I. Pengertian
Toleransi
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata “toleran”
(Inggris: tolerance; Arab: tasamuh) yang berarti batas ukur untuk penambahan
atau pengurangan yang masih diperbolehkan. Secara etimologi, toleransi adalah
kesabaran, ketahanan emosional, dan kelapangan dada. Sedangkan menurut istilah
(terminology), toleransi yaitu bersifat atau bersikap menenggang (menghargai,
membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan,
kebiasaan) yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan pendiriannya.
Jadi, toleransi beragama
adalah sikap sabar dan menahan diri
untuk tidak mengganggu dan tidak melecehkan agama atau sistem keyakinan dan
ibadah penganut agama-agama lain.
2. Toleransi Dalam Islam
Toleransi mengarah kepada sikap
terbuka dan mau mengakui adanya berbagai macam perbedaan. . Landasan dasar
pemikiran ini adalah firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 13:
“Hai manusia, Sesungguhnya kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal”
Toleransi antar
umat beragama yang berbeda termasuk ke dalam salah satu risalah penting yang
ada dalam system teologi Islam. Karena Tuhan senantiasa mengingatkan kita akan
keragaman manusia, baik dilihat dari sisi agama, suku, warna kulit,
adapt-istiadat, dsb. Toleransi beragama
harus dipahami sebagai bentuk pengakuan kita akan adanya agama-agama lain
selain agama kita dengan segala bentuk system, dan tata cara peribadatannya dan
memberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinan agama masing-masing. Keyakinan
umat Islam kepada Allah tidak sama dengan keyakinan para penganut agama lain
terhadap tuhan-tuhan mereka. Demikian juga dengan tata cara ibadahnya. Bahkan
Islam melarang penganutnya mencela tuhan-tuhan dalam agama manapun. Maka kata
tasamuh atau toleransi dalam Islam bukanlah “barang baru”, tetapi sudah
diaplikasikan dalam kehidupan sejak agama Islam itu lahir.
3. Toleransi Antar Sesama Muslim
Dalam firman Allah SWT QS. Al-Hujurat
ayat 10
“Orang-orang beriman itu
Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara
kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”
Dalam surat diatas Allah menyatakan bahwa orang-orang mu’min bersaudara,
dan memerintahkan untuk melakukan ishlah (perbaikan hubungan) jika seandainya
terjadi kesalahpahaman diantara 2 orang atau kelompok kaum muslim.
Dalam mengembangkan sikap toleransi
secara umum, dapat kita mulai terlebih dahulu dengan bagaimana kemampuan kita
mengelola dan mensikapi perbedaan (pendapat) yang (mungkin) terjadi pada
keluarga kita atau pada keluarga/saudara kita sesama muslim. Sikap toleransi
dimulai dengan cara membangun kebersamaan atau keharmonisan dan menyadari adanya
perbedaan. Dan menyadari pula bahwa kita semua adalah bersaudara. Maka akan
timbul rasa kasih sayang, saling pengertian dan pada akhirnya akan bermuara
pada sikap toleran. Dalam konteks pendapat dan pengamalan agama, al-Qur’an
secara tegas memerintahkan orang-orang mu’min untuk kembali kepada Allah
(al-Qur’an) dan Rasul (sunnah).
4. Toleransi Antar Umat Beragama
Toleransi hendaknya dapat dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup
bersama masyarakat penganut agama lain, dengan memiliki kebebasan untuk
menjalankan prinsip-prinsip keagamaan (ibadah) masing-masing, tanpa adanya
paksaan dan tekanan, baik untuk beribadah maupun tidak beribadah, dari satu
pihak ke pihak lain. Sikap toleransi antar umat beragama bisa dimulai dari
hidup bertetangga baik dengan tetangga yang seiman dengan kita atau tidak.
Sikap toleransi itu direfleksikan dengan cara saling menghormati, saling
memuliakan dan saling tolong-menolong. Jadi sudah jelas, bahwa sisi akidah atau
teologi bukanlah urusan manusia, melainkan Tuhan SWT dan tidak ada kompromi
serta sikap toleran di dalamnya. Sedangkan kita bermu’amalah dari sisi
kemanusiaan kita.
Allah juga
menjelaskan tentang prinsip dimana setiap pemeluk agama mempunyai system dan
ajaran masing-masing sehingga tidak perlu saling menghujat
Al-Qur’an juga menganjurkan agar mencari titik temu dan titik singgung
antar pemeluk agama. Al-Qur’an menganjurkan agar dalam interaksi sosial, bila
tidak ditemukan persamaan, hendaknya masing-masing mengakui keberadaan pihak
lain dan tidak perlu saling menyalahkan.
(QS. Saba:24-26):
24.
Katakanlah: "Siapakan yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan
dari bumi?" Katakanlah: "Allah", dan Sesungguhnya kami atau kamu
(orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang
nyata.
25.
Katakanlah: "Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang
dosa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu
perbuat".
26.
Katakanlah:
"Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, Kemudian dia memberi Keputusan
antara kita dengan benar. dan Dia-lah Maha pemberi Keputusan lagi Maha
Mengetahui".
5. Toleransi Umat Beragama di Indonesia
Gagasan ini muncul terutama dilatarbelakangi oleh meruncingnya habungan
antar umat beragama. Sebab munculnya ketegangan intern umat beragama tersebut
antara lain:
- Sifat dari masing-masing agama, yang mengandung tugas dakwah atau misi.
- Kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama pihak lain.
- Para pemeluk agama tidak mampu menahan diri, sehingga kurang menghormati bahkan memandang randah agama lain.
- Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam kehidupan masyarakat.
- Kecurigaan masing-masing akan kejujuran pihak lain, baik intern umat beragama, antar umat beragama, maupun antara umat beragama dengan pemerintah.
- Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat.
Pluralitas agama hanya akan bisa dicapai apabila masing-masing golongan
bersikap lapang dada satu sama lain. Sikap lapang dada kehidupan beragama akan
memiliki makna bagi kehidupan dan kemajuan masyarakat plural, apabila ia
diwujudkan dalam:
- Sikap saling menahan diri terhadap ajaran, keyakinan dan kebiasan golongan agama lain yang berbeda, yang mungkin berlawanan dengan ajaran, keyakinan dan kebiasaan sendiri.
- Sikap saling menghormati hak orang lain untuk menganut dengan sungguh-sungguh ajaran agamanya.
- Sikap saling mempercayai atas itikad baik golongan agama lain.
- Perbuatan yang diwujudkan dalam:
- Usaha untuk memahami ajaran dan keyakinan agama orang lain.
- Usaha untuk mengemukakan keyakinan agama sendiri dengan sebijaksana mungkin untuk tidak menyinggung keyakinan agama lain.
- Untuk saling membantu dalam kegiatan-kegiatan social untuk mengatasi keterbelakangan bersama.
- Usaha saling belajar dari keunggulan dan kelebihan pihak lain sehingga terjadi saling tukar pengalaman untuk mencapai tujuan bersama.(Tarmizi Taher, 1997:9).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar