BAB I
PENDAHULUAN
Ibadah adalah tindakan
untuk mematuhi perintah dan menjauhi larangan tuhan (Allah) dengan kata lain
ibadah ialah suatu orientasi dari kehidupan dan orientasi tersebut hanya tertuju
kepada tuhan (Allah) saja.
Manusia diciptakan oleh
tuhan dan hanya berorientasikan kepada penciptanya yaitu (Allah), sang pencipta
yang menumbuhkan dan mengembangkan manusia, Dia yang memelihara, menjaga dan
mendidik manusia, Dia pula yang memberi petunjuk kepada manusia, oleh karena
itu hanya kepada Dia manusia menyembah.
Terkait dengan masalah
ibadah, terdapat beberapa golongan hamba Allah yang sama-sama mengaku sebagai
seorang hamba yang taat beribadah. Mereka memiliki berbagai pengertian yang
berbeda dalam memahami apa hakikat dari ibadah.
Diantaranya ada
golongan yang berpendapat bahwa ibadah itu adalah sikap taat dan ketertundukan
seorang hamba kepada sang Kholiqnya dalam rangka Ta'abbud kepada-Nya. Akan
tetapi mereka kurang memperhatikan hal-hal kecil diluar itu yang terkait dengan
ibadah sosial, pergaulan ataupun sikap toleransi dalam sitiap situasi. Ada pula yang
berpendapat bahwa dalam ibadah yang menjadi titik tekan adalah bagaimana
seorang hamba bersungguh-sungguh tatkala mengerjakan sesuatu, dan sesuatu
tersebut bernilai ibadah apabila ia tulus. Akan tetapi mereka acapkali
menyepelekan ibadah mahdhoh, seperti sholat, puasa dan lain-lain.
Kemudian golongan yang
terakhir adalah golongan yang dapat menserasikan antara golongan yang pertama
dan kedua, mereka dapat mensinergikan antara ibadah mahdhoh dan ibadah ghoiru
mahdhoh.
Akhir-akhir ini marak
para kaum yang mengkaji masalah tersebut dan memunculkan kesimpulan yang aneh
kedalam telingga kita, kemudian bagaimana sikap kita sebagai seorang terpelajar
menyikapinya
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Surah Lukman Ayat 13
Ø Larangan memperbuat Menyekutukan ALLAH
Artinya : “ Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di
waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar".
Surat Al Luqman adalah termasuk surat Makkiyah, terdiri dari 34
ayat, surat ini diturunkan setelah surat Ash – Shaffat.
Luqman adalah seorang yang Sholeh dan memiliki akhlaq yang mulia,
yaitu akhlaq yang berbasiskan kepada keimanan yang kokoh. Namanya diabadikan
oleh Allah dalam salah satu surat di dalam Al Qur an, yakni surat ke 31.
Sehingga di dalam surat ini Allah memberikan pelajaran kepada kita
akan kesholehan Luqman dalam memberikan nasehat kepada anaknya, yakni nasehat
yang mengandung unsur “keilmuan” yang mendalam, “keihklasan” yang suci dan
“kecintaan”yang tinggi.
Sekilas tentang lukman.
Luqman adalah sosok ayah pilihan Allah. Nasehat yang disampaikan
pada anaknya diabadikan dalam Al Qur'an. Ketika kita membaca Q.S Luqman ayat 13
disitu dimulai dengan hentakan kata " Ingatlah takala ". Kata ini
menandakan pentingnya atas nasehat yang akan disampaikan.
Al-Quran dan terjemah,surat Al-Luqman ayat 13:
Luqman bernama lengkap 'Luqman Bin Anqa' Bin Sadun" Anak yang
dinasehati bernama Taran, mereka penduduk biasa dari Habasyah ( Ethiopia ).
Dalam sebuat kitab tafsir diceritakan bahwa Luqman adalah seorang budak,
ciri-ciri tubuhnya sama seperti orang Ethiopia lainya yang kebanyakan berkulit
hitam legam dan berbibir tebal. Tetapi Allah tak pernah melihat dari bentuk
fisik . Hati Luqman memancarkan cahaya iman dan keagungan seorang manusia.
Kejernihan hidup tergambar dibalik rendah martabatnya sebagai budak. Sebenarnya
nasehat Luqman yang terdapat dalam Al Qur'an itu hanyalah nasehat kepada
anaknya sendiri. Tetapi Allah mengabadikan dalam Al Qur'an agar setiap umat
belajar dari apa yang dilakukan Luqman. Karena nasehat pada anak adalah sangat
penting untuk membentuk karakter dan perwatakan sebagai bekal kehidupan kelak.
Anak adalah amanah titipan Allah, sudah selayaknya hanya kita didik
sesuai ketentuan dari yang menitipkannya yaitu Allah SWT. Oleh karena itu
penting bagi kita mempelajari apa yang Allah mau bukan sekedar apa yang kita
mau. Anak yang sholeh adalah permata dan cahaya mata bagi orang tuanya di dunia
dan akherat. Kewajiban kita
kepada keluarga kita; ayah, ibu, suami, istri dan anak-anak dan kerabat:
Artinya: "Hai orang-orang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu...." (QS At Tahrim:6). Maka marilah kita saling menasehati dalam
kebaikan.
Asbabun Nuzul Surat Al-Luqman ayat 13:
Ketika ayat ke-82 dari surat Al-An’am diturunkan,para sahabat
merasa keberatan. Maka mereka datang menghadap Rasulullah SAW,seraya berkata “
Wahai Rasulullah, siapakah diantara kami yang dapat membersihkan keimanannya
dari perbuatan zalim ?”.Jawab beliau “ Bukan begitu,bukanlah kamu telah
mendengarkan wasiat Lukman Hakim kepada anaknya : Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar
kezaliman yang besar. (HR.Bukhori dari Abdillah ).
Pengertian secara umum :
Allah menjelaskan bahwa luqman telah diberi hikmaht, karena itu
luqman bersyukur kepada Tuhannya atas semua nikmat yang telah dilimpahkan Nya
kepada dirinya.Allah SWT mewasiatkan kepada mereka supaya memperlakukan
orang-orang tua mereka dengan cara yang baik dan selalu memelihara hak-haknya
sebagai orang tua. Luqman menjelaskan kepada anaknya, bahwa perbuatan syirik
itu merupakan kezaliman yang besar.Imam bukhori telah meriwayatkan sebuah
hadist yang bersumber dari Ibnu Mas’ud ,Ia telah menceritakan, bahwa ketika
ayat ini diturunkan ,yaitu firmannya :
Surat al-an’am ayat 82 :
Artinya : “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan
iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan
mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Sesudah Allah menurunkan apa yang telah diwariskan oleh luqman
terhadap anaknya,yaitu supaya ia bersyukur kepada Tuhan yang telah memberikan
semua nikmat,yang tiada seorangpun bersekutu denganNya, didalam menciptakan
sesuatu. Kemudian luqman menegaskan bahwasanya syirik itu adalah perbuatan yang
buruk.Kemudian Alla SWT mengiringi hal tersebut dengan wasiat-Nya kepada semua
anak ,supaya mereka berbuat baik kepada kedua orang tuanya,karena sesungguhnya
kedua orang tua adalah penyebab pertama bagi keberadaan kita di muka bumi ini.
