaq yang mulia, yaitu akhlaq yang berbasiskan kepada keimanan yang kokoh. Namanya diabadikan oleh Allah dalam salah satu surat di dalam Al Qur an, yakni surat ke 31.
Sehingga di dalam surat ini Allah memberikan pelajaran kepada kita akan kesholehan Luqman dalam memberikan nasehat kepada anaknya, yakni nasehat yang mengandung unsur “keilmuan” yang mendalam, “keihklasan” yang suci dan “kecintaan”yang tinggi.
Sekilas tentang lukman.
Luqman adalah sosok ayah pilihan Allah. Nasehat yang disampaikan pada anaknya diabadikan dalam Al Qur'an. Ketika kita membaca Q.S Luqman ayat 13 disitu dimulai dengan hentakan kata " Ingatlah takala ". Kata ini menandakan pentingnya atas nasehat yang akan disampaikan.
Al-Quran dan terjemah,surat Al-Luqman ayat 13:
Luqman bernama lengkap 'Luqman Bin Anqa' Bin Sadun" Anak yang dinasehati bernama Taran, mereka penduduk biasa dari Habasyah ( Ethiopia ). Dalam sebuat kitab tafsir diceritakan bahwa Luqman adalah seorang budak, ciri-ciri tubuhnya sama seperti orang Ethiopia lainya yang kebanyakan berkulit hitam legam dan berbibir tebal. Tetapi Allah tak pernah melihat dari bentuk fisik . Hati Luqman memancarkan cahaya iman dan keagungan seorang manusia. Kejernihan hidup tergambar dibalik rendah martabatnya sebagai budak. Sebenarnya nasehat Luqman yang terdapat dalam Al Qur'an itu hanyalah nasehat kepada anaknya sendiri. Tetapi Allah mengabadikan dalam Al Qur'an agar setiap umat belajar dari apa yang dilakukan Luqman. Karena nasehat pada anak adalah sangat penting untuk membentuk karakter dan perwatakan sebagai bekal kehidupan kelak.
Anak adalah amanah titipan Allah, sudah selayaknya hanya kita didik sesuai ketentuan dari yang menitipkannya yaitu Allah SWT. Oleh karena itu penting bagi kita mempelajari apa yang Allah mau bukan sekedar apa yang kita mau. Anak yang sholeh adalah permata dan cahaya mata bagi orang tuanya di dunia dan akherat. Kewajiban kita kepada keluarga kita; ayah, ibu, suami, istri dan anak-anak dan kerabat:
Artinya: "Hai orang-orang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu...." (QS At Tahrim:6). Maka marilah kita saling menasehati dalam kebaikan.
Asbabun Nuzul Surat Al-Luqman ayat 13:
Ketika ayat ke-82 dari surat Al-An’am diturunkan,para sahabat merasa keberatan. Maka mereka datang menghadap Rasulullah SAW,seraya berkata “ Wahai Rasulullah, siapakah diantara kami yang dapat membersihkan keimanannya dari perbuatan zalim ?”.Jawab beliau “ Bukan begitu,bukanlah kamu telah mendengarkan wasiat Lukman Hakim kepada anaknya : Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar. (HR.Bukhori dari Abdillah ).
Pengertian secara umum :
Allah menjelaskan bahwa luqman telah diberi hikmaht, karena itu luqman bersyukur kepada Tuhannya atas semua nikmat yang telah dilimpahkan Nya kepada dirinya.Allah SWT mewasiatkan kepada mereka supaya memperlakukan orang-orang tua mereka dengan cara yang baik dan selalu memelihara hak-haknya sebagai orang tua. Luqman menjelaskan kepada anaknya, bahwa perbuatan syirik itu merupakan kezaliman yang besar.Imam bukhori telah meriwayatkan sebuah hadist yang bersumber dari Ibnu Mas’ud ,Ia telah menceritakan, bahwa ketika ayat ini diturunkan ,yaitu firmannya :
Surat al-an’am ayat 82 :
Artinya : “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Sesudah Allah menurunkan apa yang telah diwariskan oleh luqman terhadap anaknya,yaitu supaya ia bersyukur kepada Tuhan yang telah memberikan semua nikmat,yang tiada seorangpun bersekutu denganNya, didalam menciptakan sesuatu. Kemudian luqman menegaskan bahwasanya syirik itu adalah perbuatan yang buruk.Kemudian Alla SWT mengiringi hal tersebut dengan wasiat-Nya kepada semua anak ,supaya mereka berbuat baik kepada kedua orang tuanya,karena sesungguhnya kedua orang tua adalah penyebab pertama bagi keberadaan kita di muka bumi ini.
Surat Al-Luqman ayat 13 di pandang dari segi pendidikan bagi peserta didik :
·         Mengajarkan pada peserta didik untuk tidak menyekutukan Allah, Walaupun seandainya perintah menyekutukan Allah datang dari orang tua (ibu dan bapak), maka perintah tersebut tetap harus ditolak.
·         Kewajiban bagi peserta didik untuk berbakti kepada ibu bapaknya dengan cara berlaku santun dan lemah lembut.
·         Mengajarkan peserta didik untuk selalu menjalankan perbuatan amar ma’ruf dan nahi munkar.
·         Mengajarkan peserta didik untuk menjalankan hubungan manusia dengan melakukan perbuatan baik, sikap dan perilaku dalam pergaulan, serta kesedehanaan dalam berkomunikasi dengan sesama.

