Kamis, 13 Oktober 2016

Bawah Tanah


PENULIS
Akhir-akhir ini aku bertemu dengan berbagai kalangan. Mulai dari pejabat sampai kaum melarat, ada kalangan intelek sampai pembuat perahu getek. Diantara sekian banyak orang tersebut, ada yang ingin aku ceritakan dalam tulisan kali ini. Ia adalah Rian, Faky, Karim, Awab, Haris, Iqbal dan Ari.

Enam orang pemuda yang usianya kira-kira sudah menginjak dua puluh tahunan. Mereka unik, kenapa ? sebab mereka tidak unik. Mereka orang-orang yang luar biasa, sebab ? mereka bukan siapa-siapa. Tapi mereka berani berbuat dan berani tertanggungjawab. Yah, setidaknya mereka lebih baik dari para oknum parpol yang hanya bisa berbuat tetapi tidak bisa bertanggungjawab. Asaloleh !!!

Baiklah, aku akan menceritakan para sepuh tersebut. Pertama Rian, atau dikenal dengan nama Hasmi Rian Ahmada. Jangan salah ya, Rian Ahmada bukan Rian Armada. Kalau kamu salah panggila namanya, ia akan marah. Bukan karena kehormatan nama yang ia miliki, tetapi karena tambahan kata Armada akan mengingatkan ia pada gerakan Mahasiswa Fakultas Dakwah yang dibentuk oleh Dewan Mahasiswa dizaman dia (2016). Tidak banyak yang aku tahu tentang Rian, selain dia berasal dari Pelaihari dan lama sekolah di pulau Jawa (Ponpes Dal-Wa) lalu kuliah di Banjarmasin, anak yang sangat menyangi keluarganya dan selalu pulang pada kisaran hari sabtu dan minggu.

Lelaki dengan kuda besi Mio Soul GT pabrikan Yamaha Morot ini merupakan kunci awal pertemuanku dengan lima orang kawannya. Mulanya, aku hanya kenal mereka dikampus sebagai angkatan 2014 di Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Mereka sering nongkrong bareng dengan senioran di kampus dan aktif diberbagai kegiatan, salah satunya Futsal.
Perbincangan eksklusif itu dimulai kala Rian bercerita tentang latar belakang beberapa remaja disekitaran kostnya, yang kebetulan ia bawa kegedung Futsal di IAIN Antasari pada sabtu siang minggu ketiga bulan Juli 2016 lalu.

Ia mengatakan bahwa ada seorang mualaf diantara ramaja tersebut, bahkan ada seorang Tionghoa di sana. Namanya Tias dan Dodo. Tias sudah tiga tahun memeluk agama Islam, dan sekarang aktif dalam berbagai kegiatan di mushalla dekat kost Rian. Begitu juga Dodo yang masih Tionghoa, bahkan Dodo juga ikut saat tadarusan Al-Qur’an ramadhan kemarin, serta beberapa kegiatan Keagamaan lainnya.

Cerita itu menarik perhatianku, aku kemudian memutuskan untuk mengenal para da’i muda ini lebih jauh. Bagaimana mereka menjadi komunikator yang evektif bagi sekitarnya, sehingga banyak remaja-remaja sekolah yang bergabung dengan mereka. Kemudian, Sang Da’i Under Ground, Karim Ben Zema, begitu aku menyebutnya. Naman lengkapnya adalah Abdul Karim, keliharan Kalimantan Tengah, Kota Pluk Caho. Pemuda dengan skill penggerak hati massa ini adalah seorang anak dari keluarga yang punya ketotalitas-an dalam hidup yang benar. Ibunya sering jadi objek ceritanya, ia bahkan sangat mengagumi keteguhan hati malaikatnya tersebut.

Salah satu aksi heroik yang pernah ia lakukan dan kebetulan aku ketahui adalah saat perayaan hari kemerdekaan tahun 2015 silam. Ia berhasil menggerakkan belasan pemuda tanpa status sosial di desanya untuk melakukan kegiatan perayaan pesta rakyat yang penuh arti tersebut. Padahal, hampir seluruh aparat desa disana fakum dalam bertindak, pemakan gajih buta, dan bisu dalam bersuara.

Menyatukan beragam keegoisan petinggi desa dan adat, membuat namanya dikenal banyak kalangan. Tetapi satu hal yang unik saat ia menutup evaluasi kegiatan itu, “tahulah buhan ikam apa tujuanku mengumpulkan buhan ikam ni. Satu, aku handak membuktiikan bahwa buhan ikam itu bisa beolah kegiatan apapun asal bersatu. Dan Kedua, aku handak duitnya narai”. Aku langsung tertawa kala menyimak ceritaya tersebut. “Da’i ababil” ketusku.

Setidaknya Karim berhasil membuktikan kelasnya sebagai seorang da’i tanpa ia tahu bahwa ia seorang da’i. Laksana seorang wali yang tidak mengatahui ia seorang wali, atau justru sebaliknya. Seorang mafia yang merasa dirinya baik-baik saja. Itulah, Karim.
Ketiga, Ari. Namanya mencuat dipikiranku saat hendak mengingat-ngingat seseorang yang sering unjuk gigi kemampuan bermain musik. Pemuda yang sekarang mengeyam pendidikan di Fakultas Ushuluddin dan Humaniora IAIN Antasari ini merupaka manusia dengan tipikal ikan gabus. Keilmuannya sering tampak jelas dari tuturkata dan sumber rujukan diskusinya, bahkan Ari ini paling mudah dikenali di antara semua anggota laskar da’wah ini, yakni dalil-dalil sebagai titik tolak keilmuannya.

Tidak banyak catatan yang aku dapat tentang Ari, selain ia merupakan mahasiswa yang berbeda Fakultas, juga karena Ari banyak kegiatan pengajian diluar. Akan tetapi, Ari bisa menjadi rujukan Da’i Fiqih terbaik dimasa akan mendatang. Setidaknya itulah yang aku harapkan...!

Keempat, The King of Wisdom. Raja kebijakan sosial dalam gerakan kepemudaan. Namanya adalah Haris, ketua geng motor daerah Kelayan dan Pekauman serta besar di Kota Tambang, Batulicin. Haris memang punya kehidupan glamor, namun ia adalah pemuda yang memegang teguh nilai keberagamaan.

Memilih kelasnya sendiri, Haris berkembang menjadi pemuda yang penuh kepekaan sosial. Turun setiap minggu kejalanan guna bagi-bagi sembako atau sekedar berbagi senyum kebahagiaan bersama kalangan bawah. Semua itu bukan semata-mata ia jalani untuk kesenangan dirinya sendiri. Namun, menjadi bagian da’wak bil hal-nya guna memberi contoh bagi generasi sosialita bahwa tanpa kaum papa, mereka bukanlah siapa-siapa.
Haris dan teman-temannya kini berhasil mengembangkan jaringan keberbagai perusahaan perwakilan daerah untuk mobil pabrikan, baik Toyota sampai Daihatshu. Dari empat puluh dua anggota klup motornya, 17 diantaranya kini menjadi freestyler yang sering naik podium perlombaan. Mereka kian terkenal.



Kelima, Abdul Wahab. Calon komandan resimen mahasiswa IAIN Antasari tahun depan. He he.. ya itulah Awab, atau kerap disafa Maha Awab atau kai. Lelaki yang tigginya sekitaran 170 cm ini adalah anggota Resimen Mahasiswa Mahanata. Hobby adalah Pus Up, dan berkulit kuning bangsat, eh langsat.

Awab ini termasuk kader yang peduli pada perubahan dan konsisten pada proses perubahan itu, kelak aku yakin Awab adalah penjaga keadilan yang hebat dan berpengaruh bagi masyarajat disekitarnya. Aamiin ya Allah (Penuh Harap).

Tak hanya konsisten, ia juga memiliki keteguhan mental. Bagaimana tidak, saat baru-baru ini kakeknya meninggal. Awab dengan tenang menjawa pertanyaanku, kala aku tanya mau kemana. “aku mau ke Nagara (HSS) malam ini juga Bang, Kakekku barusan meninggal dunia” ucapnya tenang. Mungkin karena ia mengenyam pendidikan di militer, entah lah.
Keenam, Iqbal al-Binjui. Yah, ia mahasiswa asal desa Binjui Kec. Halong, Kab. Balangan dan kini menjadi penggiat dunia kepenulisan di lembaga Pers Mahasiswa LPM SUKMA (institut) dan LPM Panda (fakultas). Meski sering jadi bahan bulian seperti Awab, Iqbal berpotensi dalam kerja tim. Hanya mungkin iya perlu wawasan dan reflek yang lebih tinggi lagi.

Bisa dibilang kemampuan Iqbal adalah tidak punya kemampuan itu sendiri, berangkat dari kemampuan bahasa yang lemah, ia terus belajar selama lima semester ini. Buktinya sekarang ia terus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam berbincang dikeseharian. Mungkin berkat kemampuanya itulah, ia terus belajar lebih-lebih dan lebih lagi. Tak terasa, purnama kian sering muncul selama 2 tahun pembelajarannya. Kini, dengan adanya Iqbal, lengkaplah sudah Tim Khusus One Pice ini.

Ke tujuh, Pembuli terbaik dan pemegang rekor muri bulian paling cerdas dalam permainan kosa kata. Ia adalah Rizky, atau kerap disapa Faky (kata lain dari Fuck You). Sama persis seperti Awab konsisten dalam proses perubahan. Namun, Faky lebih berpotensi dalam Jok-jok uniknya. Ia bahkan tak segan mengartikan nama seorang ustadz dengan sesuka hati didepan Ustadz itu sendiri. Fuck You,,,!

Faky mungkin adalah seorang sufi lefel Abu Nawas, atau selaras dengan Nasruddin Hojjha (Sufi Abad Pertengahan), yang dimana mereka tak pernah memandang status keduniaan sebagai pakaian kebanggaan. Bahkan sekelas Ustadz saja menjadi ojek jok-jok nyetriknya.
Kalau Iqbal adalah pelengkap Tim ini, maka Faky adalah penyempurna basis gerakan da’wah bil hal ini. Ada sang Fasilitator (Rian), Koordinator Massa (Karim), Analisator SDA dan SDM (Haris), Sufi Komika (Faky), Ahli Fiqih (Ari), Koordinator Medan Dakwah (Iqbal dan Awab).
Semoga ini bukan mimpiku di siang bolong. Huahhhhhh, aku mulai ngantuk bung... Tut..tut..tut.. (sinyal hilang)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Manaqib KH. Basyirun Ali, Pendiri Pondok Pesantren Nurul Jannah Banjarmasin

  Manaqib Syekh KH. Basyirun Ali, Pendiri Pondok Pesantren Nurul Jannah Banjarmasin Penulis Arif Riduan, S.Sos.I Alumni ponpes Nurul Janna...