Minggu, 29 September 2013

Bimbingan Konseling Islam Terhadap Perilaku Menyimpang

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Manusia dilahirkan didunia dengan dibekali akal, pikiran, dan perasaan. Dengan bekal itulah manusia disebut sebagai makluk yang paling sempurna dan diamanati oleh sang pencipta sebagai pemimpin di bumi ini. Akan tetapi seiring dengan bekal akal, pikiran dan perasaan itu pula manusia diselimuti oleh berbagai macam masalah, bahkan ada yang mengatakan bahwa manusia merupakan makhluk dengan segudang masalah (human with multiproblem). Dengan berbagai masalah  itu ada yang bisa mereka atasi dengan sendirinya atau  mereka memerlukan bantuan orang lain (konselor) untuk mengatasi masalah yang dihadapinya. Dan pemberian bantuan dari orang yang ahli (konselor) kepada individu yang membutuhkan (klien) itulah yang dinamakan “konseling”
Dalam memecahkan masalahnya, manusia memiliki banyak pilihan cara, salah satunya adalah dengan cara islam. Mengapa islam? Karena islam mengatur seluruh aspek  kehidupan manusia tak terkecuali berkenaan dengan bimbingan dan konseling.
B.  Rumusan Masalah
C.  Tujuan
untuk mengetahui makna bimbingan konseling islam, mengetahui makna perilaku menyimpang, dan mengetahui bimbingan konseling terhadap perilaku menyimpang.
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Bimbingan Konseling Islam
1.    Pengertian Bimbingan Konseling Islam
Secara sederhana, gabungan dari masing-masing isitilah dari poin A dan B tersebut dapat dikaitkan satu dengan lainnya sehingga menjadi sebutan Bimbingan Konseling Islam. Dalam hal ini, Bimbingan Konseling Islam sebagaimana dimaksudkan di atas adalah terpusat pada tiga dimensi dalam Islam, yaitu ketundukan, keselamatan dan kedamaian. Batasan lebih spesifik, Bimbingan Konseling Islam dirumuskan oleh para ahlinya secara berbeda dalam istilah dan redaksi yang digunakannya, namun sama dalam maksud dan tujuan, bahkan satu dengan yang lain saling melengkapinya.
Berdasarkan beberapa rumusan tersebut dapat diambil suatu kesan bahwa yang dimaksud dengan Bimbingan Konseling Islam adalah suatu proses pemberian bantuan secara terus menerus dan sistematis terhadap individu atau sekelompok orang yang sedang mengalami kesulitan lahir dan batin untuk dapat memahami dirinya dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga dapat hidup secara harmonis sesuai dengan ketentuan dan petunjuk Allah dan Rasul-Nya demi tercapainya kebahagiaan duniawiah dan ukhrawiah.
Pengertian tersebut antara lain didasarkan pada rumusan yang dikemukakan oleh H.M. Arifin, Ahmad Mubarok dan Hamdani Bakran Adz-Dzaki. Bahkan pengertian yang dimaksudkannya adalah mencakup beberapa unsur utama yang saling terkait antara satu dengan lainnya, yaitu: konselor, konseli dan masalah yang dihadapi. Konselor dimaksudkan sebagai orang yang membantu konseli dalam mengatasi masalahnya di saat yang amat kritis sekalipun dalam upaya menyelamatkan konseli dari keadaan yang tidak menguntungkan baik untuk jangka pendek dan utamanya jangka panjang dalam kehidupan yang terus berubah. Konseli dalam hal ini berarti orang yang sedang menghadapi masalah karena dia sendiri tidak mampu dalam menyelesaikan masalahnya.
Menurut Imam Sayuti Farid, konseli atau mitra bimbingan konseling Islam adalah individu yang mempunyai masalah yang memerlukan bantuan bimbingan dan konseling. Sedangkan yang dimaksudkan dengan masalah ialah suatu keadaan yang mengakibatkan individu maupun kelompok menjadi rugi atau terganggu dalam melakukan sesuatu aktivitas.
Dalam pandangan Farid Hariyanto (Anggota IKI jogjakarta) dalam makalahnya mengatakan bahwa bimbingan dan konseling dalam Islam adalah landasan berpijak yang benar tentang bagaimana proses konseling itu dapat berlangsung baik dan menghasilkan perubahan-perubahan positif pada klien mengenai cara dan paradigma berfikir, cara menggunakan potensi nurani, cara berperasaan, cara berkeyakinan dan cara bertingkah laku berdasarkan wahyu dan paradigma kenabian (Sumber Hukum Islam).
Beberapa ayat al-Quran yang berhubungan dengan bimbingan konseling diantaranya adalah:
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. (Ali Imran:104)
“Demi masa. Sungguh manusia dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan melakukan amal kebaikan, saling menasehati supaya mengikuti kebenaran dan saling menasehati supaya mengamalkan kesabaran”. (Al-Ashr :1-3)
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalann-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (An Nahl:125)
B.  Pengertian Perilaku Menyimpang
Berdasarkan asal kata pembentuknya, istilah perilaku menyimpang tersusun oleh dua kata yakni “perilaku” dan “menyimpang”. Kata “perilaku” menurut Ahmad A.K. Muda (2006: 413) memiliki arti tanggapan seseorang terhadap lingkungannya. Sedangkan kata “menyimpang” berasal dari kata dasar “simpang” yang arti awalnya adalah sesuatu yang memisah (membelok, bercabang, melencong) dari yang lurus. Setelah mendapat imbuhan awalan “me” maka memiliki arti melakukan sesuatu hal yang memisah (membelok, bercabang, melencong) dari yang lurus.
Perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma dalam masyarakat. Sedangkan pelaku yang melakukan penyimpangan itu disebut devian (deviant). Adapun perilaku yang sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat disebut konformitas.
Ada beberapa definisi perilaku menyimpang menurut sosiologi, antara lain sebagai berikut:
1.    James Vender Zender
Perilaku menyimpang adalah perilaku yang dianggap sebagai hal tercela dan di luar batas batas toleransi oleh sejumlah besar orang.
2.    Bruce J Cohen
Perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat.
3.    Robert M.Z. Lawang
Perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku tersebut.
Faktor-faktor Penyebab Perilaku Menyimpang dan Macam Perilaku Menyimpang
Secara garis besar, menurut pendapat K. Merton, penyimpangan perilaku diakibatkan ketidaksesuaian antara perilaku dalam mewujudkan aspirasi dengan tata nilai aturan yang berlaku di lingkungan tempat tinggal. Pernyataan ini secara tidak langsung mengandung tanda bahwasanya faktor-faktor penyebab terjadinya perilaku menyimpang dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yakni:
a. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri manusia itu sendiri. Faktor-faktor ini terdiri dari:
1) Keinginan
Setiap manusia pasti memiliki keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari keinginan-keinginan tersebut, berturut-turut kemudian memunculkan aspirasi dan pelaksanaan untuk memenuhi keinginan tersebut. Dalam pelaksanaannya, seringkali manusia melupakan unsur-unsur aturan yang ada di lingkungannya. Jika hal ini terjadi maka yang muncul adalah adanya penyimpangan perilaku (Soerjono Soekanto, 1983: 16)
2) Perkembangan Diri
Manusia sebagai makhluk yang berkembang akan mengalami fase-fase perkembangan diri yang di dalamnya terdapat ciri dan karakteristik yang berbeda di antara fase. Munculnya ciri dan karakteristik tersebut akan mempengaruhi perkembangan individu kaitannya dengan interaksi sosial. Sehingga seringkali individu yang mengalami perpindahan fase hidup, khususnya pada fase remaja (fase perpindahan antara masa anak-anak menuju dewasa), akan mengalami pertentangan diri terhadap keadaan diri dan lingkungannya yang akan berpeluang memunculkan penyimpangan perilaku.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri individu manusia. Faktor eksternal dari penyimpangan perilaku adalah sebagai berikut:
1) Aturan atau norma yang berlaku
Keberadaan aturan sebenarnya merupakan sebuah cara untuk menghindari konflik antar masyarakat. Akan tetapi, terkadang keberadaan aturan atau norma tersebut dianggap sebagai pembelenggu aktifitas oleh beberapa kelompok dari anggota masyarakat. Hal inilah yang dapat menjadi penyebab terjadinya penyimpangan perilaku di kalangan manusia.
2) Persaingan
Keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia menyebabkan terciptanya persaingan antar sesama manusia tersebut. Bahkan bagi beberapa kelompok masyarakat di kota besar, persaingan untuk memperbaiki kehidupan bukan merupakan hal yang biasa namun menjadi sebuah keharusan (Shadilly, 1993: 154). Dari adanya persaingan tersebut, seringkali manusia melakukan hal-hal yang menyimpang dan bertentangan dengan aturan yang berlaku di lingkungan masyarakat.
Berdasarkan pada faktor penyebab timbulnya perilaku menyimpang, maka dapat disimpulkan bahwasanya penyimpangan perilaku dapat mengena pada seluruh aspek kehidupan manusia,
C.  Bimbingan Konseling Islam Terhadap Perilaku Menyimpang
Bimbingan konseling islam sangat penting bagi perilaku menyimpang untuk membantu masalah-masalah yang berkenaan dengan perilaku menyimpang.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Bimbingan Konseling Islam adalah suatu proses pemberian bantuan secara terus menerus dan sistematis terhadap individu atau sekelompok orang yang sedang mengalami kesulitan lahir dan batin untuk dapat memahami dirinya dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga dapat hidup secara harmonis sesuai dengan ketentuan dan petunjuk Allah dan Rasul-Nya demi tercapainya kebahagiaan duniawiah dan ukhrawiah.
Perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma dalam masyarakat. Sedangkan pelaku yang melakukan penyimpangan itu disebut devian (deviant)

Sejarah Islam di Indonesia

Ust. Mustafa Kamal,SS

“ Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran
bagi orang-orang yang berakal…”
(QS Yusuf ayat 111).