B.                Surah al Baqarah ayat 21
Ø  Menunjukkan bahwa ke esaan ALLAH dan Dialah yg lebih berhaq di sembah
Artinya : Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,
Tafsir surat Al-Baqarah Ayat 21:
Asbab An-Nuzul ayat tersebut berkaitan dengan hadits : mengkabarkan kepadaku Sa'id ibn Muhammad ibn Ahmad Az-Zahid, mengkhabarkan kepadaku Abu 'Ali ibn Ahmad Al-Faqih, mengkhabarkan kepadaku Abu Turob Al-Quhustani, menceritkan kepadaku Abdurrahman ibn Bisr, menceritakan kepadaku Rauh, menceritakan kepadaku Syu'bah, dari Sufyan Al-Tsauri, dari Al-A'mas, dari Ibrahim, dari Alqomah berkata : "Setiap ayat yang turun dan redaksinya memakai kata ياأيهاالناس maka ayat tersebut turun di Makkah dan ياأيهاالذين أمنوا maka ayat tersebut turun di madinah.
Yakni bahwa ياأيهاالناس itu khitobnya kepada ahli Makkah dan
ياأيهاالذين أمنوا khitobnya kepada ahli Madinah, sedangkan ayat diatas khitobnya kepada orang-orang musyrik Makkah.
Dalam pemaknaan lafadz الناس terdapat perbedaan, ada dua qoul. Qoul pertama yaitu arti kata الناس ialah orang-orang kafir yang tidak menyembah Allah dan didukung firman Allah surat Al-Baqoroh ayat 23. qoul kedua berpendapat bahwa lafadz الناس lebih bersifat umum yaitu berlaku untuk seluruh manusia, maka khitobnya diperuntukkan untuk orang-orang yang beriman karena ia senantiasa melaksanakan ibadah dan juga diperuntukkan bagi orang-orang kafir karena mereka belum beribadah secara benar kepada Allah dan dengan ayat tersebut diharapkan mereka segera mau beribadah kepada-Nya.
Perintah beribadah dan menyembah Allah saja yang difahamkan dari ayat ini, adalah perintah yang telah dihadapkan pula oleh Allah SWT kepada seluruh manusia sejak zaman dahulu dengan perantara rasul-rasul-Nya.Allah berfirman dalam surat An-Nahl ayat 36

ولقد بعثنا فى كلّ أمّة رسولًا أن اعبدوا الله واجتنبوا الطّاغوتَ

Artinya :
Dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan), sembahlah Allah (saja), dan jahuilah thaghut itu.
Tiap-tiap rasul memulai dakwahnya dengan seruan kepada kaumnya agar menyembah Allah saja.
Allah SWT berfirman dalam surat Al-A'rof ayat 59:

فقال يقوم اعبدوا الله مالكم مّن إله غيره

Artinya :
Lalu ia berkata : "Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tak ada tuhan selainya.
Beribadah kepada Allah ialah menghambakan diri kepadanya, dengan penuh kekhusuan, memurnikan ketaatan hanya kepadanya saja, karena merasakan bahwa hanya Allah lah yang menciptakan, menguasai, memelihara dan mendidik seluruh makhluk. Ibadah seorang hamba sebagai yang disebutkan itu akan dinilai oleh Allah SWT menurut niat hamba yang melakukanya. Kemudian tentang (cara melakukan ibadah) agar selalu berorientasi pada Allah telah diterangkan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits yang berbunyi:
أن تعبد الله كأنّك تراه فإن لم يراه فإنه يراك
 ( رواه البخارى ومسلم عن عمر بن خطاّب )
Artinya : Bahwa hendaknya engkau menyembah Allah SWT itu seakan engkau melihat-Nya, jika (seakan-akan) tidah dapat melihatnya maka sesungguhnya Dia melihatmu.
Dengan demikian ketika kita melekukam sesuatu akan ingat pada sang kholiq, sehingga dapat mendorong kita untuk selalu berbuat yang baik serta meninggalkan hal yang buruk karena sosok tuhan (Allah) yang selalu mengawasi dan mengetahui amal kita akan tertanam dalam kuat dalam hati dan pikiran. Pada ayat ini Allah SWT disebut dengan "Robb", kemudian diiringi dengan perkataan : "…….yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelummu…..". hal ini berpengertian bahwa Allah menciptakan manusia, mengembang biakkan, memberi taufiq dan hidayah, menjaga dan memelihara, memberi nikmat agar dengan nikmat itu manusia dapat melaksanakan tugas-tugasnya sebagai hamba Allah SWT. Semua rahmat tersebut diberikan kepada manusia sejak permulaan adanya, sampai akhir kehidupan ini. Barang siapa yang mensyukuri nikmat Allah akan ditambah nikmat itu, sebaliknya barang siapa yang mengingkari nikmat Allah akan menerima azab didunia sebagaimana yang telah ditimpakan-Nya kepada umat-umat terdahulu dan di akhirat nanti akan disediakan azab yang pedih.
Allah SWT berfirman :

وإذ تأذّن ربّكم لئن شكرتم لأزيدنّكم ولئن كفرتم إنّ عذابي لشديد
Artinya : Dan (ingatlah juga) tatkala tuhanmu memaklumkan : "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu dan jika kamu memgingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. Sembahlah Allah sebagaimana yang diperintahkan itu, agar terpelihara dari azab Allah dan agar tercapai derajat yang tertinggi lagi sempurna.Allah memberikan semua nikmat itu agar manusia melaksanakan tugas-tugasnya sebagai seorang hamba Allah SWT. Tugas-tugas itu dapat difahamkan dari firman Allah SWT :

