Rabu, 13 November 2013

Insan Kamil



MUHAMMAD FAJAR DAN MUHAMMAD FALDI

KATA PENGANTAR

            Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Alhamdulillah, berkat inayah Allah swt. MAKALAH “Akhlak Tasawuf INSAN KAMIL” telah selesai kami kerjakan. Tiada sedikit pun dari kami kecuali mudah-mudahan bisa bermanfaat.
            Sejalan dengan semua itu, maka dengan segala kemampuan yang ada kami usahakan berbagai cara agar mudah difahami.
            Akhirnya, semoga Allah meridhoi usaha kami. Dan bila ada kesalahan tulisan atau keterangan pada MAKALAH kami, kami meminta maaf sebesar-besarnya, sebelumnya kami ucapkan terimakasih,,
“WASSALAMU A’LAIKUM WA RAHMATULLAHI WA BARAKATUH”

       Wassalam :

MUHAMMAD FAJAR
MUHAMMAD FADLI














A. PENDAHULUAN
Ketahuilah, bahwasanya bab ini merupakan inti kajian dalam karya ini, bahkan semua kitab dari zaman permulaan hingga kelak akhir jaman, akan menjelaskan inti dari bahan ini, maka cermati betul kandungan maknahnya, agar anda bisa memahami kesejatian Ihsan Kamil (Manusia Sempurna). Ketahulah bahwasanya manusia ang sempurna itu satu sama lain adalah dupikat yang lainnya, kesempurnaannya tidak terkurangi sedikit pun, melaikan dalam hal ‘Arad (Aksiden), semisal kaki dan tangannya terpus karna sesuatu dan hal lain, atau terlahir dalam keadaan buta atau lumpuh karna penyakit yang diderita sejak dalam rahim ibunya (cacat bawaan). Jika tak ada kendala aksiden tersebut, maka satu sama lain adalah cermin dan dupikat bagi insan kamil lainnya, laksana dua cermin yang berhadap-hadapan yang satu dengan yang lain bisa melihat duplikat dirinya. Namun demikian diantara manusia sempurna itu ada yang lebih menonjol dalam hal kediqyaannya, ada pula yang menonjol karena perbuatannya, mereka semua adalah manusia-manusia terkasih dan duta-duta tuhan (para Nabi dan para wali), demikian pula strata kesempurnaan mereka satu sama lain berbeda, ada yang sempurna ada yang lebih sempurna serta ada yang paling senpurna. Diantara manusia sempurna itu  yang paling sempurna adalah Muhammad SAW, beliau adalah satu-satunya manusia tersempurna disemesta alam ini, semua itu tecerminkan dalam akhlak (Moralitas) beliau, perkataan perbuatan beliau, serta ihwal (keadaan) pun konseus beliau, pahami dengan betul bahwa Muhammad SAW adalah hakekat Insan Kamil, adapun para kekasih Allah (dari para nabi dan insan terkasih-Nya) sejatinya adalah pewaris kesempurnaan beliau. Dalam kitab ini kami hanya memfokuskan kajian kepada inti Insan Kamil, yaitu Muhammad SAW, tidak ada yang patut mmbeli dirinya dengan gelar Insan Kamil, karn gelar itu hanya patut disandang baginda rasulullah Muhamma SAW dalam kesempurnaan dan keutamaan, yang sedemikian itu merupakan konsesus (Ijma;) para Ulama.

  1. PEMBAHASAN
    1. PENGERTIAN
            Insan Kamil artinya adalah manusia sempurna, berasal dari kata al-insan yang berarti manusia dan al-kamil yang berarti sempurna. Konsepsi filosofid ini pertama kali muncul dari gagasan tokoh sufi Ibnu Arabi. Oleh Abdul Karim bin Ibrahim al-Jili (1365-1428), pengikutnya, gagasan ini dikembangkan menjadi bagian dari renungan mistis yang bercorak tasawuf filosofis.

            Al-Jili merumuskan insan kamil ini dengan merujuk pada diri Nabi Muhammad SAW sebagai sebuah contoh manusia ideal. Jati diri Muhammad (al-haqiqah al-Muhammad) yang demikian tidak semata-mata dipahami dalam pengertian Muhammad SAW asebagai utusan Tuhan, tetapi juga sebagai nur (cahaya/roh) Ilahi yang menjadi pangkal dan poros kehidupan di jagad raya ini.

    1. LATAR BELAKANG
            Nur Ilahi kemudian dikenal sebagai Nur Muhammad oleh kalangan sufi, disamping terdapat dalam diri Muhammad juga dipancarkan Allah SWT ke dalam diri Nabi Adam AS. Al-Jili dengan karya monumentalnya yang berjudul al-Insan al-Kamil fi Ma’rifah al-Awakir wa al-Awa’il (Manusia Sempurna dalam Konsep Pengetahuan tentang Misteri yang Pertama dan yang Terakhir) mengawali pembicaraannya dengan mengidentifikasikan insan kamil dengan dua pengertian. Pertama, insan kamil dalam pengertian konsep pengetahuan mengeneai manusia yang sempurna. Dalam pengertian demikian, insan kamil terkail dengan pandangan mengenai sesuatu yang dianggap mutlak, yaitu Tuhan. Yang Mutlak tersebut dianggap mempunyai sifat-sifat tertentu, yakni yang baik dan sempurna.

    1. AJARAN INSAN KAMIL
1. Al-Islam, dimana pada tingkat ini seseorang harus memiliki identitas keislaman yang mana identitas itu termaktub dalam rukun Islam: syahadat, sholat, zakat, puasa, dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu .
2. Al-Iman, pada tingkat ini seseorang harus memiliki keyakinan yang teguh kepada Allah s.w.t., Malaikat-Malaikat Allah, Kitab-Kitab Allah, Rasul Alllah, Hari Akhir, dan Qadar.
3. Al-Shaleh, pada tahap ini seseorang melaksanakan ibadah kepada Allah harus didasari oleh rasa takut (khawf) dan harap (raja’).
4. Al-Ikhsan, dalam tahap ini seseorang harus menempuh tujuh maqam, yaitu: tobat, inabah (tobat dari kelalaian mengingat Tuhan), zuhud, tawakal, rela, tafwidl dalam segala hal, dan ikhlas.
5. Al-Syahadah, pada tahap ini seseorang akan menyaksikan keindahan dan keagungan Tuhan yang sesungguhnnya.
6. Al-Shiddiqiyah, pada tahap ini bisa disebut juga tahap makrifat karena seseorang pada tahap ini akan mendapatkan cahaya kebenaran secara berangsur dari asma-Nya hingga zat-Nya, yaitu:
a. ‘ilm al-yaqin, pada tingkat ini seorang sufi disinari oleh asma Tuhan.
b. ‘ayn al-yaqin, pada tingkat ini seorang sufi disinari oleh sifat Tuhan.
c. haqq al-yaqin,pada tingakat ini seorang sufi disinari oleh zat Tuhan.
      7. Al-Qurbah, pada tahap ini seseorang akan mendapatkan kedudukan di sisi Tuhan paling terdekat dengan-Nya, dan ada empat pendekatan kepada Allah, yaitu:

a. al-Khullah, adalah sebuah persahabatan dengan Tuhan, sehingga Tuhan dikenal secara intim. Dengan demikian sufi senantiasa berbuat sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya.

b. al-Hubb, adalah sebuah percintaan antara sufi dan Tuhannya, sehingga yang satu merasakan apa yang dirasakan oleh yang lainnya.

c. al-Khiram, adalah sebuah pencitraan Tuhan secara utuh terhadap seorang sufi, tetapi kesempurnaan Tuhan tidak tercapai oleh sufi secara keseluruhan, karena kesempurnaan-Nya tidak terbatas.

d. al-Ubudiyah, adalah sebuah penghambaan seorang sufi terhadap Tuhannya, karena bagaimana pun ia tidak akan dapat menjadi Tuhan.