Sangat penting mempelajari sejarah da’wah Islam di Indonesia. Sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur’an ayat 111 bahwa mempelajari sejarah terdapat ibrah (pelajaran). Dengan memepelajari sejarah dimasa lampau maka dapat mengambil pelajaran untuk dimasa yang akan datang dibuat perencanaan atau konsep yang lebih baik khususnya untuk da’wah di tanah air kita Indonesia. Sesuai dengan hadist Rasulullah “Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini “.
Bahasa merupakan nilai tertinggi dari suatu peradaban. Suatu bangsa dipengaruhi nilai  tertentu  jika  bahasanya  dipengaruhi  oleh  nilai  tersebut.  Bahasa  Indonesia  banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab (bahasa Qur’an) contohnya kata ibarat yang kata dasarnya dari ibrah ini yang bermakna
pelajaran dan masih banyak lagi bahasa indonesia yang berasal dari bahasa Arab. Ini membuktikan bahwa budaya Indonesia sudahdipengaruhi oleh budaya islami. Sejarah masuknya Islam di Indonesia melalui babak - babak yang penting :

1.      Babak pertama,  abad 7 masehi (abad 1 hijriah).
Pada abad 7 masehi, Islam sudah sampai ke Nusantara. Para Da’i yang datang ke Indonesia berasal dari jazirah Arab yang sudah beradaptasi dengan bangsa India yakni bangsa Gujarat dan ada juga yang telah beradptasi dengan bangsa Cina, dari berbagai arah yakni  dari  jalur  sutera (jalur  perdagangan)  da’wah  mulai  merambah  di  pesisir-pesisir Nusantara.
Sejak awal Islam tidak pernah membeda-bedakan fungsi seseorang untuk berperan sebagai da’i (juru da’wah). Kewajiban berda’wah dalam Islam bukan hanya kasta (golongan) tertentu saja tetapi bagi setiap masyarakat dalam Islam. Sedangkan diagama lain hanya golongan tertentu yang mempunyai otoritas menyebarkan agama yaitu pendeta. Sesuai ungkapan Imam Syahid Hasan Albana “ Nahnu duat qabla kulla sai “ artinya kami adalah da’i sebelum profesi-profesi lainnya.
Sampainya da’wah di Indonesia melalui para pelaut-pelaut atau pedagang-pedagang sambil membawa dagangannya juga membawa akhlak Islami sekaligus memperkenalkan nilai-nilai  yang  Islami.  Masyarakat  ketika  berbenalan  dengan  Islam  terbuka  pikirannya, dimulyakan sebagai manusia dan ini yang membedakan masuknya agama lain sesudah maupun sebelum datangnya Islam. Sebagai contoh masuknya agama Kristen ke Indonesia ini  berbarengan dengan Gold (emas atau kekayaan) dan glory (kejayaan atau kekuasaan) selain Gospel yang merupakan motif penyebaran agama berbarengan dengan penjajahan dan kekuasaan. Sedangkan Islam dengan cara yang damai.
Begitulah Islam pertama-tama disebarkan di Nusantara, dari komunitas-komunitas muslim yang berada di daerah-daerah pesisir berkembang menjadi kota-kota pelabuhan dan perdagangan dan terus berkembang sampai akhirnya menjadi kerajaan-kerajaan Islam dari mulai Aceh sampai Ternata dan Tidore yang merupakan pusat kerajaan Indonesia bagian Timur yang wilayahnya sampai ke Irian jaya.

2.      Babak kedua, abad 13 masehi.
Di abad 13 Masehi berdirilah kerajaan-kerajaan Islam diberbagai penjuru di Nusantara. Yang merupakan moment kebangkitan kekuatan politik umat khususnya didaerah Jawa ketika  kerajaan  Majapahit  berangsur-angsur  turun  kewibawaannya  karena  konflik internal. Hal ini dimanfaatkan oleh Sunan Kalijaga yang membina diwilayah tersebut bersama Raden Fatah yang merupaka keturunan raja-raja Majapahit untuk mendirikan kerajaan Islam pertama di pulau Jawa yaitu kerajaan Demak. Bersamaan dengan itu mulai bermunculan pula kerajaan-kerajaan Islam yang lainnya, walaupun masih bersifat lokal.
Pada abad 13 Masehi ada fenoma yang disebut dengan Wali Songo yaitu ulamaulama yang menyebarkan da’wah di Indonesia. Wali Songo mengembangkan da’wah atau melakukan proses Islamisasinya melalui saluran-saluran:
a)      Perdagangan
b)      Pernikahan
c)      Pendidikan (pesantren)
Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang asli dari akar budaya indonesia, dan juga adopsi dan adaptasi hasanah kebudayaan pra Islam yang tidak keluar dari nilai-nilai Islam yang dapat dimanfaatkan dalam penyebaran Islam. Ini membuktikan Islam sangat menghargai budaya setempat selama tidak bertentangan dengan nilai-niliai Islam.
d)     Seni dan budaya
Saat itu media tontonan yang sangat terkenal pada masyarakat jawa kkhususnya yaitu wayang. Wali Songo menggunakan wayang sebagai media da’wah dengan sebelumnya mewarnai wayang tersebut dengan nilai-nilai Islam. Yang menjadi ciri pengaruh Islam dalam  pewayangan  diajarkannya  egaliterialisme  yaitu  kesamaan  derajat  manusia dihadapan Allah dengan dimasukannya tokoh-tokoh punakawam seperti Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Para Wali juga menggubah lagu-lagu tradisional (daerah) dalam langgam Islami, ini berarti nasyid sudah ada diIndonesia ini sejak jaman para wali. Dalam upacara-upacara adat juga diberikan nilai-nilai Islam.
e)      Tasawwuf
Kenyatan  sejarah  bahwa  ada  tarikat-tarikat  di  Indonesia  yang  menjadi  jaringan penyebaran agama Islam.

3.      Babak ketiga, masa penjajahan Belanda.
Pada abad 17 masehi tepatnya tahun 1601 datanglah kerajaan Hindia Belanda kedaerah Nusantara yang awalnya hanya berdagang tetapi akhirnya menjajah. Belanda datang ke Indonesia dengan kamar dagangnya yakni VOC, semejak itu hampir seluruh wilayah nusantara dijajah oleh Hindia Belanda kecuali Aceh. Saat itu antar kerajaan-kerajaan Islam  di  nusantara  belum  sempat  membentuk  aliansi  atau  kerja  sama.  Hal  ini  yang menyebabkan proses penyebaran da’wah terpotong. Dengan sumuliayatul ( kesempurnaan) Islam yang tidak ada pemisahan antara aspek-aspek kehidupan tertentu dengan yang lainnya,ini   telah diterapkan oleh para Ulama saat itu. Ketika penjajahan datang, mengubah pesantren-pesantren menjadi markas-markas perjuangan, santri-santri (peserta didik pesantren) menjadi jundullah (pasukan Allah) yang siap melawan penjajah sedangkan ulamanya menjadi panglima perangnya. Hampir seluruh wilayah di Indonesia yang melakukan perlawanan terhadap penjajah adalah kaum muslimin beserta ulamanya.
Potensi-potensi tumbuh dan berkembang diabad 13 menjadi kekuatan perlawanan terhadap penjajah. Ini dapat dibuktikan dengan adanya hikayat-hikayat pada masa kerajaankerajaan Islam yang syair-syairnya berisikan perjuangan. Ulama-ulama menggelorakan Jihad melawan kaum kafir yaitu penjajah Belanda. Belanda mengalami kewalahan yang akhirnya menggunakan strategi-strategi:
·         Politik devide et impera, yang pada kenyataannya memecahbelah atau mengadu domba antara kekuatan Ulama dengan adat contohnya perang Padri di Sumatera Barat dan perang Diponegoro di Jawa.
·         Mendatangkan Prof. Dr. Snouk Cristian Hourgonye alias Abdul Gafar seorang Guru Besar keIndonesiaan di Universitas Hindia Belanda juga seorang orientalis yang pernah mempelajari Islam di Mekkah, dia berpendapat agar pemerintahan Belanda membiarkan           umat Islam hanya melakukan ibadah mahdhoh (khusus) dan dilarang berbicara atau sampai melakukan politik praktis. Gagasan tersebut dijalani oleh pemerintahan Belanda            dan salah satunya adalah pembatasan terhadap kaum muslimin yang akan melakukan ibadah Haji karena pada saat itulah terjadi pematangan pejuangan terhadap penjajahan.