وما خلقت الجنّ والإنس إلاّ ليعبدون
Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah Ku. Ayat ini mengunakan bentuk pertama خلق (sudah lampau) dan bertujuan untuk menekankan pesan yang dikandung, yaitu beribadah semata-mata kepada-Nya. Kata ألجنّ didahulukan dari kata ألانس karena jin lebih dahulu diciptakan oleh Allah daripada manusia. Huruf لـ (lam) pada kata ليعبدون bukan berarti agar supaya mereka beribadah atau agar Allah disembah melainkan berarti kesudahan atau dampak dan akibat sesuatu ( لـ العقيبة). Menurut Syaikh Muhammad Abduh, ibadah bukan hanya sekedar ketaatan dan ketundukan, tetapi ia juga merupakan dampak dari keyakinan bahwa pengabdian itu tertuju kepada yang memiliki kekuasan yang tidak terjangkau arti hakikatnya.
Ibadah terdiri dari ibadah Mahdhoh dan Ibadah Ghoiru Mahdhoh. Ibadah mahdhoh adalah ibadah yang telah ditetapkan oleh Allah, mulai dari bentuk, kadar atau waktunya seperti sholat, zakat, puasa, haji dan lain-lain. Sedangkan ibadah ghoiru mahdhoh segala aktifitas manusia yang dilakukan karena Allah. Jadi ayat diatas menjelaskan bahwa Allah menghendaki agar segala aktifitas manusia dilakukannya karena Allah yakni sesuai dengan tuntunan petunjuknya.
Menurut Thobathobai huruf لـ pada kata ليعبدون  diartikan agar supaya, yakni tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah. Artinya bahwa Allah mencipatakan jin dan manisia karena Dia dzat yang maha kuasa, dan tentu saja tujuan yang dikehendaki-Nya mustahil tidak tercapai. Tetapi dalam kenyataanya banyak sekali yang tidak beribadah kepada-Nya, dan ini merupakan bukti yang sangat jelas bahwa huruf lam tersebut bukan berarti agar supaya atau makna tujuan. Menurut Thobathobai huruf لـ tersebut adalah للجنس sehingga adanya sebagian dari kedua jenis mahluk tersebut yang beribadah sudah cukup untuk menjadikan tujuan penciptaan mereka adalah untuk beribadah. Menurut Sayyid Qutub ibadah yang dimaksud disini lebih luas jangkauan maknanya dari pada ibadah dalam bentuk ritual. Sedangkan hakikat ibadah mencakup dua hal :
1. Kemantapan makna penghambaan diri kepada Allah dalam hati setiap insan, kemantapan perasaan bahwa ada hamba dan ada tuhan, hamba yang patuh dan tuhan yang dipatuhi.
2. Mengarah kepada Allah dalam setiap gerak pada nurani, pada setiap anggota badan dan setiap gerak dalam hidup. Dengan demikian terlaksana makna ibadah dan menjadilah setiap amal bagaikan ibadah ritual.
v  Surah yang terkait :
o   Az_Zumar ayat 2-3:
 
2. sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.
3. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.
Tafsir Surat Az-Zumar Ayat 2 dan 3:
(2). Allah SWT menjelaskan bahwa dia menurunkan kepada rasul-Nya kitab Al-Qur'an, dengan membawa kebenaran dan keadilan. Maksud "membawa kebenaran" dalam ayat ini ialah membawa perintah kepada seluruh manusia agar mereka beribadah hanya kepada Allah. Kemudian Allah menjelaskan cara beribadah yang benar itu hanyalah menyembah Allah saja, dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, bersih dari pengaruh syirik atau riya'.
Kebenaran yang terdapat dalam Al-Qur'an itu sesuai dengan kebenaran yang termuat dalam kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada Rasul-rasul sebelumnya.
(3) Sesudah itu Allah SWT memerintahkan kepada Rasul-Nya agar mengingatkan kaumnya bahwa hanya kepunyaan Allahlah agama yang bersih.
Maksud agama dalam ayat ini adalah ibadah dan taat. Oleh sebab itu ibadah dan taat itu hendaknya ditujukan kepada Allah semata, bersih dari syirik dan riya'. Sebagai penjelasan dari makna Ad-Dien yang termuat dalam ayat ini dapatlah dikemukakan sebuah hadits :
يا رسول الله انىّ أتصدّق باالشّيء وأصنع الشّيء أريد به وجه الله وثناء النّاس. فقال رسول الله صلى الله عليه وسلّم : والّذى نفس محمّد بيده لايقبل الله شيئا شورك فيه, ثمّ تلا : ألا لله الدّين الخالص.
Artinya : bahwa seorang laki-laki berkata : "Ya Rasulallah! Sebenarnya saya akan menyedekahkan sesuatu, padahal saya berkeinginan dari perbuatan itu mendapat kerelaan Allah dan mendapat pujian dari manusia. Kemudian Rasulullah SAW bersabda : "Demi yang jiwaku didalam kekuasaan-Nya, Allah tidak akan menerima sesuatu yang didalamnya terdapat syirik. Kemudian beliau membaca ayat ini :
ألا لله الدّين الخالض
Ibn 'Arobi berkata : Ayat ini menunjukkan kewajiban niat dalam setiap pekerjaan. Jadi pada dasarnya setiap pekerjaan itu harus didasari keikhlasan. Akan tetapi jangan sampai niat kita mengendorkan semangat kita dalam berlomba-lomba dalam kebaikan, karena banyak orang yang beranggapan bahwa ketika mereka sudah berniat dengan ikhlas maka sudah cukup bagi mereka dan mereka enggan meningkatkannya. Mereka sudah merasa cukup dengan apa yang mereka kerjakan padahal itu belum seberapa nilainya dimata Allah SWT.
Berkaitan dengan surat Al-Baqarah ayat 21 diatas, ayat ini mengisyaratkan bahwa adanya suatu keharusan bagi setiap ibadah yang dikerjakan oleh setiap orang berdasarkan rasa ikhlas dan taat.
Masih berkaitan dengan keikhlasan dalam beribadah, benar dikatakan bahwa dalam melaksanakan ibadah harus didasari keikhlasan tapi juga harus difahami, ketika seseorang melakukan ibadah secara ikhlas tidak akan tercapai tanpa adanya pertolongan Allah kepada seorang hamba dalam melaksanakan ibadah tersebut. Coba kita cermati firman Allah dalam surat Al-Fatihah
:
ايّاك نعبد وايّاك نستعين lafadz ايّاك نعبد mengindikasikan adanya suatu keikhlasan penuh dalam beribadah, kemudian lafadz وايّاك نستعين berarti adanya pertolongan dari Allah untuk melaksanakan ibadah atau dalam kata lain kita dapat melaksanakan ibadah hanya karena pertolongan (hidayah dan taufiq) Allah. Apakah seorang hamba mampu untuk percaya kepada Allah kemudian ia melaksanakan segala perintahnya dan menjuhi segala laranganya apabila ia tidak mendapat Hidayah dan Taufiq dari Allah? Adakah yang dapat memberikan Hidayah ataupun Taufiq selain Dia? Susunan ayat–ayat ini membawa pengertian "pengkhususan" yaitu pengkhususan "ibadah" kepada Allah.
Jadi arti ayat ini: "kepada engkau sajalah kami tunduk dan berhina diri, dan kepada engkaulah kami memohonkan suatu pertolongan". Pertolongan yang khusus dimohonkan kepada Allah ialah tentang sesuatu yang berada diluar kemampuan dan kekuasaan manusia. " ايّاك" dalam ayat ini diulang dua kali, gunanya untuk menegaskan bahwa Ibadah dan Isti'anah itu masing-masing khusus dihadapkan kepada Allah, selain dari itu untuk dapat mencapai kelezatan munajat (berbicara) dengan Allah, karena bagi seorang hamba Allah yang menyembah dengan segenap jiwa dan raganya tak ada yang lebih nikmat dan lezat dari pada perasaannya dari pada bermunajat dengan Allah.
Baik juga diketahui bahwa dengan memakai " ايّاك" berarti menghadapkan pembicaraan kepada Allah, dengan maksud menghadirkan Allah SWT dalam ingatan, seakan-akan dia berada dimuka kita, dan kepada-Nya dihadapkan pembicaraan dengan khusuk dan tawadu'. Kemudian di akhir ayat Allah SWT menjelaskan bahwa orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah, menurut mereka, mereka tidaklah menyembah pelindung itu melainkan dengan maksud supaya pelindung itu mendekatkan mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya. Mereka beribadah bukan karena Allah melainkan kepada sesembahanya.
o   Al-Bayyinah Ayat 5:
 