Surat Al-Luqman ayat 13 di pandang dari segi pendidikan bagi
peserta didik :
·
Mengajarkan pada peserta didik untuk tidak menyekutukan Allah, Walaupun
seandainya perintah menyekutukan Allah datang dari orang tua (ibu dan bapak),
maka perintah tersebut tetap harus ditolak.
·
Kewajiban bagi peserta didik untuk berbakti kepada ibu bapaknya
dengan cara berlaku santun dan lemah lembut.
·
Mengajarkan peserta didik untuk selalu menjalankan perbuatan amar
ma’ruf dan nahi munkar.
·
Mengajarkan peserta didik untuk menjalankan hubungan manusia dengan
melakukan perbuatan baik, sikap dan perilaku dalam pergaulan, serta
kesedehanaan dalam berkomunikasi dengan sesama.
B.
Surah al Baqarah ayat 21
Ø Menunjukkan bahwa ke esaan ALLAH dan Dialah yg lebih berhaq di
sembah
Artinya : Hai manusia, sembahlah Tuhanmu
yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,
Tafsir surat Al-Baqarah Ayat 21:
Asbab An-Nuzul ayat tersebut berkaitan dengan hadits : mengkabarkan
kepadaku Sa'id ibn Muhammad ibn Ahmad Az-Zahid, mengkhabarkan kepadaku Abu 'Ali
ibn Ahmad Al-Faqih, mengkhabarkan kepadaku Abu Turob Al-Quhustani, menceritkan
kepadaku Abdurrahman ibn Bisr, menceritakan kepadaku Rauh, menceritakan
kepadaku Syu'bah, dari Sufyan Al-Tsauri, dari Al-A'mas, dari Ibrahim, dari
Alqomah berkata : "Setiap ayat yang turun dan redaksinya memakai kata ياأيهاالناس
maka ayat tersebut turun di Makkah dan ياأيهاالذين أمنوا maka ayat tersebut turun di madinah.
Yakni bahwa ياأيهاالناس itu khitobnya kepada
ahli Makkah dan
ياأيهاالذين أمنوا khitobnya kepada ahli Madinah, sedangkan ayat diatas khitobnya kepada orang-orang musyrik Makkah.
ياأيهاالذين أمنوا khitobnya kepada ahli Madinah, sedangkan ayat diatas khitobnya kepada orang-orang musyrik Makkah.
Dalam pemaknaan lafadz الناس
terdapat perbedaan, ada dua qoul. Qoul pertama yaitu arti kata الناس
ialah orang-orang kafir yang tidak menyembah Allah dan didukung firman Allah
surat Al-Baqoroh ayat 23. qoul kedua berpendapat bahwa lafadz الناس lebih bersifat umum yaitu berlaku untuk seluruh manusia, maka khitobnya
diperuntukkan untuk orang-orang yang beriman karena ia senantiasa melaksanakan
ibadah dan juga diperuntukkan bagi orang-orang kafir karena mereka belum
beribadah secara benar kepada Allah dan dengan ayat tersebut diharapkan mereka
segera mau beribadah kepada-Nya.
Perintah beribadah dan menyembah Allah saja yang difahamkan dari ayat ini,
adalah perintah yang telah dihadapkan pula oleh Allah SWT kepada seluruh
manusia sejak zaman dahulu dengan perantara rasul-rasul-Nya.Allah berfirman
dalam surat An-Nahl ayat 36
ولقد بعثنا فى كلّ أمّة رسولًا أن اعبدوا الله واجتنبوا الطّاغوتَ
Artinya : “Dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan), sembahlah Allah (saja), dan jahuilah thaghut itu.
Tiap-tiap rasul memulai dakwahnya dengan seruan kepada kaumnya agar menyembah Allah saja.”
Allah SWT berfirman dalam surat Al-A'rof ayat 59:
فقال يقوم اعبدوا الله مالكم مّن إله غيره
Artinya : “Lalu ia berkata : "Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tak ada tuhan selainya.”
Beribadah kepada Allah ialah menghambakan diri kepadanya, dengan penuh
kekhusuan, memurnikan ketaatan hanya kepadanya saja, karena merasakan bahwa
hanya Allah lah yang menciptakan, menguasai, memelihara dan mendidik seluruh
makhluk. Ibadah seorang hamba sebagai yang disebutkan itu akan
dinilai oleh Allah SWT menurut niat hamba yang melakukanya. Kemudian tentang (cara
melakukan ibadah) agar selalu berorientasi pada Allah telah diterangkan oleh
Rasulullah dalam sebuah hadits yang berbunyi:
أن تعبد الله كأنّك تراه فإن لم يراه فإنه يراك
( رواه البخارى ومسلم عن
عمر بن خطاّب )
Artinya : “Bahwa hendaknya engkau
menyembah Allah SWT itu seakan engkau melihat-Nya,
jika (seakan-akan) tidah dapat melihatnya maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
Dengan demikian ketika kita melekukam sesuatu akan ingat pada sang kholiq,
sehingga dapat mendorong kita untuk selalu berbuat yang baik serta meninggalkan
hal yang buruk karena sosok tuhan (Allah) yang selalu mengawasi dan mengetahui
amal kita akan tertanam dalam kuat dalam hati dan pikiran. Pada ayat ini Allah SWT
disebut dengan "Robb", kemudian diiringi dengan perkataan :
"…….yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelummu…..". hal
ini berpengertian bahwa Allah menciptakan manusia, mengembang biakkan, memberi
taufiq dan hidayah, menjaga dan memelihara, memberi nikmat agar dengan nikmat
itu manusia dapat melaksanakan tugas-tugasnya sebagai hamba Allah SWT. Semua
rahmat tersebut diberikan kepada manusia sejak permulaan adanya, sampai akhir
kehidupan ini. Barang siapa yang mensyukuri nikmat Allah akan ditambah nikmat
itu, sebaliknya barang siapa yang mengingkari nikmat Allah akan menerima azab
didunia sebagaimana yang telah ditimpakan-Nya kepada umat-umat terdahulu dan di
akhirat nanti akan disediakan azab yang pedih.
Allah SWT berfirman :
Allah SWT berfirman :
وإذ تأذّن ربّكم لئن شكرتم لأزيدنّكم ولئن كفرتم إنّ عذابي لشديد
Artinya : “Dan (ingatlah juga) tatkala tuhanmu memaklumkan : "Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu dan jika kamu
memgingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. Sembahlah Allah
sebagaimana yang diperintahkan itu, agar terpelihara dari azab Allah dan agar
tercapai derajat yang tertinggi lagi sempurna.Allah memberikan semua nikmat itu
agar manusia melaksanakan tugas-tugasnya sebagai seorang hamba Allah SWT. Tugas-tugas
itu dapat difahamkan dari firman Allah SWT :
وما خلقت الجنّ والإنس إلاّ ليعبدون
Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah Ku. Ayat ini mengunakan bentuk pertama خلق
(sudah lampau) dan bertujuan untuk menekankan pesan yang dikandung, yaitu
beribadah semata-mata kepada-Nya. Kata ألجنّ
didahulukan dari kata ألانس
karena jin lebih dahulu diciptakan oleh Allah daripada manusia. Huruf لـ
(lam) pada kata ليعبدون
bukan berarti agar supaya mereka beribadah atau agar Allah disembah melainkan
berarti kesudahan atau dampak dan akibat sesuatu ( لـ العقيبة).