4.      Babak keempat, abad 20 masehi
Awal abad 20 masehi, penjajah Belanda mulai melakukan politik etik atau politik balas  budi  yang  sebenarnya  adalah  hanya  membuat  lapisan  masyarakat  yang  dapat membantu mereka dalam pemerintahannya di Indonesia. Politik balas budi memberikan pendidikan  dan  pekerjaan  kepada  bangsa  Indonesia  khususnya  umat  Islam  tetapi sebenarnya tujuannya untuk mensosialkan ilmu-ilmu barat yang jauh dari Al Qur’an dan hadist dan akan dijadikannya boneka-boneka penjajah. Selain itu juga mempersiapkan untuk lapisan  birokrasi  yang  tidak  mungkin  pegang oleh  lagi  oleh  orang-orang  Belanda.Yang mendapat  pendidikanpun  tidak  seluruh  masyarakat  melainkan  hanya  golongan  Priyayi (bangsawan),  karena  itu  yang  pemimpin-pemimpin  pergerakan  adalah  berasalkan  dari golongan bangsawan.
Strategi  perlawanan  terhadap  penjajah  pada  masa  ini  lebih  kepada  bersifat organisasi formal daripada dengan senjata. Berdirilah organisasi Serikat Islam merupakan organisasi  pergerakan  nasional  yang  pertama  di  Indonesia  pada  tahun 1905  yang mempunyai anggota dari kaum rakyat jelata sampai priyayi dan meliputi wilayah yang luas. Tahun 1908 berdirilah Budi Utomo yang bersifat masih bersifat kedaerahan yaitu Jawa, karena itu Serikat Islam dapat disebut organisasi pergerakan Nasional pertama daripada Budi Utomo.
Tokoh  Serikat  Islam  yang  terkenal  yaitu  HOS  Tjokroaminoto  yang  memimpin organisasi tersebut pada usia 25 tahun, seorang kaum priyayi yang karena memegang teguh Islam maka diusir sehingga hanya menjadi rakyat biasa. Ia bekerja sebagai buruh pabrik gula. Ia adalah seorang inspirator utama bagi pergerakan Nasional di Indonesia. Serikat Islam dibawah pimpinannya menjadi suatu kekuatan yang di perhitungkan Belanda. Tokohtokoh Serikat Islam lainnya ialah H. Agus Salim dan Abdul Muis, yang membina para pemuda yang tergabung dalam Young Islamitend Bound yang bersifat nasional, yang berkembang sampai pada sumpah pemuda tahun 1928. Da’wah Islam di Indonesia terus berkembang dalam institusi-institusi seperti lahirnya Nadhatul  Ulama,  Muhammadiyah,  Persis  dll.  Lembaga-lembaga  ke-Islaman  tersebut tergabung dalam MIAI  (Majelis Islam  ‘Ala Indonesia) yang kemudian berubah namanya menjadi  MASYUMI  (Majelis  Syura  Muslimin  Indonesia)  yang  anggotanya  adalah  para pimpinan institusi-institusi ke-Islaman tersebut.
Dimasa pendudukan Jepang, dilakukan strategi untuk    memecahbelah kesatuan kekuatan  umat  oleh  pemerintahan  Jepang  dengan  membentuk  kementrian  Sumubu (Departemen Agama). Jepang meneruskan strategi yang dilakukan Belanda terhadap umat Islam. Ada seorang Jepang yang faham dengan Islam yaitu Kolonel Huri, ia memotong koordinasi  ulama-ulama  dipusat  dengan  didaerah,  sehingga  ulama-ulama  didesa  yang kurang informasi dan akibatnya membuat umat dapat terbodohi.
Pemerintahan  pendudukan  Jepang  memberikan  fasilitas  untuk  kemerdekaan Indonesia  dengan  membentuk  BPUPKI (Badan  Penyelidik  Usaha-Usaha  Persiapan Kemerdekaan  Indonesia)  dan  dilanjuti  dengan  PPKI (Panitia  Persiapan  Kemerdekaan Indonesia) dan lebih mengerucut lagi menjadi Panitia Sembilan, Panitia ini yang merumuskan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagram Jakarta merupakan konsensus tertinggi untuk menggambarkan adanya keragaman Bangsa Indonesia yang mencari suatu rumusan untuk hidup bersama.Tetapi ada kalimat yang kontropersi dalam piagam ini yaitu penghapusan “7 kata “ lengkapnya kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya yang terletak pada alinea keempat setelah kalimat Negara berdasarkan kepada Ketuhan Yang Maha Esa.



5.      Babak kelima, abad 20 & 21.
Pada babak ini proses da’wah (Islamisasi) di Indonesia mempunyai ciri   terjadinya globalisasi informasi dengan pengaruh-pengaruh gerakan Islam internasional secara efektif yang  akan  membangun kekuatan  Islam  lebih  utuh  yang  meliputi  segala  dimensinya. Sebenarnya kalau saja Indonesia tidak terjajah maka proses Islamisasi di Indonesia akan berlangsung  dengan  damai  karena  bersifat  kultural  dan  membangun  kekuatan  secara struktural.  Hal  ini  karena  awalnya  masuknya  Islam  yang  secara  manusiawi,  dapat membangun martabat masyarakat yang sebagian besar kaum sudra (kelompok struktur masyarakat terendah pada masa kerajaan) dan membangun ekonomi masyarakat. Sejarah membuktikan bahwa kota-kota pelabuhan (pusat perdagangan) yang merupakan kota-kota yang perekonomiannya berkembang baik adalah kota-kota muslim. Dengan kata lain Islam di Indonesia bila tidak terjadi penjajahan akan merupakan wilayah Islam yang terbesar dan terkuat. Walaupun demikian Allah mentakdirkan di Indonesia merupakan jumlah peduduk muslim  terbesar  didunia,  tetapi  masih  menjadi  tanda  tanya  besar  apakah  kualitasnya sebanding dengan kuantitasnya.

Sejarah Islam di Indonesia

Ust. Mustafa Kamal,SS

“ Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran
bagi orang-orang yang berakal…”
(QS Yusuf ayat 111).

Sangat penting mempelajari sejarah da’wah Islam di Indonesia. Sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur’an ayat 111 bahwa mempelajari sejarah terdapat ibrah (pelajaran). Dengan memepelajari sejarah dimasa lampau maka dapat mengambil pelajaran untuk dimasa yang akan datang dibuat perencanaan atau konsep yang lebih baik khususnya untuk da’wah di tanah air kita Indonesia. Sesuai dengan hadist Rasulullah “Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini “.
Bahasa merupakan nilai tertinggi dari suatu peradaban. Suatu bangsa dipengaruhi nilai  tertentu  jika  bahasanya  dipengaruhi  oleh  nilai  tersebut.  Bahasa  Indonesia  banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab (bahasa Qur’an) contohnya kata ibarat yang kata dasarnya dari ibrah ini yang bermakna
pelajaran dan masih banyak lagi bahasa indonesia yang berasal dari bahasa Arab. Ini membuktikan bahwa budaya Indonesia sudahdipengaruhi oleh budaya islami. Sejarah masuknya Islam di Indonesia melalui babak - babak yang penting :

1.      Babak pertama,  abad 7 masehi (abad 1 hijriah).
Pada abad 7 masehi, Islam sudah sampai ke Nusantara. Para Da’i yang datang ke Indonesia berasal dari jazirah Arab yang sudah beradaptasi dengan bangsa India yakni bangsa Gujarat dan ada juga yang telah beradptasi dengan bangsa Cina, dari berbagai arah yakni  dari  jalur  sutera (jalur  perdagangan)  da’wah  mulai  merambah  di  pesisir-pesisir Nusantara.
Sejak awal Islam tidak pernah membeda-bedakan fungsi seseorang untuk berperan sebagai da’i (juru da’wah). Kewajiban berda’wah dalam Islam bukan hanya kasta (golongan) tertentu saja tetapi bagi setiap masyarakat dalam Islam. Sedangkan diagama lain hanya golongan tertentu yang mempunyai otoritas menyebarkan agama yaitu pendeta. Sesuai ungkapan Imam Syahid Hasan Albana “ Nahnu duat qabla kulla sai “ artinya kami adalah da’i sebelum profesi-profesi lainnya.
Sampainya da’wah di Indonesia melalui para pelaut-pelaut atau pedagang-pedagang sambil membawa dagangannya juga membawa akhlak Islami sekaligus memperkenalkan nilai-nilai  yang  Islami.  Masyarakat  ketika  berbenalan  dengan  Islam  terbuka  pikirannya, dimulyakan sebagai manusia dan ini yang membedakan masuknya agama lain sesudah maupun sebelum datangnya Islam. Sebagai contoh masuknya agama Kristen ke Indonesia ini  berbarengan dengan Gold (emas atau kekayaan) dan glory (kejayaan atau kekuasaan) selain Gospel yang merupakan motif penyebaran agama berbarengan dengan penjajahan dan kekuasaan. Sedangkan Islam dengan cara yang damai.
Begitulah Islam pertama-tama disebarkan di Nusantara, dari komunitas-komunitas muslim yang berada di daerah-daerah pesisir berkembang menjadi kota-kota pelabuhan dan perdagangan dan terus berkembang sampai akhirnya menjadi kerajaan-kerajaan Islam dari mulai Aceh sampai Ternata dan Tidore yang merupakan pusat kerajaan Indonesia bagian Timur yang wilayahnya sampai ke Irian jaya.

2.      Babak kedua, abad 13 masehi.
Di abad 13 Masehi berdirilah kerajaan-kerajaan Islam diberbagai penjuru di Nusantara. Yang merupakan moment kebangkitan kekuatan politik umat khususnya didaerah Jawa ketika  kerajaan  Majapahit  berangsur-angsur  turun  kewibawaannya  karena  konflik internal. Hal ini dimanfaatkan oleh Sunan Kalijaga yang membina diwilayah tersebut bersama Raden Fatah yang merupaka keturunan raja-raja Majapahit untuk mendirikan kerajaan Islam pertama di pulau Jawa yaitu kerajaan Demak. Bersamaan dengan itu mulai bermunculan pula kerajaan-kerajaan Islam yang lainnya, walaupun masih bersifat lokal.
Pada abad 13 Masehi ada fenoma yang disebut dengan Wali Songo yaitu ulamaulama yang menyebarkan da’wah di Indonesia. Wali Songo mengembangkan da’wah atau melakukan proses Islamisasinya melalui saluran-saluran:
a)      Perdagangan
b)      Pernikahan
c)      Pendidikan (pesantren)
Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang asli dari akar budaya indonesia, dan juga adopsi dan adaptasi hasanah kebudayaan pra Islam yang tidak keluar dari nilai-nilai Islam yang dapat dimanfaatkan dalam penyebaran Islam. Ini membuktikan Islam sangat menghargai budaya setempat selama tidak bertentangan dengan nilai-niliai Islam.
d)     Seni dan budaya
Saat itu media tontonan yang sangat terkenal pada masyarakat jawa kkhususnya yaitu wayang. Wali Songo menggunakan wayang sebagai media da’wah dengan sebelumnya mewarnai wayang tersebut dengan nilai-nilai Islam. Yang menjadi ciri pengaruh Islam dalam  pewayangan  diajarkannya  egaliterialisme  yaitu  kesamaan  derajat  manusia dihadapan Allah dengan dimasukannya tokoh-tokoh punakawam seperti Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Para Wali juga menggubah lagu-lagu tradisional (daerah) dalam langgam Islami, ini berarti nasyid sudah ada diIndonesia ini sejak jaman para wali. Dalam upacara-upacara adat juga diberikan nilai-nilai Islam.
e)      Tasawwuf
Kenyatan  sejarah  bahwa  ada  tarikat-tarikat  di  Indonesia  yang  menjadi  jaringan penyebaran agama Islam.