Artinya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.
[1595] Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.
Tafsir Surat Al-Bayyinah Ayat 5:
Huruf لـ pada ayat وما أمروا الاّليعبدوا الله menunjukkan bahwasanya ibadah diwajibkan bukan karena mengharapkan surga ataupun karena agar terhindar dari neraka akan tetapi lebih kepada sikap kehambaan kita (yaitu karena kita seorang hamba dan Dia (Allah) adalah ربّ tuhan), walaupun seumpamanya ada sebuah ketentuan dalam agama yaitu tidak ada konsep pahala ataupun siksa, lalu kemudian kita diperintah oleh Allah untuk beribadah, maka kita tetap harus patuh dan tunduk serta melaksanakan apa yang menjadi ketentua-Nya atas dasar kemurnian dalam beribadah.
Dalam tafsir Al-Kabiir dijelaskan bahwa Ibadah adalah sikap merendahkan dan menghinakan diri dihadapan Allah SWT, sedangkan orang yang beranggapan bahwa sikap merendahkan dan menghinakan diri itu adalah bentuk dari ketaatan adalah salah, karena ada sekelompok orang yang menyembah malaikat, Isa Al-Masih dan berhala-berhala. Sedangkan kita tidak boleh mengikuti jalan tersebut, hanya saja dalam syariat hal tersebut menjadi suatu nama setiap ketaatan kepada Allah dengan jalan menghinakan diri dan memuliakan-Nya dengan segala kemuliaan. Asy-Syaikh Fakhruddin Muhammad mengatakan bahwa, dalam melaksanakan ibadan harus ada dua unsur, yaitu :
1. Memuliakan dengan segala kemuliaan (غاية التّعظيم ), dan bahwa sholatnya anak kecil itu tidak dapat disebut dengan ibadah, karena anak kecil tidak mengetahui keagungan Allah bagaimana ia dapat mengagungkan Allah?
2. Adanya perintah untuk beribadah(
أن يكون مأمورا به), adapun ibadah dari seorang yahudi bukan dinamakan ibadah, walaupun ia mengagungkan Allah. Karena ia menyekutukan Allah, maka mereka tidak diperintah untuk beribadah.
مخلصين (sikap ikhlas) harus dimulai dari permulaan sampai akhir dari pekerjaan. Orang yang ikhlas ialah orang yang selalu berbuat baik atas dasar kebaikan, menjalankan kewajiban kerena kewajibanya, dan ia akan selalu melaksanakanya secara tulus karena Allah semata, tidak ada perasaan riya' sombong atau yang lainya, akan tetapi ia mempunyai prinsip yang diyakini kebenaranya bahwa amal ini aku kerjakan tidak karena aku mengharap surga atau menghindar dari neraka. Walaupun hal tersebut pasti adanya, tetapi kita mencoba untuk berbuat yang terbaik dan ikhlas karena Allah.
Kecenderungan manusia ketika beribadah ialah mengorientasikannya untuk berlomba-lomba mencari fahala dan menjauhkan diri dari siksa, lalu timbul pertanyaan apakah pekerjaan itu juga dapat dikategorikan ikhlas?
Menilai dari kecenderungan manusia yang seperti itu ada tiga poin yang perlu dicermati :
1. Terdapat sekelompok Manusia yang dalam keadaan terdesak, susah atau terancam pada sesuatu yang berbahaya, maka dapat dipastikan bahwa mereka saat itu (baik dia yakin maupun tidak), dia akan percaya dan kembali kepada Tuhanya dalam bentuk ibadah. Kemudian apabila Allah menganugrahkan kepadanya suatu nikmat, ia akan lupa denagan apa yang telah ia mohon sebelumya. Orang seperti ini biasanya dapat bersikap ikhlas dan kadang pada suatu saat mengharapkan pahala atau menghindar dari siksa, yaitu ditunjukkan ketika ia berdo'a, yaitu mereka mengharapkan sesuatu dari ibadahnya.
2. Golongan yang benar-benar dapar beramal dengan ikhlas, golongan ini masuk dalam kategori golongan Khosh dan ditempati oleh para Nabi dan Rasul Allah.
3. Golongan yang tidak dapat terlepas dari sikap ingin mendapatkan pahala dan menghindar dari siksa, dan ini juga dapat digolongkan dalam kategori perbuatan yang iklas karena memang Allah sudah menjanjikan semua itu selama ia tidak riya', sombong, syirik dan sebagainya. Dalam ayat ini pula disebutkan adanya ibadan yang bersifat formal dan yang bersifat nonformal atau dengan kata lain ibadah yang berhubungan dengan Allah (حبل من الله) dan ibadah yang berhubungan dengan sesama manusia atau sosial (حبل من الناس ) dalam firma-Nya ويقيموا الصّلاة ويؤتواالزّكاة Disebutkan bahwa seseorang harus mengetahui dan ikhlas dalam firman Allah مخلصين  dan beramal dengan tindakan dalam firman Allah (ويقيموا الصّلاة ) yaitu ibadah yang berhubungan dengan Allah dan lafadz ( ويؤتواالزّكاة) yaitu ibadah yang berhubungan dengan sesama manusia atau ibadah sosial. Jadi sudah tidak ada lagi alasan bagi seseorang untuk tidak melaksanakan sholat, puasa, zakat dan lain-lain yang berkaitan dengan ibadah mahdhoh, akan tetapi tidak menafikan ibadah yang ghoiru mahdhoh dan keduanya harus kita fahami dengan total menyeluruh dan sempurna..
Jika ditanyakan, adakah ayat dalam Al-Qur'an tentang ibadah yang menyebutkan bentuk ibadahnya? Maka jawabnya ada yaitu :
Surat Thaha ayat 14 :
إنّنى أنا الله لاإله إلاّ أنا فاعبدٍْنى وأقم الصّلاة لذكرى
Artinya : "Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka senbahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk menginggatku."
Sudah jelas dan gamblang bagaimana Allah menjelaskan kepada kita tentang cara menginggat Allah yaitu dengan sholat, maka janganlah memutar balikkan fakta tentang sesatu yang sudah jelas adanya. Sungguh merugi kalau kita tidak mau berterimakasih kepada orang-orang yang telah berjasa kepada kita, Rasulullah SAW contohnya, ia adalah seorang rasul yang telah menerima dan menyampaikan perintah beribadah (baik berupa ibadah mahdhoh maupun ibadah ghoru mahdhoh) kepada kita semua sedang beliau bisa mensinergikan antara keduanya. Walaupun kita tahu bahwa Rasulullah sudah dijamin oleh Allah, beliau melakukan ibadah mahdhoh maupunyang ghoiru mahdhoh, sedang kita orang yang banyak dosa sudah berani mendakwakan diri sebagai orang yang benar dan telah mengetahui hakikat. Perlu kita camkan bahwa orang yang berusaha mencari-cari dalih agar ia terlepas dari segala kewajiban, maka pada hakiaktnya kita telah menodai Risalah yang dibawa oleh Rasulullah dan sekaligus kita adalah termasuk orang yang tidak punya rasa terimakasih. Sungguh benar dikatakan bahwa :
من لم يشكرالنّاس لا يشكر الله
Artinya: “Barang siapa yang tidak mau bersyukur (berterimakasih) kepada manusia, maka ia tidak mau barsyukur (brterimakasih) pula kepada Allah.”
C.               Surah al-rum ayat 30
Ø  Manusia menurut fitrahnya beragama tauhid (Agama Islam)

Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Ayat ini menyuruh Nabi Muhammad saw meneruskan tugasnya dalam memberikan dakwah, dengan membiarkan kaum musyrikin yang keras kepala itu dalam kesesatannya. Dalam kalimat ini, maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; fitrah Allah. Tuhan menyuruh agar Nabi saw mengikuti agama yang lurus yaitu agama Islam, dan mengikuti fitrah Allah. Ada yang berpendapat bahwa kalimat itu berarti bahwa Allah memerintahkan agar kaum Muslimin mengikuti agama Allah yang telah di jadikan-Nya bagi manusia. Di sini "fitrah" dinamakan "agama" karena manusia dijadikan untuk melaksanakan agama itu. Hal ini dikuatkan oleh firman Allah dalam surat yang lain:
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(Q.S. Az Zariyat: 56)
Menghadapkan muka artinya meluruskan tujuan dengan segala kesungguhan tanpa menoleh kepada yang lain. Dan "muka" dikhususkan menyebutkan di sini, karena muka itu tempat berkumpulnya semua pancaindera kecuali alat perasa. Dan muka itu adalah bagian tubuh yang paling terhormat. Sehubungan dengan kata fitrah yang tersebut dalam ayat ini ada sebuah hadis sahih dari Abu Hurairah yang berbunyi: “Tidak ada seorang anakpun kecuali ia dilahirkan menurut fitrah. Kedua orang ibu bapaknyalah yang akan meyahudikan, menasranikan dan memajusikannya, sebagaimana binatang melahirkan binatang dalam keadaan sempurna. Adakah kamu merasa kekurangan padanya". Kemudian Abu Hurairah berkata: "Bacalah ayat ini yang artinya: "Fitrah Allah di mana manusia telah diciptakan atasnya. Tak ada perubahan pada fitrah Allah itu". Dalam riwayat lain, "sehingga kamu merusakkannya (binatang itu)". Para sahabat bertanya: "Hai Rasulullah, apakah engkau tahu keadaan orang yang meninggal di waktu kecil? Rasul menjawab: "Allah lebih tahu dengan apa yang mereka perbuat". (H.R. Bukhari dan Muslim).
Para ulama berbeda pendapat mengenai arti fitrah yang tersebut dalam kitab suci Alquran dan hadis Nabi saw. Mereka ada yang berpendapat bahwa fitrah itu artinya "Islam". Hal ini dikatakan oleh Abu Hurairah dan Ibnu Syihab dan lain-lain. Mereka mengatakan bahwa pendapat itu terkenal di kalangan ulama salaf yang berpegang kepada takwil. Alasan mereka adalah ayat 30 tersebut di atas dan hadis Abu Hurairah yang baru saja disalinkan di atas. Mereka juga berhujah dengan hadis Iyad bin Himar Al Mujassyi'i bahwa Rasulullah saw bersabda kepada manusia pada suatu hari: “Apakah kamu suka aku menceritakan kepadamu apa yang telah diceritakan Allah kepadaku dalam Kitab-Nya. Sesungguhnya Allah telah menciptakan Adam dan anak cucunya cenderung kepada kebenaran dan patuh kepada Allah. Allah memberi mereka harta yang halal tidak yang haram. Lalu mereka menjadikan harta yang diberikan kepada mereka itu menjadi halal dan haram. (H.R. Iyad bin Himar).
Sebagian ulama menafsirkan hadis ini bahwa anak kecil itu diciptakan tidak berdosa dan selamat dan kekafiran sesuai dengan janji yang telah ditetapkan Allah bagi anak cucu Adam di kala mereka dikeluarkan dari tulang sulbinya. Mereka apabila meninggal dunia masuk surga baik anak-anak kaum Muslimin maupun anak-anak kaum kafir. Sebagian ahli fikih dan ulama yang berpandangan luas mengartikan "fitrah" dengan "kejadian" yang dengannya Allah menjadikan anak mengetahui Tuhannya. Seakan-akan dia berkata: "Tiap-tiap anak dilahirkan atas kejadiannya". Dengan kejadian itu Si anak akan mengetahui Tuhannya apabila dia telah berakal dan berpengetahuan. Kejadian di sini berbeda dengan kejadian binatang yang tak sampai dengan kejadian itu kepada pengetahuan tentang Tuhannya. Mereka berhujah bahwa "fitrah" itu berarti kejadian dan "fatir" berarti "yang menjadikan" dengan firman Allah:
Artinya: Katakanlah: "Wahai Allah, Pencipta langit dan bumi.
(Q.S. Az Zumar: 46)
Dan firman Allah SWT:
Artinya: Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah menciptakanku. (Q.S. Yasin: 22)
Dan firman Allah lagi:
Artinya: Ibrahim berkata: "Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya. (Q.S. Al anbiya: 56).
Dari ayat-ayat tersebut di atas mereka mengambil kesimpulan bahwa "fitrah" berarti kejadian dan "fatir" berarti yang menjadikan. Mereka tak setuju bahwa anak itu dijadikan (difitrahkan) atas kekafiran atau iman atau berpengetahuan atau durhaka. Mereka berpendapat bahwa anak itu umumnya selamat, baik dari segi kehidupan dan kejadiannya, tabiatnya, maupun bentuk tubuhnya. Baginya tidak ada iman, tak ada kafir, tak ada durhaka dan tak ada juga pengetahuan. Mereka berkeyakinan bahwa kafir dan iman itu datang setelah anak itu berakal. Mereka juga berhujah dengan hadis Nabi dari Abu Hurairah tersebut di atas. Yang Artinya: Binatang itu melahirkan binatang dalam keadaan utuh, apakah mereka merasa pada kejadian itu kekurangan?.
Dalam hadis ini hati Bani Adam diumpamakan dengan binatang, sebab dia dilahirkan dalam kejadian yang sempurna, tak ada kekurangan, sesudah itu telinganya terputus, begitu pula hidungnya. Lalu dikatakan ini adalah unta yang dirusak hidungnya dan ini adalah unta yang digunakan untuk nazar dan sebagainya.
Begitu pula keadaan hati anak-anak waktu dilahirkan. Mereka tidak kafir, tidak juga iman, tidak berpengetahuan dan tidak durhaka, tak ubahnya seperti binatang ternak. Tatkala mereka sampai umur setan memperdayakan mereka, maka kebanyakan mereka mengafirkan Tuhan, dan sedikit yang tidak berdosa. Mereka berpendapat, andaikata anak-anak itu difitrahkan sebagai kafir dan beriman pada permulaannya, tentu mereka tak akan berpindah selama-lamanya dari hal itu. Anak-anak itu adakalanya beriman, kemudian menjadi kafir. Selanjutnya para ahli itu berpendapat bahwa adalah mustahil dan masuk akal seseorang anak di waktu dilahirkan telah tahu iman dan kafir, sebab Allah telah mengeluarkan dari perut ibunya dalam keadaan tak mengetahui sedikitpun.
Allah SWT berfirman:
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun. (Q.S. An Nahl: 78).
Siapa yang tak mengetahui sesuatu mustahillah dia akan menjadi kafir. beriman, berpengetahuan atau durhaka.
Abu Umar bin Abdil Barr berkata bahwa pendapat ini adalah arti fitrah yang lebih tepat di mana manusia dilahirkan atasnya. Hujah mereka yang lain ialah firman Allah:
Artinya: Kami diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan.(Q.S. At Tur: 16).
Dan firman Allah SWT:
Artinya: Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. (Q.S. Al Mudassir: 38).
Orang yang belum sampai masanya untuk bekerja tidak akan dihisab.
Dari hal tersebut di atas mustahillah fitrah itu berarti Islam. Seperti yang dikatakan Ibnu Syihab. Sebab Islam dan iman itu ialah perkataan dengan lisan, iktikad dengan hati dan perbuatan dengan anggota tubuh. Hal ini tak ada pada anak kecil. Dan orang yang berakal mengetahui keadaan ini.
Kebanyakan para penyelidik di antaranya Ibnu Atiyah dalam buku tafsirnya di waktu mengartikan fitrah, dan begitu Syekh Abdul Abbas berpendapat sesuai dengan pendapat Umar di atas, lbnu Atiyah dalam tafsirnya berkata bahwa yang dapat dipegangi pada kata "fitrah" ini ialah berarti "kejadian" dan kesediaan untuk menerima sesuatu yang ada dalam jiwa anak itu. Dengan keadaan itu seseorang dapat dibedakan dengan ciptaan-ciptaan Allah SWT yang lain. Dengan fitrah itu seorang anak akan mendapat petunjuk dan percaya kepada Tuhannya. Seakan-akan Tuhan berfirman: "Hadapkanlah mukamu kepada agama yang lurus yaitu fitrah Allah yang disediakan bagi kejadian manusia, tetapi karena banyak hal yang menghalangi mereka, maka mereka tidak mencapai fitrah itu. Dalam sabda Nabi yang artinya: "Tiap anak dilahirkan menurut fitrah. Bapaknya yang akan menjadikan ia seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi". Disebutkan dua orang ibu bapak sebagai contoh dari halangan-halangan yang banyak itu.
Dalam ibadat lain Syekh Abdul Abbas berkata: "Sesungguhnya Allah SWT menjadikan hati anak Adam bersedia menerima kebenaran, sebagaimana mata dan telinga mereka bersedia menerima penglihatan dan pendengaran. Selama menerima itu tetap ada pada hati mereka, tentu mereka akan memperoleh kebenaran dan agama Islam yakni agama yang benar.
Kebanyakan pendapat ini dikuatkan dengan sabda Nabi yang artinya: "Sebagaimana menghasilkan binatang yang utuh. Adakah mereka menghasilkan yang lain? Adakah mereka merasakan kekurangan pendapat padanya?". Maksudnya ialah, binatang itu melahirkan anaknya sempurna kejadiannya tak ada kekurangan. Andaikata dia dibiarkan menurut dasar kejadiannya itu tentu dia akan tetap sempurna, tak ada aibnya. Tetapi dia di atur menurut kehendak manusia, maka rusaklah telinga dan hidungnya dilubangi tempat mengikatkan tali sehingga timbullah padanya keburukan dan kekurangan, lalu tidak sesuai lagi dengan keasliannya. Demikian pulalah keadaannya dengan manusia. Hal itu adalah perumpamaan dari fakta kehidupan.
Pendapat tersebut di atas dianut oleh kebanyakan ahli tafsir. Adapun maksud sabda Nabi saw tatkala beliau ditanya tentang keadaan anak-anak kaum musyrik. beliau menjawab: "Allah lebih tahu dengan apa yang mereka ketahui". yaitu apabila mereka berakal. Takwil ini dikuatkan oleh hadis Bukhari dan Samurah bin Jundab dari Nabi saw. yaitu hadis yang panjang. Sebagian dari hadis itu berbunyi sebagai berikut:  Adapun orang yang tinggi itu yang ada di surga adalah Ibrahim as. Adapun anak-anak yang ada di sekitarnya semuanya adalah anak yang dilahirkan menurut fitrah. Samurah berkata. "Maka Rasulullah ditanya: Ya Rasulullah, tentang anak-anak musyrik? "Rasulullah menjawab: "Dan anak-anak musyrik".
Diriwayatkan dari Anas, katanya: "Ditanya Rasulullah saw tentang anak-anak musyrik, beliau bersabda: “Mereka tak mempunyai kebaikan, untuk diberikan ganjaran, lalu akan menjadi raja-raja surga. Mereka tak mempunyai kejelekan untuk dihisab (disiksa) lalu mereka akan berada di antara penduduk neraka. Mereka adalah pelayan-pelayan bagi ahli surga.
Demikianlah beberapa pendapat mengenai kata fitrah dan hubungannya dengan anak kecil yang belum sampai umur. Diduga bahwa pendapat yang agak kuat ialah pendapat terakhir ini, yaitu pendapat Ibnu Atiyah yang disokong oleh Syekh Abdul Abbas.
Kemudian kalimat dalam ayat (30) ini dilanjutkan dengan ungkapan bahwa pada fitrah Allah itu tak ada perubahannya. Allah tak akan merubah fitrah-Nya itu. Tak ada sesuatupun yang menyalahi peraturan itu, maksudnya ialah tidak akan merana orang yang dijadikan Allah berbahagia, dan sebaliknya tidak akan berbahagia orang-orang yang dijadikan-Nya sengsara. Menurut mujahid artinya ialah: "tak ada perubahan bagi agama Allah". Pendapat ini disokong Qatadah, Ibnu Jubair, Dahhak, Ibnu Zaid dan Nakha'i. Mereka berpendapat bahwa ungkapan tersebut di atas berkenaan dengan keyakinan. Ikrimah berkata; diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Umar bin Khatab berkata yang artinya ialah tak ada perubahan bagi makhluk Allah dari binatang yang dimandulkan. Perkataan ini maksudnya ialah larangan memandulkan binatang.
Itulah agama yang lurus, maksudnya Ibnu Abbas: "Itulah keputusan yang lurus". Muqatil mengatakan itulah perhitungan yang nyata. Ada yang mengatakan bahwa "agama yang lurus" itu ialah agama Islam.
Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka tak mau memikirkan bahwa agama Islam itu adalah agama yang benar. Karena itu mereka tak mau menghambakan diri kepada Pencipta mereka, dan Tuhan yang lebih terdahulu (qadim) memutuskan sesuatu dan melaksanakan keputusannya.


D.                  Surah luqman ayat 23-24
Ø  Kekeras Kepalaan kaum Musyrikin yang mempertahankan kemusyrikan mereka walau tanpa pegangan

Artinya:
23.  Dan barangsiapa kafir Maka kekafirannya itu janganlah menyedihkanmu. Hanya kepada Kami-lah mereka kembali, lalu kami beritakan kepada mereka apa yang Telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala isi hati.
24.  Kami biarkan mereka bersenang-senang sebentar, Kemudian kami paksa mereka (masuk) ke dalam siksa yang keras.

23). Ayat ini merupakan hiburan kepada Rasulullah SAW dan para sahabat yang telah disedihkan oleh sikap dan tingkah laku orang-orang musyrik kepada mereka, seakan-akan ia mengatakan : “Hai Nabi, janganlah engkau bersedih hati lantran kekafiran mereka. Karena tugasmu hanya menyampaikan agama Allah kepada meraka, bukan untuk menjadikan mereka beriman. Mereka semua akan kembali kepada Allah pada hari kiamat, lalu dikabarkan kepada mereka segala yang pernah mereka perbuat selama hidupnya didunia. Kami akan mengadakan penilaian terhadapnya dan memberikan penilaian yang adil, karena Allah mengetahui dengan segala yang terkandung dalam hati manusia”.
24). Ayat ini menerangkan kepada orang-orang kafir, bahwa mereka hanya diberi kesenangan hidup yang sedikit yang bersifat sementara . selama waktu yang sedikit itu mereka dpat mempergunakan nikmat-nikmat yagn disediakan Allah dan mengecap kesenangan hidup.  Tetapi kesenangan sementara itu tidak ada artinya sama sekali jika dibandingkan dengan kesenangan ukhrawi, dan kesenangan sementara itu akan hilang, seakan-akan tidak pernah mereka alami, disaat mereka menemui azab yang pedih dialam mereka nanti.
Hal ini dikuatkan oleh firman Allah yang lain :
Artinya:       
69.  Katakanlah: "Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidak beruntung".
70.  (bagi mereka) kesenangan (sementara) di dunia, Kemudian kepada Kami-lah mereka kembali, Kemudian kami rasakan kepada mereka siksa yang berat, disebabkan kekafiran mereka.



BAB III
PENUTUP
·         Kesimpulan
1.      Orang-orang yang menyerahkan dirinya kepada Allah, patuh dan taat kepada-Nya berarti ia telah berpegang pada buhul tali Allah yg kokoh.
2.      Segala urusan kembali kepada Allah dan Dialah yang menetapkan segala sesuatu.
3.      Ibadah adalah suatu perintah dari Allah yang harus kita laksanakan dengan jiwa dan hati yang tulus dan ikhlas. Ibadah kita, mengisyaratkan bahwa kita sebagi seorang hamba membutuhkan terhadap rahmat, hidayah, taufiq maupun pertolongan dari Allah SWT, akan tetapi perlu di ingat bahwa rasa kebutuhan kita terhadap Allah tidak akan mengurangi rasa tulus ikhlas kita dalam beramal.
Terdapat dua jenis ibadah dalam diri manusia (ibadah mahdhoh dan ibadah ghoiru mahdhoh) yang keduanya harus seimbang, jangan dipahami setengah-setengah, karena keduanya adalah perintah yang diberikan Allah kepada kita semuanya melalui rasulnya Muhammad SAW.
Tiap-tiap ibadah yang kita kerjakan hendaknya didorong oleh keyakinan kepada kebesaran dan kekuasaan Allah serta timbul atas rasa syukur dan hutang budi kita kepada-Nya, jika demikian maka ibadah akan menjauhkan diri kita dari perbuatan yang tidak baik dan yang dilarang oleh Allah SWT.
Tetapi ibadah yang tidak didasari atas beberapa aspek diatas akan terkesan hanya karena sebatas memelihara tradisi yang sudah turun temurun, kendatipun memiliki rupa dan bentuk ibadah. Tak ada ubahnya dengan patung dan gambar yaitu hanya sebagai simbol. Selanjutnya ibadah yang semacam itu, tidak ada kesan dan buahnya kepada tabiat dan akhlak orang yang beribadah tersebut.
4.      Tugas Nabi Muhammad SAW adalah menyampaikan agama Allah kepada manusia, bukan untuk menjadikan orang beriman. Karena itu janganlah Nabi disedihkan oleh tindakan orang-orang kafir itu, serahkanlah semua pada Allah.
5.      Kesenagan dan kebahagiaan dunia betapa pun besarnya adalah sangat sedkit, bila dibandingkan dengan kesenangan dan kebahagian ukhrawi. Kesenangan di dunia itu akan hilang, seakan-akan tidak pernah ada disaat orang-orang kafir menemui azab yang sangat di neraka nanti. 

by.
Basit Muhajir

Manaqib KH. Basyirun Ali, Pendiri Pondok Pesantren Nurul Jannah Banjarmasin

  Manaqib Syekh KH. Basyirun Ali, Pendiri Pondok Pesantren Nurul Jannah Banjarmasin Penulis Arif Riduan, S.Sos.I Alumni ponpes Nurul Janna...