    1. ANALISIS
Seandainya kita cermati dan diteliti bahwasanya yang menyandang dari gelar Insan Kamil “manusia sempurna” itu adalah orang-orang yang benar-benar mulia. Dan sifat sempurna inilah yang patut ditiru oleh manusia. Seseorang yang makin memiripkan diri pada sifat sempurna dari Yang Mutlak tersebut, maka makin sempurnalah dirinya. Insan Kamil terkait dengan jati diri yang mengidealkan kesatuan nama serta sifat-sifat Tuhan ke dalam hakikat atau esensi dirinya. Dalam pengertian ini, nama esensial dan sifat-sifat Ilahi tersebut pada dasarnya juga menjadi milik manusia sempurna oleh adanya hak fundamental, yaitu sebagai suatu keniscayaan yang inheren dalam esensi dirinya. Hal itu dinyatakan dalam ungkapan yang sering terdengar, yaitu Tuhan berfungsi sebagai cermin bagi manusia dan manusia menjadi cermin bagi Tuhan untuk melihat diri-Nya.
Bagi al-Jili, manusia dapat mencapai jati diri yang sempurna melalui latihan rohani dan mendakian mistik, bersamaan dengan turunnya Yang Mutlak ke dalam manusia melalui berbagai tingkat. Latihan rohani ini diawali dengan manusia bermeditasi tentang nama dan sifat-sifat Tuhan, dan mulai mengambil bagian dalam sifat-sifat Illahi serta mendapat kekuasaan yang luar biasa.

  1. PENUTUP
            Seorang manusia yang menyandang Insan kamil sebagaimana yang dikemukakan Ibn ‘Arabi adalah merupakan manusia yang telah mencapai perkembangan spiritual tingkat tinggi dan secara sempurna mencerminkan citra Tuhan. Dan secara etimologi kata ‘Insan Kamil’ berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kalimat; al-insan dan al-kamil. Kata insan, dipandang berasal dari turunan beberapa kata. Misalnya saja uns, yang artinya cinta. Dan ada yang memandang berasal dari turunan kata nas, yang artinya pelupa, karena manusia sendiri secara historis berasal dari suatu lupa dan akan berakhir dengan lupa. Ada juga yang berpendapat bahwa itu berasal dari ‘ain san, yang artinya ‘seperti mata’. Namun dalam artian umum biasanya berarti manusia. Kata kedua, kamil, yang artinya adalah ‘sempurna’, yang menurut Murtadla Muthahhari kata ini sangat tepat sekali digunakan oleh al-Jilli, karena selain kata ini ada juga kata yang mirip artinya tetapi sangat berbeda maknanya, yaitu tamam (lengkap).
            Kekuatan kata kamil (sempurna), menurutnya, melebihi kata tamam (lengkap). Karena kamil menunjukan sesuatu yang mungkin saja lengkap, namun masih ada kelengkapan lain yang lebih tinggi satu atau beberapa tingkat, dan itu lah yang disebut kamil (sempurna). Menurut al-Jilli, Lawh al-Mahfuzh yang dipandang sebagai ketentuan-ketentuan dan catatan-catatan ilmu Tuhan tentang makhluk-Nya identik dengan al-Nafs al-Kulliyah (jiwa universal) atau dalam bahasa Hallaj adalah ‘nur muhammad’ yang secara paripurna dapat ber-tajjali pada Insan Kamil, dan manjadi perantara antara Tuhan dan makhluk, karena ia (Insan Kamil) adalah khalifah yang diutus untuk menjaga dan melestarikan alam semesta. Dan ‘hakikat muhammadiyah’ ini dalam pandangan al-Jilli sendiri adalah sebagai makhluk dan bersifat baharu. Tidak seperti pandangan Ibn ‘Arabi yang menganggapnya qadim dan baharu, dan Al-Halaj menganggapnya qadim saja.
Hakikat Muhammad sebagai makhluk pertama yang diciptakan Tuhan di dalam ilmu-Nya, itu seperti cahaya Tuhan yang menerangi-Nya dari ketiadaan (nihilo).

‘’Kesempurnaan hanyalah milik ALLAH”










DAFTAR PUSAKA

v  -Syekh. Abd. Karim Ibnu Ibrahim Al_Jaili /INSAN KAMIL/ Ikhtiar memahami kesejatian manusia dengan sang khaliq  hingga akhir zaman
v  -http://sufiroad.blogspot.com/2009/01/insan-kamil.html
v  -http://tulizan.blogspot.com/2010/07/konsep-insan-kamill-abdul-karim-al.html
v  http://permainankata.blogspot.com/2010/09/insan-kamil.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Manaqib KH. Basyirun Ali, Pendiri Pondok Pesantren Nurul Jannah Banjarmasin

  Manaqib Syekh KH. Basyirun Ali, Pendiri Pondok Pesantren Nurul Jannah Banjarmasin Penulis Arif Riduan, S.Sos.I Alumni ponpes Nurul Janna...