3.      Babak ketiga, masa penjajahan Belanda.
Pada abad 17 masehi tepatnya tahun 1601 datanglah kerajaan Hindia Belanda kedaerah Nusantara yang awalnya hanya berdagang tetapi akhirnya menjajah. Belanda datang ke Indonesia dengan kamar dagangnya yakni VOC, semejak itu hampir seluruh wilayah nusantara dijajah oleh Hindia Belanda kecuali Aceh. Saat itu antar kerajaan-kerajaan Islam  di  nusantara  belum  sempat  membentuk  aliansi  atau  kerja  sama.  Hal  ini  yang menyebabkan proses penyebaran da’wah terpotong. Dengan sumuliayatul ( kesempurnaan) Islam yang tidak ada pemisahan antara aspek-aspek kehidupan tertentu dengan yang lainnya,ini   telah diterapkan oleh para Ulama saat itu. Ketika penjajahan datang, mengubah pesantren-pesantren menjadi markas-markas perjuangan, santri-santri (peserta didik pesantren) menjadi jundullah (pasukan Allah) yang siap melawan penjajah sedangkan ulamanya menjadi panglima perangnya. Hampir seluruh wilayah di Indonesia yang melakukan perlawanan terhadap penjajah adalah kaum muslimin beserta ulamanya.
Potensi-potensi tumbuh dan berkembang diabad 13 menjadi kekuatan perlawanan terhadap penjajah. Ini dapat dibuktikan dengan adanya hikayat-hikayat pada masa kerajaankerajaan Islam yang syair-syairnya berisikan perjuangan. Ulama-ulama menggelorakan Jihad melawan kaum kafir yaitu penjajah Belanda. Belanda mengalami kewalahan yang akhirnya menggunakan strategi-strategi:
·         Politik devide et impera, yang pada kenyataannya memecahbelah atau mengadu domba antara kekuatan Ulama dengan adat contohnya perang Padri di Sumatera Barat dan perang Diponegoro di Jawa.
·         Mendatangkan Prof. Dr. Snouk Cristian Hourgonye alias Abdul Gafar seorang Guru Besar keIndonesiaan di Universitas Hindia Belanda juga seorang orientalis yang pernah mempelajari Islam di Mekkah, dia berpendapat agar pemerintahan Belanda membiarkan           umat Islam hanya melakukan ibadah mahdhoh (khusus) dan dilarang berbicara atau sampai melakukan politik praktis. Gagasan tersebut dijalani oleh pemerintahan Belanda            dan salah satunya adalah pembatasan terhadap kaum muslimin yang akan melakukan ibadah Haji karena pada saat itulah terjadi pematangan pejuangan terhadap penjajahan.

4.      Babak keempat, abad 20 masehi
Awal abad 20 masehi, penjajah Belanda mulai melakukan politik etik atau politik balas  budi  yang  sebenarnya  adalah  hanya  membuat  lapisan  masyarakat  yang  dapat membantu mereka dalam pemerintahannya di Indonesia. Politik balas budi memberikan pendidikan  dan  pekerjaan  kepada  bangsa  Indonesia  khususnya  umat  Islam  tetapi sebenarnya tujuannya untuk mensosialkan ilmu-ilmu barat yang jauh dari Al Qur’an dan hadist dan akan dijadikannya boneka-boneka penjajah. Selain itu juga mempersiapkan untuk lapisan  birokrasi  yang  tidak  mungkin  pegang oleh  lagi  oleh  orang-orang  Belanda.Yang mendapat  pendidikanpun  tidak  seluruh  masyarakat  melainkan  hanya  golongan  Priyayi (bangsawan),  karena  itu  yang  pemimpin-pemimpin  pergerakan  adalah  berasalkan  dari golongan bangsawan.
Strategi  perlawanan  terhadap  penjajah  pada  masa  ini  lebih  kepada  bersifat organisasi formal daripada dengan senjata. Berdirilah organisasi Serikat Islam merupakan organisasi  pergerakan  nasional  yang  pertama  di  Indonesia  pada  tahun 1905  yang mempunyai anggota dari kaum rakyat jelata sampai priyayi dan meliputi wilayah yang luas. Tahun 1908 berdirilah Budi Utomo yang bersifat masih bersifat kedaerahan yaitu Jawa, karena itu Serikat Islam dapat disebut organisasi pergerakan Nasional pertama daripada Budi Utomo.
Tokoh  Serikat  Islam  yang  terkenal  yaitu  HOS  Tjokroaminoto  yang  memimpin organisasi tersebut pada usia 25 tahun, seorang kaum priyayi yang karena memegang teguh Islam maka diusir sehingga hanya menjadi rakyat biasa. Ia bekerja sebagai buruh pabrik gula. Ia adalah seorang inspirator utama bagi pergerakan Nasional di Indonesia. Serikat Islam dibawah pimpinannya menjadi suatu kekuatan yang di perhitungkan Belanda. Tokohtokoh Serikat Islam lainnya ialah H. Agus Salim dan Abdul Muis, yang membina para pemuda yang tergabung dalam Young Islamitend Bound yang bersifat nasional, yang berkembang sampai pada sumpah pemuda tahun 1928. Da’wah Islam di Indonesia terus berkembang dalam institusi-institusi seperti lahirnya Nadhatul  Ulama,  Muhammadiyah,  Persis  dll.  Lembaga-lembaga  ke-Islaman  tersebut tergabung dalam MIAI  (Majelis Islam  ‘Ala Indonesia) yang kemudian berubah namanya menjadi  MASYUMI  (Majelis  Syura  Muslimin  Indonesia)  yang  anggotanya  adalah  para pimpinan institusi-institusi ke-Islaman tersebut.
Dimasa pendudukan Jepang, dilakukan strategi untuk    memecahbelah kesatuan kekuatan  umat  oleh  pemerintahan  Jepang  dengan  membentuk  kementrian  Sumubu (Departemen Agama). Jepang meneruskan strategi yang dilakukan Belanda terhadap umat Islam. Ada seorang Jepang yang faham dengan Islam yaitu Kolonel Huri, ia memotong koordinasi  ulama-ulama  dipusat  dengan  didaerah,  sehingga  ulama-ulama  didesa  yang kurang informasi dan akibatnya membuat umat dapat terbodohi.
Pemerintahan  pendudukan  Jepang  memberikan  fasilitas  untuk  kemerdekaan Indonesia  dengan  membentuk  BPUPKI (Badan  Penyelidik  Usaha-Usaha  Persiapan Kemerdekaan  Indonesia)  dan  dilanjuti  dengan  PPKI (Panitia  Persiapan  Kemerdekaan Indonesia) dan lebih mengerucut lagi menjadi Panitia Sembilan, Panitia ini yang merumuskan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagram Jakarta merupakan konsensus tertinggi untuk menggambarkan adanya keragaman Bangsa Indonesia yang mencari suatu rumusan untuk hidup bersama.Tetapi ada kalimat yang kontropersi dalam piagam ini yaitu penghapusan “7 kata “ lengkapnya kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya yang terletak pada alinea keempat setelah kalimat Negara berdasarkan kepada Ketuhan Yang Maha Esa.



5.      Babak kelima, abad 20 & 21.
Pada babak ini proses da’wah (Islamisasi) di Indonesia mempunyai ciri   terjadinya globalisasi informasi dengan pengaruh-pengaruh gerakan Islam internasional secara efektif yang  akan  membangun kekuatan  Islam  lebih  utuh  yang  meliputi  segala  dimensinya. Sebenarnya kalau saja Indonesia tidak terjajah maka proses Islamisasi di Indonesia akan berlangsung  dengan  damai  karena  bersifat  kultural  dan  membangun  kekuatan  secara struktural.  Hal  ini  karena  awalnya  masuknya  Islam  yang  secara  manusiawi,  dapat membangun martabat masyarakat yang sebagian besar kaum sudra (kelompok struktur masyarakat terendah pada masa kerajaan) dan membangun ekonomi masyarakat. Sejarah membuktikan bahwa kota-kota pelabuhan (pusat perdagangan) yang merupakan kota-kota yang perekonomiannya berkembang baik adalah kota-kota muslim. Dengan kata lain Islam di Indonesia bila tidak terjadi penjajahan akan merupakan wilayah Islam yang terbesar dan terkuat. Walaupun demikian Allah mentakdirkan di Indonesia merupakan jumlah peduduk muslim  terbesar  didunia,  tetapi  masih  menjadi  tanda  tanya  besar  apakah  kualitasnya sebanding dengan kuantitasnya.

Sejarah Islam di Indonesia

Ust. Mustafa Kamal,SS

“ Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran
bagi orang-orang yang berakal…”
(QS Yusuf ayat 111).

Sangat penting mempelajari sejarah da’wah Islam di Indonesia. Sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur’an ayat 111 bahwa mempelajari sejarah terdapat ibrah (pelajaran). Dengan memepelajari sejarah dimasa lampau maka dapat mengambil pelajaran untuk dimasa yang akan datang dibuat perencanaan atau konsep yang lebih baik khususnya untuk da’wah di tanah air kita Indonesia. Sesuai dengan hadist Rasulullah “Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini “.
Bahasa merupakan nilai tertinggi dari suatu peradaban. Suatu bangsa dipengaruhi nilai  tertentu  jika  bahasanya  dipengaruhi  oleh  nilai  tersebut.  Bahasa  Indonesia  banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab (bahasa Qur’an) contohnya kata ibarat yang kata dasarnya dari ibrah ini yang bermakna
pelajaran dan masih banyak lagi bahasa indonesia yang berasal dari bahasa Arab. Ini membuktikan bahwa budaya Indonesia sudahdipengaruhi oleh budaya islami. Sejarah masuknya Islam di Indonesia melalui babak - babak yang penting :

1.      Babak pertama,  abad 7 masehi (abad 1 hijriah).
Pada abad 7 masehi, Islam sudah sampai ke Nusantara. Para Da’i yang datang ke Indonesia berasal dari jazirah Arab yang sudah beradaptasi dengan bangsa India yakni bangsa Gujarat dan ada juga yang telah beradptasi dengan bangsa Cina, dari berbagai arah yakni  dari  jalur  sutera (jalur  perdagangan)  da’wah  mulai  merambah  di  pesisir-pesisir Nusantara.
Sejak awal Islam tidak pernah membeda-bedakan fungsi seseorang untuk berperan sebagai da’i (juru da’wah). Kewajiban berda’wah dalam Islam bukan hanya kasta (golongan) tertentu saja tetapi bagi setiap masyarakat dalam Islam. Sedangkan diagama lain hanya golongan tertentu yang mempunyai otoritas menyebarkan agama yaitu pendeta. Sesuai ungkapan Imam Syahid Hasan Albana “ Nahnu duat qabla kulla sai “ artinya kami adalah da’i sebelum profesi-profesi lainnya.
Sampainya da’wah di Indonesia melalui para pelaut-pelaut atau pedagang-pedagang sambil membawa dagangannya juga membawa akhlak Islami sekaligus memperkenalkan nilai-nilai  yang  Islami.  Masyarakat  ketika  berbenalan  dengan  Islam  terbuka  pikirannya, dimulyakan sebagai manusia dan ini yang membedakan masuknya agama lain sesudah maupun sebelum datangnya Islam. Sebagai contoh masuknya agama Kristen ke Indonesia ini  berbarengan dengan Gold (emas atau kekayaan) dan glory (kejayaan atau kekuasaan) selain Gospel yang merupakan motif penyebaran agama berbarengan dengan penjajahan dan kekuasaan. Sedangkan Islam dengan cara yang damai.
Begitulah Islam pertama-tama disebarkan di Nusantara, dari komunitas-komunitas muslim yang berada di daerah-daerah pesisir berkembang menjadi kota-kota pelabuhan dan perdagangan dan terus berkembang sampai akhirnya menjadi kerajaan-kerajaan Islam dari mulai Aceh sampai Ternata dan Tidore yang merupakan pusat kerajaan Indonesia bagian Timur yang wilayahnya sampai ke Irian jaya.

2.      Babak kedua, abad 13 masehi.
Di abad 13 Masehi berdirilah kerajaan-kerajaan Islam diberbagai penjuru di Nusantara. Yang merupakan moment kebangkitan kekuatan politik umat khususnya didaerah Jawa ketika  kerajaan  Majapahit  berangsur-angsur  turun  kewibawaannya  karena  konflik internal. Hal ini dimanfaatkan oleh Sunan Kalijaga yang membina diwilayah tersebut bersama Raden Fatah yang merupaka keturunan raja-raja Majapahit untuk mendirikan kerajaan Islam pertama di pulau Jawa yaitu kerajaan Demak. Bersamaan dengan itu mulai bermunculan pula kerajaan-kerajaan Islam yang lainnya, walaupun masih bersifat lokal.
Pada abad 13 Masehi ada fenoma yang disebut dengan Wali Songo yaitu ulamaulama yang menyebarkan da’wah di Indonesia. Wali Songo mengembangkan da’wah atau melakukan proses Islamisasinya melalui saluran-saluran:
a)      Perdagangan
b)      Pernikahan
c)      Pendidikan (pesantren)
Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang asli dari akar budaya indonesia, dan juga adopsi dan adaptasi hasanah kebudayaan pra Islam yang tidak keluar dari nilai-nilai Islam yang dapat dimanfaatkan dalam penyebaran Islam. Ini membuktikan Islam sangat menghargai budaya setempat selama tidak bertentangan dengan nilai-niliai Islam.
d)     Seni dan budaya
Saat itu media tontonan yang sangat terkenal pada masyarakat jawa kkhususnya yaitu wayang. Wali Songo menggunakan wayang sebagai media da’wah dengan sebelumnya mewarnai wayang tersebut dengan nilai-nilai Islam. Yang menjadi ciri pengaruh Islam dalam  pewayangan  diajarkannya  egaliterialisme  yaitu  kesamaan  derajat  manusia dihadapan Allah dengan dimasukannya tokoh-tokoh punakawam seperti Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Para Wali juga menggubah lagu-lagu tradisional (daerah) dalam langgam Islami, ini berarti nasyid sudah ada diIndonesia ini sejak jaman para wali. Dalam upacara-upacara adat juga diberikan nilai-nilai Islam.
e)      Tasawwuf
Kenyatan  sejarah  bahwa  ada  tarikat-tarikat  di  Indonesia  yang  menjadi  jaringan penyebaran agama Islam.

3.      Babak ketiga, masa penjajahan Belanda.
Pada abad 17 masehi tepatnya tahun 1601 datanglah kerajaan Hindia Belanda kedaerah Nusantara yang awalnya hanya berdagang tetapi akhirnya menjajah. Belanda datang ke Indonesia dengan kamar dagangnya yakni VOC, semejak itu hampir seluruh wilayah nusantara dijajah oleh Hindia Belanda kecuali Aceh. Saat itu antar kerajaan-kerajaan Islam  di  nusantara  belum  sempat  membentuk  aliansi  atau  kerja  sama.  Hal  ini  yang menyebabkan proses penyebaran da’wah terpotong. Dengan sumuliayatul ( kesempurnaan) Islam yang tidak ada pemisahan antara aspek-aspek kehidupan tertentu dengan yang lainnya,ini   telah diterapkan oleh para Ulama saat itu. Ketika penjajahan datang, mengubah pesantren-pesantren menjadi markas-markas perjuangan, santri-santri (peserta didik pesantren) menjadi jundullah (pasukan Allah) yang siap melawan penjajah sedangkan ulamanya menjadi panglima perangnya. Hampir seluruh wilayah di Indonesia yang melakukan perlawanan terhadap penjajah adalah kaum muslimin beserta ulamanya.
Potensi-potensi tumbuh dan berkembang diabad 13 menjadi kekuatan perlawanan terhadap penjajah. Ini dapat dibuktikan dengan adanya hikayat-hikayat pada masa kerajaankerajaan Islam yang syair-syairnya berisikan perjuangan. Ulama-ulama menggelorakan Jihad melawan kaum kafir yaitu penjajah Belanda. Belanda mengalami kewalahan yang akhirnya menggunakan strategi-strategi:
·         Politik devide et impera, yang pada kenyataannya memecahbelah atau mengadu domba antara kekuatan Ulama dengan adat contohnya perang Padri di Sumatera Barat dan perang Diponegoro di Jawa.
·         Mendatangkan Prof. Dr. Snouk Cristian Hourgonye alias Abdul Gafar seorang Guru Besar keIndonesiaan di Universitas Hindia Belanda juga seorang orientalis yang pernah mempelajari Islam di Mekkah, dia berpendapat agar pemerintahan Belanda membiarkan           umat Islam hanya melakukan ibadah mahdhoh (khusus) dan dilarang berbicara atau sampai melakukan politik praktis. Gagasan tersebut dijalani oleh pemerintahan Belanda            dan salah satunya adalah pembatasan terhadap kaum muslimin yang akan melakukan ibadah Haji karena pada saat itulah terjadi pematangan pejuangan terhadap penjajahan.