Menurut Syaikh Muhammad Abduh, ibadah bukan hanya sekedar ketaatan dan
ketundukan, tetapi ia juga merupakan dampak dari keyakinan bahwa pengabdian itu
tertuju kepada yang memiliki kekuasan yang tidak terjangkau arti hakikatnya.
Ibadah terdiri dari ibadah Mahdhoh dan Ibadah Ghoiru Mahdhoh. Ibadah
mahdhoh adalah ibadah yang telah ditetapkan oleh Allah, mulai dari bentuk,
kadar atau waktunya seperti sholat, zakat, puasa, haji dan lain-lain. Sedangkan
ibadah ghoiru mahdhoh segala aktifitas manusia yang dilakukan karena Allah. Jadi ayat diatas
menjelaskan bahwa Allah menghendaki agar segala aktifitas manusia dilakukannya
karena Allah yakni sesuai dengan tuntunan petunjuknya.
Menurut Thobathobai huruf لـ pada kata ليعبدون diartikan agar supaya, yakni tujuan penciptaan manusia adalah untuk
beribadah. Artinya bahwa Allah mencipatakan jin dan manisia karena Dia dzat
yang maha kuasa, dan tentu saja tujuan yang dikehendaki-Nya mustahil tidak
tercapai. Tetapi dalam kenyataanya banyak sekali yang tidak beribadah
kepada-Nya, dan ini merupakan bukti yang sangat jelas bahwa huruf lam tersebut
bukan berarti agar supaya atau makna tujuan. Menurut Thobathobai huruf لـ
tersebut adalah للجنس
sehingga adanya sebagian dari kedua jenis mahluk tersebut yang beribadah sudah
cukup untuk menjadikan tujuan penciptaan mereka adalah untuk beribadah. Menurut
Sayyid Qutub ibadah yang dimaksud disini lebih luas jangkauan maknanya dari
pada ibadah dalam bentuk ritual. Sedangkan hakikat ibadah mencakup dua hal :
1. Kemantapan makna penghambaan diri kepada Allah dalam hati setiap insan,
kemantapan perasaan bahwa ada hamba dan ada tuhan, hamba yang patuh dan tuhan
yang dipatuhi.
2. Mengarah kepada Allah dalam setiap gerak pada nurani, pada setiap
anggota badan dan setiap gerak dalam hidup. Dengan demikian terlaksana makna
ibadah dan menjadilah setiap amal bagaikan ibadah ritual.
v
Surah yang terkait :
o
Az_Zumar ayat 2-3:
2. sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab
(Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya.
3. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari
syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata):
"Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami
kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan
di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah
tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.
Tafsir Surat Az-Zumar Ayat 2 dan 3:
(2). Allah SWT menjelaskan
bahwa dia menurunkan kepada rasul-Nya kitab Al-Qur'an, dengan membawa kebenaran
dan keadilan. Maksud "membawa kebenaran" dalam ayat ini ialah membawa
perintah kepada seluruh manusia agar mereka beribadah hanya kepada Allah.
Kemudian Allah menjelaskan cara beribadah yang benar itu hanyalah menyembah
Allah saja, dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, bersih dari pengaruh syirik
atau riya'.
Kebenaran yang terdapat dalam Al-Qur'an itu sesuai dengan kebenaran yang
termuat dalam kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada Rasul-rasul sebelumnya.
(3) Sesudah itu Allah SWT memerintahkan kepada Rasul-Nya agar mengingatkan kaumnya bahwa hanya kepunyaan Allahlah agama yang bersih. Maksud agama dalam ayat ini adalah ibadah dan taat. Oleh sebab itu ibadah dan taat itu hendaknya ditujukan kepada Allah semata, bersih dari syirik dan riya'. Sebagai penjelasan dari makna Ad-Dien yang termuat dalam ayat ini dapatlah dikemukakan sebuah hadits :
(3) Sesudah itu Allah SWT memerintahkan kepada Rasul-Nya agar mengingatkan kaumnya bahwa hanya kepunyaan Allahlah agama yang bersih. Maksud agama dalam ayat ini adalah ibadah dan taat. Oleh sebab itu ibadah dan taat itu hendaknya ditujukan kepada Allah semata, bersih dari syirik dan riya'. Sebagai penjelasan dari makna Ad-Dien yang termuat dalam ayat ini dapatlah dikemukakan sebuah hadits :
يا رسول الله انىّ
أتصدّق باالشّيء وأصنع الشّيء أريد به وجه الله وثناء النّاس. فقال رسول الله صلى
الله عليه وسلّم : والّذى نفس محمّد بيده لايقبل الله شيئا شورك فيه, ثمّ تلا :
ألا لله الدّين الخالص.
Artinya : bahwa seorang laki-laki berkata : "Ya Rasulallah! Sebenarnya
saya akan menyedekahkan sesuatu, padahal saya berkeinginan dari perbuatan itu
mendapat kerelaan Allah dan mendapat pujian dari manusia. Kemudian Rasulullah
SAW bersabda : "Demi yang jiwaku didalam kekuasaan-Nya, Allah tidak akan
menerima sesuatu yang didalamnya terdapat syirik. Kemudian beliau membaca ayat
ini :
ألا لله الدّين الخالض
Ibn 'Arobi berkata : Ayat ini menunjukkan kewajiban niat dalam setiap
pekerjaan. Jadi pada dasarnya setiap pekerjaan itu harus didasari keikhlasan.
Akan tetapi jangan sampai niat kita mengendorkan semangat kita dalam
berlomba-lomba dalam kebaikan, karena banyak orang yang beranggapan bahwa
ketika mereka sudah berniat dengan ikhlas maka sudah cukup bagi mereka dan
mereka enggan meningkatkannya. Mereka sudah merasa cukup dengan apa yang mereka
kerjakan padahal itu belum seberapa nilainya dimata Allah SWT.
Berkaitan dengan surat Al-Baqarah ayat 21 diatas, ayat ini mengisyaratkan
bahwa adanya suatu keharusan bagi setiap ibadah yang dikerjakan oleh setiap
orang berdasarkan rasa ikhlas dan taat.
Masih berkaitan dengan keikhlasan dalam beribadah, benar dikatakan bahwa
dalam melaksanakan ibadah harus didasari keikhlasan tapi juga harus difahami,
ketika seseorang melakukan ibadah secara ikhlas tidak akan tercapai tanpa
adanya pertolongan Allah kepada seorang hamba dalam melaksanakan ibadah
tersebut. Coba kita cermati firman Allah dalam surat Al-Fatihah
:
ايّاك نعبد وايّاك نستعين lafadz ايّاك نعبد mengindikasikan adanya suatu keikhlasan penuh dalam beribadah, kemudian lafadz وايّاك نستعين berarti adanya pertolongan dari Allah untuk melaksanakan ibadah atau dalam kata lain kita dapat melaksanakan ibadah hanya karena pertolongan (hidayah dan taufiq) Allah. Apakah seorang hamba mampu untuk percaya kepada Allah kemudian ia melaksanakan segala perintahnya dan menjuhi segala laranganya apabila ia tidak mendapat Hidayah dan Taufiq dari Allah? Adakah yang dapat memberikan Hidayah ataupun Taufiq selain Dia? Susunan ayat–ayat ini membawa pengertian "pengkhususan" yaitu pengkhususan "ibadah" kepada Allah.
ايّاك نعبد وايّاك نستعين lafadz ايّاك نعبد mengindikasikan adanya suatu keikhlasan penuh dalam beribadah, kemudian lafadz وايّاك نستعين berarti adanya pertolongan dari Allah untuk melaksanakan ibadah atau dalam kata lain kita dapat melaksanakan ibadah hanya karena pertolongan (hidayah dan taufiq) Allah. Apakah seorang hamba mampu untuk percaya kepada Allah kemudian ia melaksanakan segala perintahnya dan menjuhi segala laranganya apabila ia tidak mendapat Hidayah dan Taufiq dari Allah? Adakah yang dapat memberikan Hidayah ataupun Taufiq selain Dia? Susunan ayat–ayat ini membawa pengertian "pengkhususan" yaitu pengkhususan "ibadah" kepada Allah.
Jadi arti ayat ini: "kepada engkau sajalah kami tunduk dan berhina
diri, dan kepada engkaulah kami memohonkan suatu pertolongan". Pertolongan yang khusus
dimohonkan kepada Allah ialah tentang sesuatu yang berada diluar kemampuan dan
kekuasaan manusia. " ايّاك"
dalam ayat ini diulang dua kali, gunanya untuk menegaskan bahwa Ibadah dan
Isti'anah itu masing-masing khusus dihadapkan kepada Allah, selain dari itu
untuk dapat mencapai kelezatan munajat (berbicara) dengan Allah, karena bagi
seorang hamba Allah yang menyembah dengan segenap jiwa dan raganya tak ada yang
lebih nikmat dan lezat dari pada perasaannya dari pada bermunajat dengan Allah.
Baik juga diketahui bahwa dengan memakai " ايّاك"
berarti menghadapkan pembicaraan kepada Allah, dengan maksud menghadirkan Allah
SWT dalam ingatan, seakan-akan dia berada dimuka kita, dan kepada-Nya
dihadapkan pembicaraan dengan khusuk dan tawadu'. Kemudian di akhir ayat Allah
SWT menjelaskan bahwa orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah,
menurut mereka, mereka tidaklah menyembah pelindung itu melainkan dengan maksud
supaya pelindung itu mendekatkan mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.
Mereka beribadah bukan karena Allah melainkan kepada sesembahanya.
o
Al-Bayyinah Ayat 5:
Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan
zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.”
[1595] Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan
jauh dari kesesatan.
Tafsir Surat Al-Bayyinah Ayat 5:
Huruf لـ pada ayat وما أمروا الاّليعبدوا
الله
menunjukkan bahwasanya ibadah diwajibkan bukan karena mengharapkan surga
ataupun karena agar terhindar dari neraka akan tetapi lebih kepada sikap
kehambaan kita (yaitu karena kita seorang hamba dan Dia (Allah) adalah ربّ
tuhan), walaupun seumpamanya ada sebuah ketentuan dalam agama yaitu tidak ada
konsep pahala ataupun siksa, lalu kemudian kita diperintah oleh Allah untuk
beribadah, maka kita tetap harus patuh dan tunduk serta melaksanakan apa yang
menjadi ketentua-Nya atas dasar kemurnian dalam beribadah.
Dalam tafsir Al-Kabiir dijelaskan bahwa Ibadah adalah sikap merendahkan dan
menghinakan diri dihadapan Allah SWT, sedangkan orang yang beranggapan bahwa
sikap merendahkan dan menghinakan diri itu adalah bentuk dari ketaatan adalah
salah, karena ada sekelompok orang yang menyembah malaikat, Isa Al-Masih dan
berhala-berhala. Sedangkan kita tidak boleh mengikuti jalan tersebut, hanya
saja dalam syariat hal tersebut menjadi suatu nama setiap ketaatan kepada Allah
dengan jalan menghinakan diri dan memuliakan-Nya dengan segala kemuliaan. Asy-Syaikh
Fakhruddin Muhammad mengatakan bahwa, dalam melaksanakan ibadan harus ada dua
unsur, yaitu :
1. Memuliakan dengan segala kemuliaan (غاية التّعظيم
), dan bahwa sholatnya anak kecil itu tidak dapat disebut dengan ibadah, karena
anak kecil tidak mengetahui keagungan Allah bagaimana ia dapat mengagungkan
Allah?
2. Adanya perintah untuk beribadah( أن يكون مأمورا به), adapun ibadah dari seorang yahudi bukan dinamakan ibadah, walaupun ia mengagungkan Allah. Karena ia menyekutukan Allah, maka mereka tidak diperintah untuk beribadah.
مخلصين (sikap ikhlas) harus dimulai dari permulaan sampai akhir dari pekerjaan. Orang yang ikhlas ialah orang yang selalu berbuat baik atas dasar kebaikan, menjalankan kewajiban kerena kewajibanya, dan ia akan selalu melaksanakanya secara tulus karena Allah semata, tidak ada perasaan riya' sombong atau yang lainya, akan tetapi ia mempunyai prinsip yang diyakini kebenaranya bahwa amal ini aku kerjakan tidak karena aku mengharap surga atau menghindar dari neraka. Walaupun hal tersebut pasti adanya, tetapi kita mencoba untuk berbuat yang terbaik dan ikhlas karena Allah.
2. Adanya perintah untuk beribadah( أن يكون مأمورا به), adapun ibadah dari seorang yahudi bukan dinamakan ibadah, walaupun ia mengagungkan Allah. Karena ia menyekutukan Allah, maka mereka tidak diperintah untuk beribadah.
مخلصين (sikap ikhlas) harus dimulai dari permulaan sampai akhir dari pekerjaan. Orang yang ikhlas ialah orang yang selalu berbuat baik atas dasar kebaikan, menjalankan kewajiban kerena kewajibanya, dan ia akan selalu melaksanakanya secara tulus karena Allah semata, tidak ada perasaan riya' sombong atau yang lainya, akan tetapi ia mempunyai prinsip yang diyakini kebenaranya bahwa amal ini aku kerjakan tidak karena aku mengharap surga atau menghindar dari neraka. Walaupun hal tersebut pasti adanya, tetapi kita mencoba untuk berbuat yang terbaik dan ikhlas karena Allah.
Kecenderungan manusia ketika beribadah ialah mengorientasikannya untuk
berlomba-lomba mencari fahala dan menjauhkan diri dari siksa, lalu timbul
pertanyaan apakah pekerjaan itu juga dapat dikategorikan ikhlas?
Menilai dari kecenderungan manusia yang seperti itu ada tiga poin yang
perlu dicermati :
1. Terdapat sekelompok Manusia yang dalam keadaan terdesak, susah atau
terancam pada sesuatu yang berbahaya, maka dapat dipastikan bahwa mereka saat
itu (baik dia yakin maupun tidak), dia akan percaya dan kembali kepada Tuhanya
dalam bentuk ibadah. Kemudian apabila Allah menganugrahkan kepadanya suatu
nikmat, ia akan lupa denagan apa yang telah ia mohon sebelumya. Orang seperti
ini biasanya dapat bersikap ikhlas dan kadang pada suatu saat mengharapkan
pahala atau menghindar dari siksa, yaitu ditunjukkan ketika ia berdo'a, yaitu
mereka mengharapkan sesuatu dari ibadahnya.
2. Golongan yang benar-benar dapar beramal dengan ikhlas, golongan ini
masuk dalam kategori golongan Khosh dan ditempati oleh para Nabi dan Rasul
Allah.
3. Golongan yang tidak dapat terlepas dari sikap ingin mendapatkan pahala
dan menghindar dari siksa, dan ini juga dapat digolongkan dalam kategori
perbuatan yang iklas karena memang Allah sudah menjanjikan semua itu selama ia
tidak riya', sombong, syirik dan sebagainya. Dalam ayat ini pula
disebutkan adanya ibadan yang bersifat formal dan yang bersifat nonformal atau
dengan kata lain ibadah yang berhubungan dengan Allah (حبل من الله)
dan ibadah yang berhubungan dengan sesama manusia atau sosial (حبل من الناس )
dalam firma-Nya ويقيموا الصّلاة
ويؤتواالزّكاة Disebutkan bahwa
seseorang harus mengetahui dan ikhlas dalam firman Allah مخلصين dan beramal dengan tindakan dalam firman Allah (ويقيموا الصّلاة )
yaitu ibadah yang berhubungan dengan Allah dan lafadz ( ويؤتواالزّكاة)
yaitu ibadah yang berhubungan dengan sesama manusia atau ibadah sosial. Jadi sudah tidak ada
lagi alasan bagi seseorang untuk tidak melaksanakan sholat, puasa, zakat dan
lain-lain yang berkaitan dengan ibadah mahdhoh, akan tetapi tidak menafikan
ibadah yang ghoiru mahdhoh dan keduanya harus kita fahami dengan total
menyeluruh dan sempurna..
Jika ditanyakan, adakah ayat dalam Al-Qur'an tentang ibadah yang menyebutkan bentuk ibadahnya? Maka jawabnya ada yaitu :
Jika ditanyakan, adakah ayat dalam Al-Qur'an tentang ibadah yang menyebutkan bentuk ibadahnya? Maka jawabnya ada yaitu :
Surat Thaha ayat 14 :
إنّنى أنا الله لاإله إلاّ أنا فاعبدٍْنى وأقم الصّلاة لذكرى
Artinya : "Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada tuhan selain
Aku, maka senbahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk menginggatku."
Sudah jelas dan gamblang bagaimana Allah menjelaskan kepada kita tentang
cara menginggat Allah yaitu dengan sholat, maka janganlah memutar balikkan
fakta tentang sesatu yang sudah jelas adanya. Sungguh merugi kalau
kita tidak mau berterimakasih kepada orang-orang yang telah berjasa kepada
kita, Rasulullah SAW contohnya, ia adalah seorang rasul yang telah menerima dan
menyampaikan perintah beribadah (baik berupa ibadah mahdhoh maupun ibadah ghoru
mahdhoh) kepada kita semua sedang beliau bisa mensinergikan antara keduanya. Walaupun kita tahu
bahwa Rasulullah sudah dijamin oleh Allah, beliau melakukan ibadah mahdhoh
maupunyang ghoiru mahdhoh, sedang kita orang yang banyak dosa sudah berani
mendakwakan diri sebagai orang yang benar dan telah mengetahui hakikat. Perlu kita camkan bahwa
orang yang berusaha mencari-cari dalih agar ia terlepas dari segala kewajiban,
maka pada hakiaktnya kita telah menodai Risalah yang dibawa oleh Rasulullah dan
sekaligus kita adalah termasuk orang yang tidak punya rasa terimakasih. Sungguh
benar dikatakan bahwa :
من لم يشكرالنّاس لا
يشكر الله
Artinya: “Barang siapa yang tidak mau bersyukur (berterimakasih) kepada
manusia, maka ia tidak mau barsyukur (brterimakasih) pula kepada Allah.”
C.
Surah al-rum ayat 30
Ø Manusia menurut fitrahnya beragama tauhid (Agama Islam)
Artinya
: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui.
Ayat
ini menyuruh Nabi Muhammad saw meneruskan tugasnya dalam memberikan dakwah,
dengan membiarkan kaum musyrikin yang keras kepala itu dalam kesesatannya.
Dalam kalimat ini, maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;
fitrah Allah. Tuhan menyuruh agar Nabi saw mengikuti agama yang lurus yaitu
agama Islam, dan mengikuti fitrah Allah. Ada yang berpendapat bahwa kalimat itu
berarti bahwa Allah memerintahkan agar kaum Muslimin mengikuti agama Allah yang
telah di jadikan-Nya bagi manusia. Di sini "fitrah" dinamakan
"agama" karena manusia dijadikan untuk melaksanakan agama itu. Hal
ini dikuatkan oleh firman Allah dalam surat yang lain:
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.” (Q.S. Az
Zariyat: 56)
Menghadapkan
muka artinya meluruskan tujuan dengan segala kesungguhan tanpa menoleh kepada
yang lain. Dan "muka" dikhususkan menyebutkan di sini, karena muka
itu tempat berkumpulnya semua pancaindera kecuali alat perasa. Dan muka itu
adalah bagian tubuh yang paling terhormat. Sehubungan dengan kata fitrah yang
tersebut dalam ayat ini ada sebuah hadis sahih dari Abu Hurairah yang berbunyi:
“Tidak ada seorang anakpun kecuali ia dilahirkan menurut fitrah. Kedua orang
ibu bapaknyalah yang akan meyahudikan, menasranikan dan memajusikannya,
sebagaimana binatang melahirkan binatang dalam keadaan sempurna. Adakah kamu
merasa kekurangan padanya". Kemudian Abu Hurairah berkata: "Bacalah
ayat ini yang artinya: "Fitrah Allah di mana manusia telah diciptakan
atasnya. Tak ada perubahan pada fitrah Allah itu". Dalam riwayat lain,
"sehingga kamu merusakkannya (binatang itu)". Para sahabat bertanya:
"Hai Rasulullah, apakah engkau tahu keadaan orang yang meninggal di waktu
kecil? Rasul menjawab: "Allah lebih tahu dengan apa yang mereka perbuat".
(H.R. Bukhari dan Muslim).
Para
ulama berbeda pendapat mengenai arti fitrah yang tersebut dalam kitab suci
Alquran dan hadis Nabi saw. Mereka ada yang berpendapat bahwa fitrah itu
artinya "Islam". Hal ini dikatakan oleh Abu Hurairah dan Ibnu Syihab
dan lain-lain. Mereka mengatakan bahwa pendapat itu terkenal di kalangan ulama
salaf yang berpegang kepada takwil. Alasan mereka adalah ayat 30 tersebut di
atas dan hadis Abu Hurairah yang baru saja disalinkan di atas. Mereka juga
berhujah dengan hadis Iyad bin Himar Al Mujassyi'i bahwa Rasulullah saw
bersabda kepada manusia pada suatu hari: “Apakah kamu suka aku menceritakan
kepadamu apa yang telah diceritakan Allah kepadaku dalam Kitab-Nya. Sesungguhnya
Allah telah menciptakan Adam dan anak cucunya cenderung kepada kebenaran dan
patuh kepada Allah. Allah memberi mereka harta yang halal tidak yang haram.
Lalu mereka menjadikan harta yang diberikan kepada mereka itu menjadi halal dan
haram.” (H.R. Iyad bin Himar).
Sebagian
ulama menafsirkan hadis ini bahwa anak kecil itu diciptakan tidak berdosa dan
selamat dan kekafiran sesuai dengan janji yang telah ditetapkan Allah bagi anak
cucu Adam di kala mereka dikeluarkan dari tulang sulbinya. Mereka apabila meninggal
dunia masuk surga baik anak-anak kaum Muslimin maupun anak-anak kaum kafir. Sebagian
ahli fikih dan ulama yang berpandangan luas mengartikan "fitrah"
dengan "kejadian" yang dengannya Allah menjadikan anak mengetahui
Tuhannya. Seakan-akan dia berkata: "Tiap-tiap anak dilahirkan atas
kejadiannya". Dengan kejadian itu Si anak akan mengetahui Tuhannya apabila
dia telah berakal dan berpengetahuan. Kejadian di sini berbeda dengan kejadian
binatang yang tak sampai dengan kejadian itu kepada pengetahuan tentang
Tuhannya. Mereka berhujah bahwa "fitrah" itu berarti kejadian dan
"fatir" berarti "yang menjadikan" dengan firman Allah:
Artinya: “Katakanlah: "Wahai Allah, Pencipta langit dan bumi”.
(Q.S. Az Zumar: 46)
Dan firman
Allah SWT:
Artinya: “Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah menciptakanku.” (Q.S.
Yasin: 22)
Dan firman
Allah lagi:
Artinya: “Ibrahim berkata: "Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan
bumi yang telah menciptakannya.”
(Q.S. Al anbiya: 56).
Dari
ayat-ayat tersebut di atas mereka mengambil kesimpulan bahwa "fitrah"
berarti kejadian dan "fatir" berarti yang menjadikan. Mereka tak
setuju bahwa anak itu dijadikan (difitrahkan) atas kekafiran atau iman atau
berpengetahuan atau durhaka. Mereka berpendapat bahwa anak itu umumnya selamat,
baik dari segi kehidupan dan kejadiannya, tabiatnya, maupun bentuk tubuhnya.
Baginya tidak ada iman, tak ada kafir, tak ada durhaka dan tak ada juga
pengetahuan. Mereka berkeyakinan bahwa kafir dan iman itu datang setelah anak
itu berakal. Mereka juga berhujah dengan hadis Nabi dari Abu Hurairah tersebut
di atas. Yang Artinya: Binatang
itu melahirkan binatang dalam keadaan utuh, apakah mereka merasa pada kejadian
itu kekurangan?.
Dalam hadis ini hati Bani Adam diumpamakan dengan binatang, sebab dia dilahirkan dalam kejadian yang sempurna, tak ada kekurangan, sesudah itu telinganya terputus, begitu pula hidungnya. Lalu dikatakan ini adalah unta yang dirusak hidungnya dan ini adalah unta yang digunakan untuk nazar dan sebagainya. Begitu pula keadaan hati anak-anak waktu dilahirkan. Mereka tidak kafir, tidak juga iman, tidak berpengetahuan dan tidak durhaka, tak ubahnya seperti binatang ternak. Tatkala mereka sampai umur setan memperdayakan mereka, maka kebanyakan mereka mengafirkan Tuhan, dan sedikit yang tidak berdosa. Mereka berpendapat, andaikata anak-anak itu difitrahkan sebagai kafir dan beriman pada permulaannya, tentu mereka tak akan berpindah selama-lamanya dari hal itu. Anak-anak itu adakalanya beriman, kemudian menjadi kafir. Selanjutnya para ahli itu berpendapat bahwa adalah mustahil dan masuk akal seseorang anak di waktu dilahirkan telah tahu iman dan kafir, sebab Allah telah mengeluarkan dari perut ibunya dalam keadaan tak mengetahui sedikitpun.
Dalam hadis ini hati Bani Adam diumpamakan dengan binatang, sebab dia dilahirkan dalam kejadian yang sempurna, tak ada kekurangan, sesudah itu telinganya terputus, begitu pula hidungnya. Lalu dikatakan ini adalah unta yang dirusak hidungnya dan ini adalah unta yang digunakan untuk nazar dan sebagainya. Begitu pula keadaan hati anak-anak waktu dilahirkan. Mereka tidak kafir, tidak juga iman, tidak berpengetahuan dan tidak durhaka, tak ubahnya seperti binatang ternak. Tatkala mereka sampai umur setan memperdayakan mereka, maka kebanyakan mereka mengafirkan Tuhan, dan sedikit yang tidak berdosa. Mereka berpendapat, andaikata anak-anak itu difitrahkan sebagai kafir dan beriman pada permulaannya, tentu mereka tak akan berpindah selama-lamanya dari hal itu. Anak-anak itu adakalanya beriman, kemudian menjadi kafir. Selanjutnya para ahli itu berpendapat bahwa adalah mustahil dan masuk akal seseorang anak di waktu dilahirkan telah tahu iman dan kafir, sebab Allah telah mengeluarkan dari perut ibunya dalam keadaan tak mengetahui sedikitpun.
Allah
SWT berfirman:
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun.” (Q.S. An Nahl: 78).
Siapa
yang tak mengetahui sesuatu mustahillah dia akan menjadi kafir. beriman,
berpengetahuan atau durhaka.
Abu
Umar bin Abdil Barr berkata bahwa pendapat ini adalah arti fitrah yang lebih
tepat di mana manusia dilahirkan atasnya. Hujah mereka yang lain ialah firman
Allah:
Artinya: “Kami
diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S. At Tur: 16).
Dan firman
Allah SWT:
Artinya: “Tiap-tiap
diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.”
(Q.S. Al Mudassir: 38).
Orang
yang belum sampai masanya untuk bekerja tidak akan dihisab.
Dari hal tersebut di atas mustahillah fitrah itu berarti Islam. Seperti yang dikatakan Ibnu Syihab. Sebab Islam dan iman itu ialah perkataan dengan lisan, iktikad dengan hati dan perbuatan dengan anggota tubuh. Hal ini tak ada pada anak kecil. Dan orang yang berakal mengetahui keadaan ini.
Kebanyakan para penyelidik di antaranya Ibnu Atiyah dalam buku tafsirnya di waktu mengartikan fitrah, dan begitu Syekh Abdul Abbas berpendapat sesuai dengan pendapat Umar di atas, lbnu Atiyah dalam tafsirnya berkata bahwa yang dapat dipegangi pada kata "fitrah" ini ialah berarti "kejadian" dan kesediaan untuk menerima sesuatu yang ada dalam jiwa anak itu. Dengan keadaan itu seseorang dapat dibedakan dengan ciptaan-ciptaan Allah SWT yang lain. Dengan fitrah itu seorang anak akan mendapat petunjuk dan percaya kepada Tuhannya. Seakan-akan Tuhan berfirman: "Hadapkanlah mukamu kepada agama yang lurus yaitu fitrah Allah yang disediakan bagi kejadian manusia, tetapi karena banyak hal yang menghalangi mereka, maka mereka tidak mencapai fitrah itu. Dalam sabda Nabi yang artinya: "Tiap anak dilahirkan menurut fitrah. Bapaknya yang akan menjadikan ia seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi". Disebutkan dua orang ibu bapak sebagai contoh dari halangan-halangan yang banyak itu.
Dari hal tersebut di atas mustahillah fitrah itu berarti Islam. Seperti yang dikatakan Ibnu Syihab. Sebab Islam dan iman itu ialah perkataan dengan lisan, iktikad dengan hati dan perbuatan dengan anggota tubuh. Hal ini tak ada pada anak kecil. Dan orang yang berakal mengetahui keadaan ini.
Kebanyakan para penyelidik di antaranya Ibnu Atiyah dalam buku tafsirnya di waktu mengartikan fitrah, dan begitu Syekh Abdul Abbas berpendapat sesuai dengan pendapat Umar di atas, lbnu Atiyah dalam tafsirnya berkata bahwa yang dapat dipegangi pada kata "fitrah" ini ialah berarti "kejadian" dan kesediaan untuk menerima sesuatu yang ada dalam jiwa anak itu. Dengan keadaan itu seseorang dapat dibedakan dengan ciptaan-ciptaan Allah SWT yang lain. Dengan fitrah itu seorang anak akan mendapat petunjuk dan percaya kepada Tuhannya. Seakan-akan Tuhan berfirman: "Hadapkanlah mukamu kepada agama yang lurus yaitu fitrah Allah yang disediakan bagi kejadian manusia, tetapi karena banyak hal yang menghalangi mereka, maka mereka tidak mencapai fitrah itu. Dalam sabda Nabi yang artinya: "Tiap anak dilahirkan menurut fitrah. Bapaknya yang akan menjadikan ia seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi". Disebutkan dua orang ibu bapak sebagai contoh dari halangan-halangan yang banyak itu.
Dalam
ibadat lain Syekh Abdul Abbas berkata: "Sesungguhnya Allah SWT menjadikan
hati anak Adam bersedia menerima kebenaran, sebagaimana mata dan telinga mereka
bersedia menerima penglihatan dan pendengaran. Selama menerima itu tetap ada
pada hati mereka, tentu mereka akan memperoleh kebenaran dan agama Islam yakni
agama yang benar.
Kebanyakan pendapat ini dikuatkan dengan sabda Nabi yang artinya: "Sebagaimana menghasilkan binatang yang utuh. Adakah mereka menghasilkan yang lain? Adakah mereka merasakan kekurangan pendapat padanya?". Maksudnya ialah, binatang itu melahirkan anaknya sempurna kejadiannya tak ada kekurangan. Andaikata dia dibiarkan menurut dasar kejadiannya itu tentu dia akan tetap sempurna, tak ada aibnya. Tetapi dia di atur menurut kehendak manusia, maka rusaklah telinga dan hidungnya dilubangi tempat mengikatkan tali sehingga timbullah padanya keburukan dan kekurangan, lalu tidak sesuai lagi dengan keasliannya. Demikian pulalah keadaannya dengan manusia. Hal itu adalah perumpamaan dari fakta kehidupan.
Kebanyakan pendapat ini dikuatkan dengan sabda Nabi yang artinya: "Sebagaimana menghasilkan binatang yang utuh. Adakah mereka menghasilkan yang lain? Adakah mereka merasakan kekurangan pendapat padanya?". Maksudnya ialah, binatang itu melahirkan anaknya sempurna kejadiannya tak ada kekurangan. Andaikata dia dibiarkan menurut dasar kejadiannya itu tentu dia akan tetap sempurna, tak ada aibnya. Tetapi dia di atur menurut kehendak manusia, maka rusaklah telinga dan hidungnya dilubangi tempat mengikatkan tali sehingga timbullah padanya keburukan dan kekurangan, lalu tidak sesuai lagi dengan keasliannya. Demikian pulalah keadaannya dengan manusia. Hal itu adalah perumpamaan dari fakta kehidupan.
Pendapat
tersebut di atas dianut oleh kebanyakan ahli tafsir. Adapun maksud sabda Nabi
saw tatkala beliau ditanya tentang keadaan anak-anak kaum musyrik. beliau
menjawab: "Allah lebih tahu dengan apa yang mereka ketahui". yaitu
apabila mereka berakal. Takwil ini dikuatkan oleh hadis Bukhari dan Samurah bin
Jundab dari Nabi saw. yaitu hadis yang panjang. Sebagian dari hadis itu
berbunyi sebagai berikut: “Adapun orang yang tinggi itu yang ada di surga adalah Ibrahim as.
Adapun anak-anak yang ada di sekitarnya semuanya adalah anak yang dilahirkan
menurut fitrah. Samurah berkata. "Maka Rasulullah ditanya: Ya Rasulullah,
tentang anak-anak musyrik? "Rasulullah menjawab: "Dan anak-anak
musyrik".
Diriwayatkan
dari Anas, katanya: "Ditanya Rasulullah saw tentang anak-anak musyrik,
beliau bersabda: “Mereka tak mempunyai kebaikan, untuk diberikan ganjaran,
lalu akan menjadi raja-raja surga. Mereka tak mempunyai kejelekan untuk dihisab
(disiksa) lalu mereka akan berada di antara penduduk neraka. Mereka adalah pelayan-pelayan
bagi ahli surga.”
Demikianlah
beberapa pendapat mengenai kata fitrah dan hubungannya dengan anak kecil yang
belum sampai umur. Diduga bahwa pendapat yang agak kuat ialah pendapat terakhir
ini, yaitu pendapat Ibnu Atiyah yang disokong oleh Syekh Abdul Abbas.
Kemudian
kalimat dalam ayat (30) ini dilanjutkan dengan ungkapan bahwa pada fitrah Allah
itu tak ada perubahannya. Allah tak akan merubah fitrah-Nya itu. Tak ada
sesuatupun yang menyalahi peraturan itu, maksudnya ialah tidak akan merana
orang yang dijadikan Allah berbahagia, dan sebaliknya tidak akan berbahagia
orang-orang yang dijadikan-Nya sengsara. Menurut mujahid artinya ialah:
"tak ada perubahan bagi agama Allah". Pendapat ini disokong Qatadah,
Ibnu Jubair, Dahhak, Ibnu Zaid dan Nakha'i. Mereka berpendapat bahwa ungkapan
tersebut di atas berkenaan dengan keyakinan. Ikrimah berkata; diriwayatkan dari
Ibnu Abbas bahwa Umar bin Khatab berkata yang artinya ialah tak ada perubahan
bagi makhluk Allah dari binatang yang dimandulkan. Perkataan ini maksudnya
ialah larangan memandulkan binatang.
Itulah
agama yang lurus, maksudnya Ibnu Abbas: "Itulah keputusan yang
lurus". Muqatil mengatakan itulah perhitungan yang nyata. Ada yang
mengatakan bahwa "agama yang lurus" itu ialah agama Islam.
Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka tak mau memikirkan bahwa agama Islam itu adalah agama yang benar. Karena itu mereka tak mau menghambakan diri kepada Pencipta mereka, dan Tuhan yang lebih terdahulu (qadim) memutuskan sesuatu dan melaksanakan keputusannya.
Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka tak mau memikirkan bahwa agama Islam itu adalah agama yang benar. Karena itu mereka tak mau menghambakan diri kepada Pencipta mereka, dan Tuhan yang lebih terdahulu (qadim) memutuskan sesuatu dan melaksanakan keputusannya.
D.
Surah luqman ayat 23-24
Ø Kekeras Kepalaan kaum Musyrikin yang mempertahankan
kemusyrikan mereka walau tanpa pegangan
Artinya:
23. Dan barangsiapa kafir Maka kekafirannya itu
janganlah menyedihkanmu. Hanya kepada Kami-lah mereka kembali, lalu kami
beritakan kepada mereka apa yang Telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui segala isi hati.
24. Kami biarkan mereka bersenang-senang
sebentar, Kemudian kami paksa mereka (masuk) ke dalam siksa yang keras.
23). Ayat ini merupakan hiburan kepada Rasulullah SAW dan para
sahabat yang telah disedihkan oleh sikap dan tingkah laku orang-orang musyrik
kepada mereka, seakan-akan ia mengatakan : “Hai Nabi, janganlah engkau bersedih
hati lantran kekafiran mereka. Karena tugasmu hanya menyampaikan agama Allah kepada meraka, bukan untuk
menjadikan mereka beriman. Mereka semua akan kembali kepada Allah pada hari
kiamat, lalu dikabarkan kepada mereka segala yang pernah mereka perbuat selama
hidupnya didunia. Kami akan mengadakan penilaian terhadapnya dan memberikan
penilaian yang adil, karena Allah mengetahui dengan segala yang terkandung
dalam hati manusia”.
24). Ayat ini menerangkan kepada
orang-orang kafir, bahwa mereka hanya diberi kesenangan hidup yang sedikit yang
bersifat sementara . selama waktu yang sedikit itu mereka dpat mempergunakan
nikmat-nikmat yagn disediakan Allah dan mengecap kesenangan hidup. Tetapi kesenangan sementara itu tidak ada
artinya sama sekali jika dibandingkan dengan kesenangan ukhrawi, dan kesenangan
sementara itu akan hilang, seakan-akan tidak pernah mereka alami, disaat mereka
menemui azab yang pedih dialam mereka nanti.
Hal ini dikuatkan oleh firman Allah yang
lain :
Artinya:
69. Katakanlah:
"Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah
tidak beruntung".
70. (bagi
mereka) kesenangan (sementara) di dunia, Kemudian kepada Kami-lah mereka
kembali, Kemudian kami rasakan kepada mereka siksa yang berat, disebabkan
kekafiran mereka.
BAB III
PENUTUP
·
Kesimpulan
1. Orang-orang yang menyerahkan dirinya kepada
Allah, patuh dan taat kepada-Nya berarti ia telah berpegang pada buhul tali
Allah yg kokoh.
2. Segala urusan kembali kepada Allah dan
Dialah yang menetapkan segala sesuatu.
3.
Ibadah adalah suatu perintah dari Allah yang harus kita laksanakan dengan
jiwa dan hati yang tulus dan ikhlas. Ibadah kita, mengisyaratkan bahwa kita
sebagi seorang hamba membutuhkan terhadap rahmat, hidayah, taufiq maupun
pertolongan dari Allah SWT, akan tetapi perlu di ingat bahwa rasa kebutuhan
kita terhadap Allah tidak akan mengurangi rasa tulus ikhlas kita dalam beramal.
Terdapat dua jenis ibadah dalam diri manusia (ibadah mahdhoh dan ibadah ghoiru mahdhoh) yang keduanya harus seimbang, jangan dipahami setengah-setengah, karena keduanya adalah perintah yang diberikan Allah kepada kita semuanya melalui rasulnya Muhammad SAW.
Terdapat dua jenis ibadah dalam diri manusia (ibadah mahdhoh dan ibadah ghoiru mahdhoh) yang keduanya harus seimbang, jangan dipahami setengah-setengah, karena keduanya adalah perintah yang diberikan Allah kepada kita semuanya melalui rasulnya Muhammad SAW.
Tiap-tiap ibadah yang
kita kerjakan hendaknya didorong oleh keyakinan kepada kebesaran dan kekuasaan
Allah serta timbul atas rasa syukur dan hutang budi kita kepada-Nya, jika
demikian maka ibadah akan menjauhkan diri kita dari perbuatan yang tidak baik
dan yang dilarang oleh Allah SWT.
Tetapi ibadah yang
tidak didasari atas beberapa aspek diatas akan terkesan hanya karena sebatas
memelihara tradisi yang sudah turun temurun, kendatipun memiliki rupa dan
bentuk ibadah. Tak ada ubahnya dengan patung dan gambar yaitu hanya sebagai
simbol. Selanjutnya ibadah yang semacam itu, tidak ada kesan dan buahnya kepada
tabiat dan akhlak orang yang beribadah tersebut.
4. Tugas Nabi Muhammad SAW adalah menyampaikan
agama Allah kepada manusia, bukan untuk menjadikan orang beriman. Karena itu
janganlah Nabi disedihkan oleh tindakan orang-orang kafir itu, serahkanlah
semua pada Allah.
5. Kesenagan dan kebahagiaan dunia betapa pun
besarnya adalah sangat sedkit, bila dibandingkan dengan kesenangan dan
kebahagian ukhrawi. Kesenangan di dunia itu akan hilang, seakan-akan tidak
pernah ada disaat orang-orang kafir menemui azab yang sangat di neraka nanti.
by.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar