Minggu, 22 Desember 2024

Si Halaban Di Telaga Air Bertuah, Naskah Drama Teater, Cerita Legenda Banjar

 


Si Halaban Di Telaga Air Bertuah

Legenda Gunung Bajuin


*Terinspirasi dari cerita rakyat legenda Halaban dan Telaga Banyu Batuah Gunung Bajuin, Kalimantan Selatan


Sound Awal

WAHAI ANAKKU HALABAN YANG SANTUN, BAIK DAN GAGAH BERANI SUDAH SAATNYA ENGKAU MENGGANTIKAN AYAHMU INI SEBAGAI RAJA DIKERAJAAN KECIL INI. JANGAN KAU LIHAT KECILNYA KERAJAAN INI, TAK MEGAH DAN TAK MEMILIKI WILAYAH YANG LUAS. YANG KAU PERLU LIHAT ADALAH BETAPA BAHAGIA DAN SEJAHTERANTA RAKYAT DI NEGERI YANG DAMAI INI 

JADILAH RAJA YANG BAIK PADA SEMUA RAKYATMU, BERILAH PERTOLONGAN BAGI SIAPA SAJA YANG MEMERLUKAN BANTUANMU TANPA MENGHARAP IMBALAN. JANGAN MEMENTINGKAN KESENANGAN PRIBADI, SEBAB MENJADI RAJA BUKAN BERARTI KAU MENJADI PENGUASA DIANTARA RAKYATMU, MELAINKAN SEBAGAI TANGGUNG JAWAB YANG BESAR YANG HARUS KAU JALANKAN DENGAN BAIK

ANAKKU HALABAN YANG GAGAH BERANI, JAGALAH SOPAN SANTUNMU BAHKAN KEPADA MUSUHMU SEKALIPUN, JANGAN MENYAKITI APAPUN YANG HIDUP. MEMBUNUH JANGAN SAMPAI KAU LAKUKAN. JIKA ITU TERPAKSA KAU LAKUKAN, MAKA LAKUKANLAH DENGAN HATI YANG BERSIH DARI RASA AMARAH

Diperankan oleh :

Selamat menyaksikan !


Episode 1

Lampu perlahan menyala

(Suasana panggung seakan akan disebuah rumah / didepan rumah/ latar kosong/ ada karpet rumah yang mewah kerajaan. Dan ada sebuah dipan kecil (seperti kursi pantai) ada pemuda yang sedang sakit berbaring di dipan tersebut. Pemuda itu mengidap penyakit aneh yang menyebabkan dia menjadi bisu, ada seorang raja dan seorang tabib yang sedang memeriksa keadaan putra raja yang sakit tersebut juga ada seorang pengawal raja)

(Tabib sedang memeriksa keadaan putra tersebut, dan putra itu yang tadinya berbaring diminta untuk duduk di dipan oleh tabib tersebut)

Tabib : sepertinya ini bukan penyakit biasa, tuan

Raja : kudengar kaulah tabib terhebat dipenjuru negeri ini

Tabib : maaf tuan, saya pun baru pertama kali melihat penyakit seperti ini, sungguh aneh, kemungkinan ini adalah guna guna dari orang yang tak suka dengan tua

Pengawal : guna guna ? Jujur saya tak percaya jika ada orang yang tidak suka dengan tuan raja kami ( menyela pembicaraan)

Pengawal : semua rakyat sejahtera, semua bahagia dengan kepemimpinannya, beliau orang yang dermawan serta tak pernah menyengsarakan rakyat. Setiap hari ada rakyat kecil datang kepada beliau dan beliau selalu membantu setiap rakyat yang datang

Tabib : ya itu hanya sebuah kemungkinan, sebab ini adalah penyakit yang sangat aneh, bahkan belum pernah saya temukan selama jadi tabib

Raja : ya, sejak terkena penyakit ini, putraku satu satunya ini tidak lagi dapat berbicara. Dia menjadi bisu serta rasa sakit yang tak terkira (sedih)

Tabib : tuan, saya pernah mendengar tentang mata air yang bisa menyembuhkan segala penyakit jika meminumnya

Raja : menyembuhkan segala penyakit ?! ( Antusias)

Tabib : tapi ini cerita sudah lama, lama sekali. Letaknya ada di puncak gunung Bajuin

Raja : Gunung Bajuin di negeri seberang sana ?

Tabib : Tapi tak sembarangan orang mampu kesana, banyak orang yang mencoba kesana dan tak pernah kembali lagi. Dulu ada orang yang pernah ke sana dan mengambil air di mata air tersebut dan menyembuhkan penyakit orang orang di kampungnya, semua penyakit orang kampung semuanya sembuh

Pengawal : apakah orang itu masih ada ?

Tabib : sayangnya itu cerita sudah lama sekali, mungkin sudah ratusan tahun yang lalu, menjadi cerita turun temurun kampung itu

Raja : pupus sudah harapanku ( sedih)

Raja : akan ku taruhkan nyawaku, akulah yang akan ke gunung itu

Tabib : itu bukan ide yang bagus tuan, sebab di gunung itu dijaga oleh penunggu yang siap memangsa siapapun yang kesana, itu sebabnya tak ada lagi orang yang mampu kembali dari sana.

(Hening, berpikir)

Tabib : tapi ada satu cara yang mungkin akan berhasil

Raja : apa itu ? (Antusias)

Tabib : tak jauh dari Gunung Bajuin, ada sebuah kerajaan kecil yang dipimpin oleh seorang anak muda yang terkenal hebat dan memiliki kesaktian. Sehingga ia sangat disegani dan dihormati oleh rakyatnya, bahkan disegani oleh kerajaan disekitarnya

Raja : siapa dia ? Apakah dia bisa menolong menyembuhkan putra ku ini?

Tabib : dia adalah Halaban. Dia bukan tabib, tapi dengan keberaniannya kemungkinan ia akan mampu mengambil mata air di telaga gunung Bajuin itu

Pengawal : untuk mengambil air dari telaga itu ? Yang mampu menyembuhkan semua penyakit itu ?

Tabib : ya betul sekali, sepertinya hanya dia yang mampu kesana, Si Halaban

Raja : Halaban ?!, baikan besok aku akan kesana, meminta pertolongan darinya untuk mengambil air di telaga puncak gunung Bajuin itu

(Lampu Redup)


Episode 2 

(Kerajaan kecil dikampung tak jauh dari gunung Bajuin, suasana panggung biasa saja seperti halaman rumah/ halaman kerajaan kecil/ atau panggung kosong, ala ala hutan, semi taman, atau rumah)

Halaban : jadi tuan meminta saya untuk pergi ke puncak gunung Bajuin ?

Raja : betul wahai saudaraku, hanya saudara harapan kami satu satunya untuk kesembuhan putra semata wayang kami (memelas)

Halaban : sudah sejak lama, banyak sekali orang orang hebat yang ingin kesana, tapi tak ada seorangpun yang berhasil kembali, diceritakan disana ada penunggu yang menjaga kawasan tersebut. Kesana sama dengan bunuh diri

Raja : kehebatan dan keberanian saudara tersiar dimana mana, kerajaan besar pun takut mengganggu saudara, saya yakin saudaralah yang mampu menolong kami

(Halaban berpikir sejenak)

Raja : apapun akan kami berikan kepada saudara, bahkan separu dari kerajaan pun akan kami berikan

Halaban : aku sesungguhnya tak tertarik dengan tawaran itu, kampung kecil kerajaan ini pun sudah cukup bagiku dan rakyatku

Raja : hanya saudara harapan bagi kami

(Halaban berpikir)

Halaban : baiklah, saya akan kesana. Akan tetapi ada syarat yang harus tuan penuhi

Raja : apapun itu akan kami penuhi

Halaban : Bawakan ayam berwarna hitam, 7 tangkai bunga, dan satu bibit tanaman. Konon itulah syarat yang harus dibawa jika ingin ke telaga itu

Raja : ya segera akan kami penuhi

( Lampu redup)


Episode 3


( Suasana panggung seperti hutan, banyak dedaunan berserakan, terlihat Halaban memulai perjalanannya menuju puncak gunung Bajuin. Dengan membawa tas butah/ lanjung / anjat ( tas khas masyarakat pedalaman Meratus yang terbuat dari rotan) didalamnya ada ayam hitam, sebilah Mandau, 7 tangkai bunga dan 1 bibi pohon. Dan membawa botol kayu/kaca/bambu, untuk menampung air telaga)

Halaban : lebat sekali hutan ini, tak tampak ada tanda tanda kehidupan di hutan ini. Seperti kata orang orang ke gunung ini sama dengan bunuh diri, sebab takkan pernah bisa kembali. ( Melihat sekeliling)

Halaban : wasiat dari abahku, pantang untuk tidak menolong orang lain yang sedang kesusahan, apa lagi kitalah harapan satu satunya untuk menolong. Abahku pula berpesan jangan menyakiti apapun dan siapapun

( Dengan sangat mengejutkan munculah siluman biawak putih yang tubuhnya besisik seperti biawak. Dia adalah biawak jadi jadian Penunggu hutan lereng gunung Bajuin)

Biawak : heyyy anak muda, berani beraninya kau menginjakkan kaki di hutan ini ( Halaban terkejut, ada biawak jadi jadian dia terheran)

Halaban : kau ini siapa ? Sepertinya kau bukan dari kalangan manusia

Biawak : betul, aku adalah siluman biawak, dan siap menghabisi siapa saja yang berani melintasi hutan ini

Halaban : siapapun kamu, aku tidak ada urusan dengan dirimu. Aku kesini ingin menolong seseorang untuk menyembuhkan penyakit yang dia derita

Biawak : menolong orang sakit ?! ( Biawak mereda)

Halaban : dengan meminum air telaga Batuah yang ada di puncak kami yakin hanya itu yang bisa menyembuhkannya

Biawak : sepertinya kau bukan orang sembarangan, sampai disinipun kau sudah cukup berani. Tapi aku tidak yakin kau akan dapat melewati dua makhluk ganas yang ada diatas sana.

Halaban : apapun rintangan itu, akan kulewati, aku yakin niat baik akan selalu berjalan dengan baik

Biawak : niatmu sungguh mulia, ku persilahkan melewati jalan ini, aku tak akan menggagalkan niat baik mu itu

Halaban : terima kasih banyak

Biawak : keberanian saja tak cukup untuk menggapai puncak, carilah sebilah kayu untuk mendaki dan kayu itu akan menolongmu dari bahaya

(Halaban pun meneruskan perjalanannya, menuju keluar set panggung)

(Lampu redup)


Episode 4


(Suasana panggung masih di hutan, banyak dedaunan, Susana hutan dan ada sebilah tongkat kayu, Halaban mengambilnya untuk mendaki)

Halaban : mungkin tongkat ini yang dimaksud oleh siluman biawak yang tadi

( Halaban, melirik kesana kemarin, melihat keadaan hutan, dan melanjutkan perjalanannya yang terjal, sedikit terbantu dengan adanya tongkat tersebut)

(Halaban menuju keluar set panggung, tiba tiba pas mau keluar set panggung ada siluman ular yang hampir saja mematuknya. Siluman ini menggunakan tangan kiri dan kanannya sebagai ular. Tangan kanan dan kirinya berwarna putih / seperti ular putih)

Ular : sttttttttttttttt... Stttttttt.. ( mengayunkan tangannya seperti ular kepada Halaban)

Halaban : siapa kamu, kenapa menyerang saya ( Halaban menghindar dari serangan serangan ular tangan yang bertubi tubi)

Ular : menurut kau aku ini apa ?! Hah ! ( Selalu menguyunkan tangan seperti ular)

Halaban : sepertinya kau ini adalah siluman angsa 

Ular : angsaaaa !!!! Begini kau sebut angsa !? ( Menunjukkan tangannya dengan jurus ular)

Halaban : di kampungku angsa itu sepertinya ditangan kamu itu

Ular : sttttttttttt.. sttttttttttt.. (suara ular mendesis)

Ular : dengan suara ini ! Stttttttttt... Stttttttt . Apakah itu juga suara angsa di kampungmu

Halaban : iyaa sih mirip ular, suaranya . Tapi itu bentuknya seperti angsa

Ular : sudah kubilang ini ular ! ( Kesal) 

Halaban : angsa ! (Mengolok)

Ular : ulaaaaarrr !!! Masih tak percaya, rasakan ini ( masih mencoba menyerang Halaban, dan Halaban masih menghindar hindar serangan itu)

( Saking mengamuknya, si tangan ular malah ingin menyerang si siluman ular itu sendiri, terlihat si siluman ular menghindari serangan tangannya sendiri)

Halaban : wahahahahahahahaha.. angsa menyerang siluman ular ( tertawa)

Halaban : liar juga ternyata angsa milikmu itu 

Ular : hey ! Hey ! Ada apa ini, serang dia si mulut keparat itu, bukan aku, gimana sih angsa angsa ini ! ( Berbicara dengan tangannya sendiri)

Halaban : nah tu kan betul, angsa !

Ular : eh kok angsa, ini ular ! , wahai ular, serang dia, si keparat itu telah mengolok ngolok kalian ( lalu ular itu menyerang Halaban lagi)

( Halaban menggunakan tongkat kayu, untuk menghindari serangan tangan ular tersebut, hingga akhirnya siluman itu terjatuh dan tangannya dapat di tahan Halaban dengan tongkat. Siluman ular itu tertiarap dengan tangan ke depan ditindih dengan tongkat oleh Halaban)

Ular : ampun ampun jangan bunuh aku 

Halaban : aku tak akan menyakiti siapapun, apap lagi membunuh

Ular : lepaskan aku ( coba berontak)

Halaban : tenang dulu tenang

Ular : yaa aku berjanji untuk tidak lagi menyerangmu lagi

( Halaban pun melepaskan tongkatnya dari menindih tangan siluman ular)

( Siluman ular mulai tenang, terlihat lelah, dan ularnya pun tampak sempoyongan tak bertenaga)

Ular : sebetulnya kau ini siapa ? Dan ada urusan apa jadi kesini

Halaban : aku adalah Halaban, yang ingin ke puncak gunung Bajuin untuk mengambil air telaga bertuah di atas sana, untuk menyembuhkan sakit seseorang. 

Ular : aku tak yakin kau akan mampu menghadapi Siluman Bangkui diatas sana, dia tak terkalahkan

Halaban : apapun itu akan dihadapi

Ular : kekuatannya 100 kali lipat dari kekuatanku

Halaban : dan kekuatanku 1000 kali lipat dari kekuatan dia (yakin)

( Halaban meninggalkan siluman ular, dan melanjutkan perjalanannya, jika ada barang barang terjatuh maka ia bereskan terlebih dulu, dan memasukkannya ke dalam tas rotan lagi)

(Lampu redup)


Episode 5


( Susana panggung masih seperti dihutan, tapi ada batu besar ditengahnya yang menandakan bahwa telaga bertuah itu sudah dekat)

(Halaban tanpak kelelahan, setelah mendaki, masih menggunakan tongkotnya dan membawa barang bawaannya di tas rotannya)

Halaban : uhhhhfff... Akhirnya sampai juga di sini, seujung sana pasti ada telaga itu, yang mata airnya dapat menyembuhkan semua penyakit

(Halaban beristirahat, di depan batu besar )

( Menghela nafas dan mengurut kakinya yang pegal)

(Lalu datanglah segerombolan Bangkui / beruk/ monyet ganas/ manusia berwajah monyet/ siluman monyet,, meneriaki Halaban)

Bangkui semua : wukk wukkkk wukkkk wukkkkk (suara monyet menakuti)

(Halaban ketakutan)

( Ketua Bangkui lali maju dan mendekati Halaban, dan Bangkui yang lain masih bersuara menakut nakuti Halaban )

Ketua Bangkui : berani beraninya kau datang ke wilayah kekuasaan ku

Halaban : ( tak bergeming) (agak gugup)

Ketua Bangkui : kau akan menjadi orang yang kesekian yang tak akan pernah kembali ke kampung halamanmu ( Halaban masih gugup)

Ketua Bangkui : Manusia hanyalah ingin merusak hutan ini, manusia punya tabiat serakah ! Menggunduli hutan ! Membunuh bintang bintang yang ada dihutan !, menjadikan para binatang sebagai santapan mereka

Ketua : tapi tidak ! di wilayahku ini, manusialah santapan kami 

(Halaban menarut tas rotannya, dan mengambil sebilah Mandau yang masih berkumpang/ terbungkus . Dan Halaban masih terlihat gugup dan lelah, berapa tampak ganasnya ketua Bangkui ini)

Halaban : aku tak akan merusak apapun, aku tak akan membunuh siapapun

Ketua : semua manusia yang datang kesini mengatakan persis sepertimu, tapi apa yang mereka perbuat? Pohon mereka tebang, tanah mereka keruk mencari emas !, mengambil air telaga untuk kepentingan pribadi. Hmmm .. selama aku ada disini tak kubiarkan itu terjadi lagi

Halaban : aku bukan manusia seperti yang kau maksud

Ketua : akhhhh. Mandau ditanganmu itu sudah cukup dapat membuktikan kau tak segan membunuh siapapun ( memotong pembicaraan Halaban yang ingin menjelaskan)

( Kemudian ketua Bangkui ini pun menyerang Halaban, namun Halaban hanya berusaha menangkis dan menghindar dari serangan ketua Bangkui. Bangkui Bangkui yang lain tampak bersorak ketika Halaban kena serangan atau terjatuh)

( Bangkui makin mengganas, Halaban hanya menghindar dan ketika kena serangan ia tak melawan, padahal ada Mandau ditangannya tapi ia tak menggunakannya)

Ketua : ku kira kau adalah orang yang hebat, cepat buka mandaumu, serang aku dengan mandaumu itu ! ( Bangkui menyerang lagi dan lagi lagi Halaban tak melawan)

Halaban : aku tak akan membunuh siapapun

Ketua : kalau begitu akulah yang akan membunuhmu ! (Menyerang Halaban bertubi tubi dengan brutal dan ganal, serta teriakan teriakan Bangkui lainnya membuat suasana semakin mencekam)

( Halaban pun telah kehilangan kesabarannya dengan sekali tebas dengan mandaunya, membuat ketua Bangkui terpental dan kesakitan. Mandau itu mengenai lengan ketua Bangkui. Ia tampak kesakitan dan tak mampu lagi melanjutkan pertempuran. Bangkui Bangkui yang lain tampak ketakutan dengan hal tersebut, bersembunyi di belakang tubuh ketua Bangkui yang terduduk tak berdaya)

( Halaban mencoba mendekati Bangkui yang terluka. Dan Bangkui yang lain tampak ketakutan. Halaban mencoba menenangkan mereka)

Halaban : tenang tenang , aku tak akan membunuh siapapun ( menenangkan para Bangkui )

(Halaban melepas kain pengikat kepalanya, dan membalut luka ketua Bangkui dengan perlahan dan ketua Bangkui tampak meringis)

Halaban : tenang, ini akan baik baik saja, kain ini akan menutup luka dan segera akan sembuh 

( Ketua Bangkui mulai tenang)

Halaban : andai kau tak menyerangku duluan, aku tak akan menggunakan Mandau ini untuk melukaimu

Ketua : lantas apa maumu sehingga kau berani ke puncak gunung ini ?

Halaban : aku hanya ingin mengambil sedikit air di telaga bertuah di ujung sana, mata airnya dapat menyembuhkan sakit seseorang dan aku sini untuk membantu seseorang yang sakitnya tak kunjung sembuh

(Ketua Bangkui terdiam pasrah)

Halaban : wahai Bangkui Bangkui sekalian, bawalah pemimpin kalian ini kesarang kalian, biarkan ia untuk beristirahat, obatilah lukanya sampai sembuh. Aku meminta maaf telah melukainya, itu pun kulakukan dengan terpaksa tak ada niatan untuk melukainya

( Para Bangkui pun keluar set panggung, menyerah )

Kakek : Wahahahahahaha.. wahahahahahaha ( terdengar suara kakek menggema tajam)

( Halaban mencari sumber suara itu)

Kakek : setelah sekian lamanya, ratusan tahun berlalu, kini ada lagi manusia berhasil naik ke puncak ini

Kakek : demi mata air dari telaga bertuah puncak gunung Bajuin, wahahahaahahaha, kau beruntung masih hidup

(Lalu keluarlah seorang kakek kakek dari balik batu besar)

( Halaban terkejut)

Kakek : kebaikan hatimu mengurungkan niatku untuk menyerangmu

( Kakek mengarahkan tongkat ajaibkan ke Halaban, seketika itu Halaban menjadi patung tak bergerak)

Halaban : kenapa ini ?! Kenapa aku menjadi batu !? ( Mencoba bergerak tapi tak bisa)

Kakek : mudah saja jika aku ingin menghabisimu anak muda wahahahaha, tapi kebaikan hatimu tidak membunuh Biawak, Ular dan Bangkui yang menyerangmu, membuatku mengurungkan untuk membunuhmu

Halaban : aku hanya ingin mengambil sedikit air untuk menolong seseorang

Kakek : itulah yang membuatmu mampu ke puncak gunung ini ( mengarahkan lagi tongkat saktinya dan Halaban pun bisa bergerak)

Halaban ; kakek ini siapa ?

Kakek : tak penting, kau tau aku ini siapa, tugasku adalah menjaga gunung dan hutan ini, termasuk telaga bertuah diujung sana. Tak kubiarkan manusia serakah datang kemari

Halaban : aku hanya ingin menolong seorang 

Kakek : kuizinkan kau mengambilnya, hanya secukupnya, tolonglah orang yang ingin kau tolong, telaga itu ada diujung sana (menunjuk keluar set panggung)

Kakek : taburkan tujuh tangkai bunga disepanjang jalan menuju telaga itu, lepaskan ayam hitam biarkan ia hidup bebas dihutan dan tanamlah satu bibit pohon disini 

( Halaban lalu mengambil bibit tanaman di tas rotannya lalu menanamnya didepan batu besar, di tumpuk dengan dedaunan kering)

Kakek : beri lah nama pohon itu dengan namamu

Halaban : wahai pohon, tumbuhlah dengan subur dan besar, ku namanya engkau sebagaimana namaku Haaaa laaaa baannn !

( Lalu Halaban membawa tas rotannya menuju telaga (keluar set panggung), kemudian masuk set panggung lagi, dengan membawa wadah air yang terbuat dari bambu/ kayu/ atau sejenisnya jangan botol air mineral atau plastik lainnya)

( Ketika/ saat Halaban keluar set panggung, si Kakek pun menghilang, keluar set panggung atau bersembunyi lagi d balik batu)

(Halaban lalu mencari kakek tersebut yang tiba tiba hilang, lalu Halaban melaju kembali ke kampungnya. Keluar set panggung)


(Lampu redup)


Episode 6


( Suasana panggung seperti halaman kerajaan, atau di dalam istana. Raja dan anaknya yang bisu telah menunggunya, dan banyak penduduk warga setia raja ikut menunggu kedatangan Halaban)

(Halaban pun tiba, masuk set panggung dengan wajah gembira namun terlihat lelah, suasana tegang)

Raja : Halaban, apakah kau berhasil ?

Halaban : ( mengeluarkan wadah air dari tas rotannya)

( Halaban lalu meminumkannya kepada putra raja, suasana menjadi tegang, si putra raja pun meminumnya dengan perlahan)

( Setelah beberapa saat)

(Si putra mencoba berbicara namun belum berhasil, ia masih saja bisu, tampak kecewa dari raut wajah orang orang)

(Halaban kemudian meminumkan kembali air itu kepada sang putra)

(Beberapa saat kemudian)

(Si putra pun dapat berbicara)

Putra : saaa.. saaa.. Saudaraku, Ha.. haa... halaban terima kasih atas semua ini ( diucapkan terbata bata dan perlahan)

( Semua orang punya bergembira)

Orang orang: hidup Halaban ! Hidup Halaban ! Hidup Halaban

( Semua bersuka ria)

Dan lampu pun redup


Selesai







Penulis:

Penulis ialah Arif Riduan, alumni dari Sanggar Tasmaq Annida. Lulusan dari studi Bimbingan Penyuluhan Islam, IAIN Antasari Banjarmasin. Naskah ini ditulis hanya untuk hiburan semata, tanpa ada maksud dan tujuan yang terselubung, kesamaan nama, tempat dan kejadian Hanyar faktor kebetulan saja. Silahkan disebarkan dan dipakai naskah ini untuk jenis pertunjukan apapun atau sebagai bahan diskusi. Pemakaian naskah bersifat gratis 100%, penulis tidak meminta bayaran apapun. Hanya saja jika bersedia, panitia Sudi kiranya mengkabarkan pemakaian naskah (jika berkenan) kepada penulis baik melalui email arif.riduan1992@gmail.com atau IG @areef.ole (sekedar memberi kabar) 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Si Halaban Di Telaga Air Bertuah, Naskah Drama Teater, Cerita Legenda Banjar

  Si Halaban Di Telaga Air Bertuah Legenda Gunung Bajuin *Terinspirasi dari cerita rakyat legenda Halaban dan Telaga Banyu Batuah Gunung Baj...