4.      Babak keempat, abad 20 masehi
Awal abad 20 masehi, penjajah Belanda mulai melakukan politik etik atau politik balas  budi  yang  sebenarnya  adalah  hanya  membuat  lapisan  masyarakat  yang  dapat membantu mereka dalam pemerintahannya di Indonesia. Politik balas budi memberikan pendidikan  dan  pekerjaan  kepada  bangsa  Indonesia  khususnya  umat  Islam  tetapi sebenarnya tujuannya untuk mensosialkan ilmu-ilmu barat yang jauh dari Al Qur’an dan hadist dan akan dijadikannya boneka-boneka penjajah. Selain itu juga mempersiapkan untuk lapisan  birokrasi  yang  tidak  mungkin  pegang oleh  lagi  oleh  orang-orang  Belanda.Yang mendapat  pendidikanpun  tidak  seluruh  masyarakat  melainkan  hanya  golongan  Priyayi (bangsawan),  karena  itu  yang  pemimpin-pemimpin  pergerakan  adalah  berasalkan  dari golongan bangsawan.
Strategi  perlawanan  terhadap  penjajah  pada  masa  ini  lebih  kepada  bersifat organisasi formal daripada dengan senjata. Berdirilah organisasi Serikat Islam merupakan organisasi  pergerakan  nasional  yang  pertama  di  Indonesia  pada  tahun 1905  yang mempunyai anggota dari kaum rakyat jelata sampai priyayi dan meliputi wilayah yang luas. Tahun 1908 berdirilah Budi Utomo yang bersifat masih bersifat kedaerahan yaitu Jawa, karena itu Serikat Islam dapat disebut organisasi pergerakan Nasional pertama daripada Budi Utomo.
Tokoh  Serikat  Islam  yang  terkenal  yaitu  HOS  Tjokroaminoto  yang  memimpin organisasi tersebut pada usia 25 tahun, seorang kaum priyayi yang karena memegang teguh Islam maka diusir sehingga hanya menjadi rakyat biasa. Ia bekerja sebagai buruh pabrik gula. Ia adalah seorang inspirator utama bagi pergerakan Nasional di Indonesia. Serikat Islam dibawah pimpinannya menjadi suatu kekuatan yang di perhitungkan Belanda. Tokohtokoh Serikat Islam lainnya ialah H. Agus Salim dan Abdul Muis, yang membina para pemuda yang tergabung dalam Young Islamitend Bound yang bersifat nasional, yang berkembang sampai pada sumpah pemuda tahun 1928. Da’wah Islam di Indonesia terus berkembang dalam institusi-institusi seperti lahirnya Nadhatul  Ulama,  Muhammadiyah,  Persis  dll.  Lembaga-lembaga  ke-Islaman  tersebut tergabung dalam MIAI  (Majelis Islam  ‘Ala Indonesia) yang kemudian berubah namanya menjadi  MASYUMI  (Majelis  Syura  Muslimin  Indonesia)  yang  anggotanya  adalah  para pimpinan institusi-institusi ke-Islaman tersebut.
Dimasa pendudukan Jepang, dilakukan strategi untuk    memecahbelah kesatuan kekuatan  umat  oleh  pemerintahan  Jepang  dengan  membentuk  kementrian  Sumubu (Departemen Agama). Jepang meneruskan strategi yang dilakukan Belanda terhadap umat Islam. Ada seorang Jepang yang faham dengan Islam yaitu Kolonel Huri, ia memotong koordinasi  ulama-ulama  dipusat  dengan  didaerah,  sehingga  ulama-ulama  didesa  yang kurang informasi dan akibatnya membuat umat dapat terbodohi.
Pemerintahan  pendudukan  Jepang  memberikan  fasilitas  untuk  kemerdekaan Indonesia  dengan  membentuk  BPUPKI (Badan  Penyelidik  Usaha-Usaha  Persiapan Kemerdekaan  Indonesia)  dan  dilanjuti  dengan  PPKI (Panitia  Persiapan  Kemerdekaan Indonesia) dan lebih mengerucut lagi menjadi Panitia Sembilan, Panitia ini yang merumuskan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagram Jakarta merupakan konsensus tertinggi untuk menggambarkan adanya keragaman Bangsa Indonesia yang mencari suatu rumusan untuk hidup bersama.Tetapi ada kalimat yang kontropersi dalam piagam ini yaitu penghapusan “7 kata “ lengkapnya kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya yang terletak pada alinea keempat setelah kalimat Negara berdasarkan kepada Ketuhan Yang Maha Esa.



5.      Babak kelima, abad 20 & 21.
Pada babak ini proses da’wah (Islamisasi) di Indonesia mempunyai ciri   terjadinya globalisasi informasi dengan pengaruh-pengaruh gerakan Islam internasional secara efektif yang  akan  membangun kekuatan  Islam  lebih  utuh  yang  meliputi  segala  dimensinya. Sebenarnya kalau saja Indonesia tidak terjajah maka proses Islamisasi di Indonesia akan berlangsung  dengan  damai  karena  bersifat  kultural  dan  membangun  kekuatan  secara struktural.  Hal  ini  karena  awalnya  masuknya  Islam  yang  secara  manusiawi,  dapat membangun martabat masyarakat yang sebagian besar kaum sudra (kelompok struktur masyarakat terendah pada masa kerajaan) dan membangun ekonomi masyarakat. Sejarah membuktikan bahwa kota-kota pelabuhan (pusat perdagangan) yang merupakan kota-kota yang perekonomiannya berkembang baik adalah kota-kota muslim. Dengan kata lain Islam di Indonesia bila tidak terjadi penjajahan akan merupakan wilayah Islam yang terbesar dan terkuat. Walaupun demikian Allah mentakdirkan di Indonesia merupakan jumlah peduduk muslim  terbesar  didunia,  tetapi  masih  menjadi  tanda  tanya  besar  apakah  kualitasnya sebanding dengan kuantitasnya.

Teori-Teori Tentang Kejahatan dan Penyebabnya

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Kriminologi sebagai ilmu sosial terus mengalami perkembangan dan peningkatan. Perkembangan dan peningkatan ini disebabkan pola kehidupan sosial masyarakat yang terus mengalami perubahan-perubahan dan berbeda antara tempat yang satu dengan yang lainnya serta berbeda pula dari suatu waktu atau jaman tertentu dengan waktu atau jaman yang lain sehingga studi terhadap masalah kejahatan dan penyimpangan juga mengalami perkembangan dan peningkatan dalam melihat, memahami, dan mengkaji permasalahan-permasalahan sosial yang ada di masyarakat dan substansi di dalamnya.
Berbicara tentang teori kriminologi merupakan suatu usaha dalam memahami dan mengungkapkan pelbagai permasalahan tentang kejahatan dan penyimpangan yang ada di dalam masyarakat. Teori-teori kriminologi ini menjadi landasan yang akan menunjukkan arah kepada pengamat atau peneliti dalam menentukan masalah apa yang akan diteliti dan dicari solusinya.
B.  Rumusan Masalah
C.  Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan, khususnya bagi pemakalah sendiri dan umumnya bagi teman-teman semua, untuk mengetahui teori-teori tentang kejahatan dan faktor-faktor penyebab kejahatan.
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI-TEORI TENTANG KEJAHATAN DAN PENYEBABNYA

Tujuan-tujuan pembentukan suatu teori kriminologi pada pokoknya adalah:
v Memberikan suatu kerangka konseptual untuk membantu pengamatan yang cermat serta deskripsimengenai kejahatandan reaksi sosialterhadap kejahatan.
v Merumuskan suatu sistem sistem postulat-postulat dasar yang dapat menjelaskan kejahatan serta reaksi sosial.
v Menegakkan suatu dasar pengetahuan dan metode agar dalam kondisi-kondisi tertentu memungkinkan pengendalian atas kejahatan srta reaksi sosial.
v Membentuk suatu konsepsi kerja peradiloan pidana.
Secara krimonologis, kejahatan dan perilaku menyimpang dapat dijelaskan sebagai hasil bekerjanya faktor-faktor sosio kultural, faktor-faktor interaksi, faktor-faktor pencetus dan faktor-faktor reaksi sosial.
Beberapa teori yang membahas peranan dari faktor-faktor itu sebagai faktor-faktor yang melatarbelakangi kejahatan dan membentuk karir kriminal.
Didalam kriminilogi terdapat sejumlah teori yang dapat dimasukkan kedalam kelompok teori yang menekankan peranan penting faktor-faktor sosio-kultural dalam membahas kejahatan dan perilaku menyimpang, antara lain teori kejahatan dan kondisi ekonomi, teori anomi, teori-teori sub kebudayaan, teori-teori konflik dan sebagainya. Beberapa teori penting yakni :
a)    Teori “differential opportunity structure”
Teori yang dikembangkan oleh Richard A. Cloward dan Lloyd E. Ohlin ini mengetengahkan beberapa postulat yakni:
v  Delikuensi adalah suatu aktivitas dengan tujuan yang pasti: meraih kekayaan cara-cara yang tidak sah.
v   Sub kebudayaan delikuensi terbentuk apabila terdapat kesenjangan antara tujuan-tujuan yang dikehendaki secara kultural diantara kaum muda golongan (lapisan) bawah dengan kesempatan-kesempatan yang terbatas dalam mencapai tujuan-tujuan ini melalui cara-cara yang sah.
v   Jenis-jenis sub-kebudayaan delikuen berkembang dalam hubungannya dengan perbedaan cara-cara yang tidak sah untuk mencapai tujuan. Jenis-jenis sub kebudayaan itu ialah:
Ø Sub kebudayaan konflik yang terdapat dalam lingkungan sosial yang mengalami disorganisasi serta ketidakstabilan. Pada lingkungan ini juga terdapat kesulitan-kesulitan dalam mencapai integrasi sosial, oleh karena seringkali para warga masyarakat memecahkan masalah “frustasi status” melalui cara-cara kekerasan.
Ø Sub kebudayaan kriminal yang terdapat dalam lingkungan sosial dengan ciri sebagian besar warganya berpendapatan rendah dan angka laju tinggi.
Ø Sub kebudayaan pengunduran diri
b)   Teori mengenai “krisis ekonomi dan kejahatan”
Berbagai jenis situasi gangguan ekonomi dikaji dalam bagian-bagian yang terpisah: krisis-krisis yang parah termasuk yang disebabkan bencana alam, krisis gradual dan siklikal yang tercermindalam inflasi, resesi dan mis-employment, kekurangan bahan dan tekanan-tekanan ekonomi yang kronis.
Istilah krisis yang dimaksudkan adalah suatu konsep umum yang tidak hanya menyangkut disfungsi ekonomi dari suatu jenis resesi, terlepas dari apakah ada atau tidak inflasi yang memperburuk keadaan tetapi juga krisis-krisis tertentu dan krisis lokal yang mungkin terjadi akibat bencana alam, krisis yang disebabkan oleh ketidakmampuan suatu masyarakat dalam “take off” ke era industri dan krisis yang melekat pada salah urus dalam bidang politik ekonomi.
Beberapa kesimpulan yang diperoleh dari diskusi-diskusi antara lain:
Pertama, pertumbuhan ekonomi berkorelasi secara positif, berbeda-beda dengan angka laju yang tinggi dari sebagian besar kategori kejahatan-kejahatan yang dilaporkan.
Kedua, melalui pengukuran indikator-indikator ekonomi pada tingkat mikro yang tercermin dalam pengangguran, kelesuan bisnis serta hilangnya daya beli dapat ditandai adanya peningkatan yang tajam dari sebagian besar kategori kejahatan yang dilaporkan.
Ketiga, tenggang waktu antara fluktuasi ekonomi dan peningkatan angka laju kejahatan berbeda-bedab sesuai dengan jenisnya, masyarakat dan waktu.
Keempat, kejahatan-kejahatan” primer” yaitu kejahatan yang secara langsung berhubungan dengan disfungsi ekonomi berkorelasi dengan kecenderungan dan terutama dikondisikan oleh kebutuhan-kebutuhan konkrit serta harapan-harapan yang mengalami frustasi. Diantara kejahatan atau perilaku menyimpang lain yang meningkat adalah :
Ø Kejahatan-kejahatan ekonomi, yakni penadahan dan penipuan konsumen.
Ø Pelanggaran norma non-kriminal.
Ø Pelanggaran-pelanggaran lain, seperti: alkoholisme.
Kelima, seringkali masalah yang paling serius dihadapi adalah gejala kejahatan “sekunder” yang terjadi apabila kejahatan “primer” yang berkaitan dengan krisis tidak terkendali atau diampuni (misalnya dalam hal penyalahgunaan hukuman) atau ditindak dan dihukum dengan kekerasan yang berlebihan. Dalam hal terakhir, karir penjahat individual lebih diperkuat dan kejahatan-kejahatan yang berkaitan dengan krisis semakin memperoleh dorongan.
Secara teoritik M. Harvey Brenner mengidentifikasi beberapa pandangan yang berbeda mengenai latar belakang kejahatan dalam hubungannya dengan pengaruh langsung ekonomi terhadap kejehatan, yakni:
Ø Penurunan pendapatan nasional dan lapangan kerja akan menimbulkan kegiatan-kegiatan industri ilegal.
Ø Terdapatnya bentuk-bentuk “innofasi” sebagai akibat kesenjangan antara nilai-nilai atau tujuan-tujuan sosial dengan sarana-sarana sosio-struktural untuk mencapainya. Dalam masa kemunduran ekonomi, banyak warga masyarakat yang kurang mempunyai kesempatan mencapai tujuan-tujuan sosial dan menjadi “innovator” potensial yang cenderung mengambil bentuk pelanggaran hukum.
Ø Perkembangan karir kejahatan dapat terjadi sebagai akibat tersumbatnya kesempatan dalam sektor-sektor ekonomi yang sah.
Ø Pada beberapa tipe kepribadian tertentu, krisis ekonomi akan menimbulkan frustasi oleh karena adanya hambatan atau ancaman terhadap pencapaian cita-cita dan harapan yang pada gilirannya menjelma dalam bentuk-bentuk perilaku agresif.
Ø Pada kelompok-kelompok tertentu yang mengalami tekanan ekonomi terhadap kemungkinan besar bagi berkembangnya sub kebudayaan delinkuen.
Ø Sebagai akibat krisis ekonomi yang menimbulkan pengangguran, sejumlah warga masyarakat yang menganggur dan kehilangan penghasilannya cenderung untuk menggabungkan diri dengan teman-teman yang menjadi pengangguran pula dan dengan begitu lebih memungkinkan dirancang dan dilakukannya suatu kejahatan.   
c)    Teori-teori “kriminologi baru” atau “kriminologi kritis”
William J. Chambliss secara khusus membahas tentang isi dan bekerjanya hukum pidana, konsekuensi kejahatan bagi masyarakat dan sebab musabab kejahatan.
Tentang latar belakang kejahataan, Chambliss mengemukakan bahwa kejahatan berasal dari orang-orang yang bertindak secara rasional sesuai dengan posisi klasnya. Kejahatan adalah suatu reaksi atas kondisi kehidupan klas seseorang dan senantiasa berbeda-beda tergantung pada struktur-struktur politik dan ekonomi masyarakat.
Masih dalam kerangka penjelasan bekerjanya faktor-faktor sosio-kultural, Richard Quinney mengetengahkan teori tentang realitas sosial kejahatan sebagai berikut:
Ø Kejahatan adalah suatu defenisi hukum yang diciptakan oleh alat-alat klas dominan didalam masyarakat yang secara politis terorganisasi.
Ø Definisi-defenisi kejahatan terdiri dari perilaku-perilaku yang bertentangan dengan kepentingan-kepentingan klas dominan.
Ø Defenisi-defenisi kejahatan diterapkan oleh klas yang mempunyai kekuasaan untuk menegakkan dan melaksanakan hukum pidana.
Ø Pola-pola perilaku dibangun dalam hubungannya dengan rumusan-rumusan kejahatan dan dalam konteks ini orang terlibat dalam tindakan-tindakan yang relatif mempunyai kemungkinan untuk dirumuskan sebagai kejahatan.
Ø Idiologi tentang kejahatan dibentuk dan disebarluaskan oleh klas dominan untuk memelihara hegemoninya.
Ø Realitas sosial kejahatan dibentuk oleh perumusan dan penerapan defenisi-defenisi kejahatan, perkembangan pola-pola perilaku dalam kaitannya dengan defenisi ini.
2.    Teori-Teori yang Membahas Faktor-Faktor Interaksi
a)    Teori “Transmissi kebudayaan”
Pada wilayah-wilayah berstatus ekonomi tinggi dengan angka laju delikuensi rendah, umumnya terdapat suatu persamaan dalam sikap para penghuninya terhadap nilai-nilai konvensional dan terutama sikap-sikap yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. Hal ini tergambar dengan adanya kebulatan pendapat praktis mengenai kehendak akan pendidikan dan aktivitas-aktivitas pada waktu luang yang konstruktif serta tekanan terhadap anak untuk tetap melakukan aktivitas-aktivitas konvensional. Dalam daerah-daerah tersebut juga terdapat rintangan-rintangan yang dilakukan oleh masyarakat setempat terhadap perilaku yang merugikan nilai-nilai konvensional.
Itu tidaklah berarti bahwa setiap kegiatan yang melibatkan anggota-anggota masyarakat adalah kegiatan yang tunduk kepada hukum. Tetapi karena setiap usaha untuk melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan hukum akan ditentang oleh dalam wilayah tersebut, anak-anak yang tinggal dalam masyarakat dengan angka rataa-rata kejahatan yang rendah, secara keseluruhan akan dihalangi oleh kontak langsung dengan bentuk-bentuk perilaku menyimpang.
Lebih jauh, pada wilayah-wilayah yang dihuni oleh klas menengah dan wilayah-wilayah dengan status ekonomi tinggi, persamaan dalam sikap-sikap dan nilai-nilai dalam hal sosial kontroltercermin dalam pranata-pranata dan persekutuan-persekutuan sukarela yang bertujuan untuk mengekalkan dan melindungi nilai-nilai ini.
Kebalikannya, pada wilayah-wilayah dengan status ekonomi yang rendah yang berangka delikuensi tinggi ditandai dengan perbedaan yang luas dalam norma-norma dan standar-standar perilaku.
Dua sistem kegiatan ekonomi yang saling bertentangan memperlihatkan secara kasar kesempatan-kesempatan yang sama bagi para pekerja serta peningkatan taraf kehidupan. Bukti keberhasilan dalam dunia penjahat ditunjukkan oleh penampilan penjahat-penjahat dewasa yang pakaian dan kendaraannya memperlihatkan bahwa mereka makmur dalam bidang yang dipilihnya. Nilai-nilai yang salah dan resiko-resiko besar yang ditanggung tak jelas nampak bagi orang yang berusia muda.
b)   Teori “differential association”
Teori ini pada pokoknya mengetengahkan suatu penjelasan sistematik mengenai penerimaan pola-pola kejahatan. Kejahatan dipelajari melalui interaksi dengan orang-orang lain dalam kelompok-kelompok pribadi yang intim. Proses belajar itu menyangkut teknik-teknik untuk melakukan kejahatan serta motif-motif, dorongan-dorongan, sikap-sikap dan pembenaran-pembenaran yang mendukung dilakukannya kejahatan.
Postulat-postulat yang dikemukakan oleh Edwin H. Sutherland dan Donald Cressey dalam kerangka teori “differential association” ini adalah sebagai berikut:
Ø Kejahatan di pejajari, secara negatif ini berarti bahwa kejahatan tidak diwariskan.
Ø Kejahatan di pelajari dalam interaksi dengan orang-orang lain melalui proses komunikasi.
Ø Proses belajar kejahatan meliputi:
·      Teknik-teknik untuk melakukan kejahatan yang kadangkala sangat rumit dan kadang-kadang sangat sederhana.
·      Arah, motif, dorongan, pembenaran dan sikap-sikap.
Ø Arah khusus motif dan dorongan dipelajari dari defenisi-defenisi tentang menguntungkan atau tidaknya aturan-aturan hukum.
Ø Seseorang menjadi delikuen oleh karena ia lebih mempunyai defenisi yang mendukung pelanggaran hukum dibandingkan dengan defenisi-defenisi yang tidak mendukung pelanggaran hukum.
Ø Pengelompokkan yang berbeda-beda mungkin beraneka raganm dalam frekuensi, lamanya, perioritas dan intensitasnya.
Ø Proses belajar kejahatan melalui pengelompokkan dengan pola-pola kejahatan atau anti kejahatn menyangkut semua mekanisme terdapat dalam proses belajar apa pun.
Ø Walaupun kejahatan merupakan pencerminan kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai umum, akan tetapi tidak dijelaskan oleh kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai tersebut, oleh karena perilaku yang bukan kejahatan pun merupakan pencerminan nilai-nilai dan kebutuhan-kebutuhan yang sama.
Teori-teori lain yang menekankan pada peranan faktor-faktor interaksi, antara lain adalah teori Daniel Claser mengenai “differential identification and anticipation” yang pada pokoknya menekankan bahwa seseorang menjadi jahat tidak hanya oleh keterlibatannya secara langsung dengan penjahat-penjahat, meleinkan juga dengan mengacau pada eksistensi kriminal mereka.
3.    Teori-Teori tentang Faktor Pencetus
Yang dimaksudkan dengan faktor-faktor pencetus disini dapat berupa peranan korban dalam situasi-situasi terjadinya kejahatan maupun tekanan-tekanan situasional yang dialami pelaku kejahatan.
Menurut Shepard, dalam studi-studi tentang kejahatan kekerasan terungkap betapa korban sangat acap memainkan peranan kunci dalam interaksi kekerasan, bahkan tak jarang memprovokasi orang lain atau mencetuskan saling balas dengan kekerasan yang pada akhirnya berakibat luka atau kematian.
Hubungan-hubungan sosial korban dalam kejahatan kekerasan, terutama dalam pembunuhan yang memperlihatkan tingginya angka victim precipitated kriminal homicide, menunjukkan korban merupakan bagian integral dalam situasi-situasi terjadinya kejahatan dengan kekerasan.
Faktor lain adalah tekanan situasional yang dapat merupakan faktor pencetus berlangsungnya kejahatan, termasuk kedalamnya proses pengambilan resiko. Menurut Don C. Gibbons termasuk kelompok faktor-faktor pencetus ini adalah sikap-sikap dan motivasi-motivasi kriminal, dan pola-pola kepribadian lain.
4.    Teori-Teori tentang Faktor Reaksi Sosial
Kejahatan atau perilaku menyimpang dapat pula dijelaskan melalui suatu pendekatan sosiogenik dalam kriminologi yang menekankan pada aspek-aspek prosesual dari terjadi dan berlangsungnya penyimpangan terutama dalam hubungannya dengan reaksi sosial.
Dari sudut pandang ini, perilaku menyimpang adalah akibat penilaian sosial yang ditujukan pada seseorang.
Salah satu teori yang dikenal didalam kriminologi yang juga mencoba menjelaskan kejahatan dari perspektif reaksi sosial adalah teori yang dikemukakan oleh Edwin Lemert. Lemert menguraikan tentang proses-proses seseorang diasingkan sebagai pelaku penyimpangan dan akibatnya karir kehidupannya terorganisasikan atau terbentuk secara pribadi disekitar status-statussebagai pelaku penyimpangan.
Beberapa teori mengenai kejahatan menurut Kartini Kartono dalam bukunya “patologi sosial” yaitu:
1.    Teori Teologis
Menyatakan kriminalitas sebagai perbuatan dosa yang jahat sifatnya. Setiap orang  normal bisa melakukan kejahatan sebab didorong oleh roh-roh jahat dan godaan setan/ iblis atau nafsu-nafsu durjana angkara.dan melanggar kehendak Tuhan. Dalam keadaan setengah atau tidak sadar karena terbujuk oleh godaan iblis , orang baik-baik bisa menyalahi perintah-perintah Tuhan dan melakukan kejahatan. Maka, barang siapa melanggar Perintah Tuhan, dia harus mendapatkan hukuman sebagai penebus dosa-dosanya.
2.    Teori Filsafat tentang Manusia (Antropologi dan Transendental)
Menyebutkan adanya dialektika antara pribadi / personal jasmani dan pribadi rohani. Personal rohani disebut pula sebagai JIV atau jiwa, yang berarti “lembaga kehidupan” atau “daya hidup”. Jiwa ini merupakan prinsip keselesaian dan kesempurnaan, dan sifatnya baik, sempurna serta abadi, tidak ada yang perlu diperbaiki lagi. Oleh karena itu, jiwa mendorong manusia kepada perbuatan-perbuatan yang baik dan susila. Mengarahkan manusia pada usaha transedensi diri dan konstruksi diri.
Jasmani menusia itu merupakan prinsip ketidakselesaian atau perubahan dan sifatnya tidak sempurna. Prinsip ketidakselesain mengarahkan manusia pada destruksi, kerusakan, kemusnahan,  dan kejahatan.
Kecenderungan mengarahkan pada kebinasaan dan kejahatan ini disebut sebagai kecenderungan menggelinding ke bawah, yang berlangsung dengan mudah atau otomatis. Sedangkan aktivitas manusia menuju pada konstruksi diri dan transendensi diri, melakukan perbuatan-perbuatan mulia dan luhur, benar-benar merupakan usaha yang pelik dan berat dan setiap saat harus diperjuangkan secara gigih, agar orang tidak terseret kebawah melakukan kejahatan.  
3.    Teori Kemauan Bebas (Free Will)
Menyatakan bahwa manusia itu bisa bebas menurut kemauannya. Dengan kemauan bebas dia berhak menentukan pilihan dan sikapnya. Untuk menjamin agar setiap perbuatan berdasarkan kemauan bebas itu cocok dengan keinginan masyarakat maka manusia harus diatur dan ditekan yaitu dengan: hukum, norma-norma sosial dan pendidikan. Hukum dan hukuman biasanya disertai ancaman-ancaman pidana yang menakutkan, agar manusia merasa ngeri dan takut berbuat kejahatan dan tidak menyimpang dari pola kehidupan normal.
Teori kemauan bebas ini tidak menyebutkan roh-roh jahat sebagai sebab musabab kejahatan. Akan tetapi, sebab kejahatan adalah kemauan manusia itu sendiri. Jika dia dengan sadar benar berkeinginan melakukan perbuatan durjana, maka tidak ada seorang pun, tidak satu deawapun, bahkan tidak juga Tuhan dan sebuah kitab suci pun bisa melarang perbuatan kriminalnya. Orang-orang jahat yang selalu melakukan tindak durjana, bikin onar, dan kesengsaraan pada orang lain itu perlu ditindak, dihukum dan dididik kembali oleh masyarakat.
4.    Teori Penyakit Jiwa
Menyebutkan adanya kelainan-kelainan yang bersifat psikis, sehingga individu yang berkelainan individu sering melakukan kejahatan-kejahatan. Penyakit jiwa tersebut berupa psikopat dan defek moral.
Tingkah laku dan relasi sosialnya selalu asosial, eksentrik (kegilaan), kurang memiliki kesadaran sosial dan intelegensia sosial. Mereka amat fanatikdan sangat egoistik, juga selalu menentang norma lingkungan dan norma etis.sikapnya aneh-aneh, sering berbuat kasar,  kurang ajar, dan ganas buas terhadap siapa pun tanpa suatu sebab. Sikapnya senantiasa menyakiti hati orang lain dan seringkali bertinglkah laku kriminal.
Kelemahan dan kegagalannya terutama ialah: dia tidak memiliki kemampuan untuk mengenal, memahami, mengendalikan, dan mengatur laku yang salah dan jahat. Sehingga sering melekukan kekerasan, penyerangan dan kejahatan.
Banyak orang yang defekt moral memiliki simpton-simpton psikotis, khususnya berupa penyimpangan dalam relasi kemanusiaan. Sikapnya dingin beku, tanpa afeksi atau perasaan.
Pada umumnya, bentuk tubuh penjahat-penjahat habitual dan residivis-residivis itu lebih kecil dari pada tubuh orang normal. Berat badannya juga lebih kurang daripada bobot orang dewasa pada umumnya.
5.    Teori Fa’al Tubuh (Fisiologis)
Teori ini menyebutkan sumber kejahatan adalah ciri-ciri jasmani dan bentuk-bentuk jasmaninya. Yaitu pada bentuk tengkorak, wajah, dahi, hidung, mata, rahang, telinga, leher, lengan, tangan, jari-jari, kaki, dan anggota badan lainnya. Semua ciri fisik itu mengkonstituasikan kepribadian seseorang dengan kecenderungan-kecenderungan kriminal.
Pada umumnya, penjahat-penjahat sadis itu mempunyai ciri-ciri jasmani khusus dan mereka itu dikelompokkan tipe kriminal. Kebanyakan dari para kriminal itu mengidap penyakit ayan/ epilepsi sejak lahir. Ringkasnya, sebab musabab kejahatan-kejahatan itu terletak pada konstitusi jasmani yang mempengaruhi kehidupan jiwani, yang sudah ada sejak lahir.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berbicara tentang teori kriminologi merupakan suatu usaha dalam memahami dan mengungkapkan pelbagai permasalahan tentang kejahatan dan penyimpangan yang ada di dalam masyarakat. Teori-teori kriminologi ini menjadi landasan yang akan menunjukkan arah kepada pengamat atau peneliti dalam menentukan masalah apa yang akan diteliti dan dicari solusinya.
Secara krimonologis, kejahatan dan perilaku menyimpang dapat dijelaskan sebagai hasil bekerjanya faktor-faktor sosio kultural, faktor-faktor interaksi, faktor-faktor pencetus dan faktor-faktor reaksi sosial. Beberapa teori yang membahas peranan dari faktor-faktor itu sebagai faktor-faktor yang melatarbelakangi kejahatan dan membentuk karir kriminal.
1)   Teori-Teori yang Membahas Peranan Faktor-Faktor Sosio-Kultural
Ø    Teori “differential opportunity strukture”
Ø    Teori mengenai “krisis ekonomi dan kejahatan”
Ø    Teori-teori “kriminologi baru” atau “kriminologi krisis”
2)   Teori-teori yang membahas faktor-faktor interaksi
Ø Teori “transmissi kebudayaan
Ø Teori “differential association”
3)   Teori-teori tentang faktor pencetus
4)   Teori tentang faktor reaksi sosial
Beberapa teori mengenai kejahatan menurut kartini kartono dalam bukunya patologi sosial: Teori teologis, Teori filsafat tentang manusia, Teori kemauan bebas ,Teori  penyakit jiwa dan teori fa’al tubuh.

Manaqib KH. Basyirun Ali, Pendiri Pondok Pesantren Nurul Jannah Banjarmasin

  Manaqib Syekh KH. Basyirun Ali, Pendiri Pondok Pesantren Nurul Jannah Banjarmasin Penulis Arif Riduan, S.Sos.I Alumni ponpes Nurul Janna...