MOTIVASI
BERAGAMA
I. Pendahuluan
Motivasi adalah berawal dari kata
motif, yang memiliki arti dorongan. Motivasi merupakan sebab-sebab yang menjadi dorongan
bagi tindakan seseorang. Dorongan itu
dapat muncul dari tujuan dan kebutuhan
demi berlangsungnya kehidupan manusia. Manusia butuh akan motivasi sebagai
penyemangat, gairah, atau dorongan untuk mengambil keputusan.
Agama
ialah sistem norma yang mengatur manusia dengan yang lainnya, sebuah sistem
nilai- yang memuat norma-noma tertentu. Secara umum norma-norma tersebut
menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku. Pengaruh agama dalam
kehidupan individu memberi kemantaapan batin, rasa bahagia, rasa terlindung,
rasa puas, dalam hali ini agama dalam kehidupan individu selain menjadi
motivasi juga merupakan harapan.
Sedangkan
motivasi beragama adalah dorongan manusia untuk memeluk agama yang diyakininya.
Berikut dalam makalah ini akan dibahas lebih jelas mengenai motivasi beragama
bagi seorang muslim.
II. Permasalahan
Berdasarkan
uraian di atas, dalam makalah kami mengambil beberapa permasalahan, yaitu:
1. Bagaimana motivasi menurut perspektif
psikologi Islam ?
2. Bagaimana beragama menurut perspektif
psikologi Islam ?
3. Bagaimana motivasi beragama bagi seorang
muslim ?
III.
Pembahasan
1.
Motivasi Menurut Perspektif
Psikologi Islam
Sebenarnya
kata Motivasi banyak disebutkan di dalam bahasa Al-Qur’an, yang salah satunya
adalah fitrah yang artinya adalah potensi atau pembawaan manusia yang
dibawa sejak ia lahir. Manusia selain sebagai makhluk rasionaistikl juga
sebagai makhluk metafisik, yaitu makhluk yang digerakkan oleh sesuatu di luar
nalar yang biasanya disebut naluri atau insting. Setiap perbutan yang dilakukan
manusia baik yang disadari atau (rasional) maupun yang tidak disadari
(mekanikal atau naluri) pada dasarnya merupakan sebuah wujud untuk menjaga
sebua keseimbangan hidup. Jika kesimbangan tubuh ini terganggu, maka akan
timbul suatu dorongan untuk melakukan aktivitas guna mengembalikan keseimbangan
tubuh.
Islam
sebagai agama yang sesuai dengan fitrah manusia, sangat memperhatikan konsep
kesimbangan, yang dijelaskan pada QS. al-Hijr 19 yang berbunyi:
وَاْلأَرْضض
مَدَدْنَاهَا وَأَلْقَيْنَا فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنبَتْنَا فِيهَا مِن كُلِّ
شَىْءٍ مَّوْزُونٍ {19}
Artinya:
“Dan
kami telah menghamparkan bumi dan menjdikan padanya gunung-gunung dan kami
tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukurannya”. (QS.
Al-Hijr:19)
الَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ
{7}
Artinya:
“ Yang
telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan
tubuh)mu seimbang” (QS. Al-Infithar:7)[1]
Jadi, dapat diketahui bahwa, motivasi
(motivation) adalah keseluruhan dorongan, keinginan, kebutuhan, dan daya yang
sejenis yang mengarahkan perilaku. Motivasi sudah diartikan suatu variabel
penyelang yang digunakan untuk menimbulkan faktor-fakor tertentu di dalam
organisme, yang membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyeluruh tingkah
laku menuju satu sasaran. Motivasi juga dapat diartikan sebagai semangat.
Pengertian inilah yang berkembang di tengah kehidupan masyarakat.
Berikut
ini pengertian motivasi :
1.
Menurut
Abraham Maslow dan Douglas McGregor, motivasi adalah alasan yang
mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu.
2. Menurut Mitchell, motivasi adalah proses
yang menjelaskan intensitas, arah, ketekunan seorang individu untuk mencapai
suatu tujuan.
3. Motivasi adalah proses pengembangan dan
pengarahan perilaku individu atau kelompok, agar individu atau kelompok itu
menghasilkan keluaran yang diharapkan, sesuai dengan sasaran atau tujuan yang
ingin dicapai. (Ensiklopedi Manajemen, Ekonomi dan Bisnis, 1993).[2]
4. Menurut Wirawan Sarwono, motivasi adalah
istilah yang lebih umum, yang menunjuk pada seluruh proses gerakan, termasuk di
dalamnya situasi yang mendorong timbulnya tindakan atau tingkah laku individu.
Seberapapun perbedaan para ahli dalam
mendefinisikan motivasi, namun dapat dipahami bahwa motivasi merupakan
akumulasi daya dan kekuatan yang ada dalam diri seseorang untuk mendorong,
merangsang, menggerakkan, membangkitkan dan memberi harapan pada tigkah laku.
Motivasi menjadi pengarah dan pembimbing tujuan hidup seseorang, sehingga ia
mampu mengatasi inferioritas yang benar-benar dirasakan dan mencapai
superioritas yang lebih baik. Makin tinggi motivasi hidup seseorang, maka makin
tinggi pula intensitas tingkah lakunya, baik secara kualitatif maupun
kuantitatif.
Dalam psikologi Islam, pembahasan
motivasi hidup tidak terlepas dari tahapan kehidupan manusia. Secara garis
besar, kehidupan manusia terbagi atas tiga tahap penting :
1) Tahapan pra kehidupan dunia, yang
disebut dengan alam perjanjian atau alam alastu. Pada aam ini terdapat rencana
atau design Tuhan yang memotivasi kehidupan manusia di dunia. Isi motivasi yang
dimaksud adalah amanah yang berkenaan dengan tugas dan peran kehidupan manusia
di dunia.
2) Tahapan kehidupan dunia, untuk
aktualisasi atau realisasi diri terhadap amanah yang telah diberikan pada alam
pra kehidupan dunia. Pada alam ini realisasi atau aktualisasi diri manusia
termotivasi oleh pemenuhan amanah. Kualitas hidup seseorang sangat tergantung
pada kualitas pemenuhan amanah.
3) Tahapan alam pasca kehidupan dunia, yang
disebut dengan hari penghabisan atau yaumul akhirah. Pada kehidupan ini manusia
diminta oleh Allah untuk mempertanggungjawabkan semua aktivitasnya, apakah
aktivitasnya sesuai dengan amanah atau tidak.
Menurut pandangan Islam telah dinyatakan
secara jelas bahwa motivasi hidup manusia hanyalah realisasi atau aktualisasi
amanah Allah SWT semata. Menurut Fazlur Rahman, amanah merupakan inti kodrat
manusia yang diberikan sejak awal penciptaan, tanpa amanah manusia tidak
memiliki keunikan dengan makhluk-makhluk lain. Firman Allah:
إِنَّا
عَرَضْنَا اْلأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ
أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا اْلإِنسَانُ إِنَّهُ كَانَ
ظَلُومًا جَهُولاً {72}
Artinya:
Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu, dan mereka khawatir akan
menghianatinya, dan dipikillah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu amat dzalim dan amat bodoh.(QS. Al-Ahzab:72)[3]
Dalam Al-Qur’an disebutkan beberapa
motivasi aktivitas hidup seseorang. Namun motivasi yang dapat dibenarkan adalah
:
1. Tidak ada motivasi atau tendensi apapun
dalam ibadah, hidup dan mati ini kecuali semata-mata karena Allah. Firman Allah
SWT:
قُلْ
إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya: Katakanlah:
sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam.(QS Al-An’am :162)
2. Semata-mata ikhlas karena Allah SWT,
sebab hal itu merupakan bentuk beragama yang benar. Firman Allah SWT:
وَمَآ أُمِرُوْ~ا إِلاَّ
لِيَعْبُدُوْااللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَآءَ وَيُقِيْمُوْا
الصَّلَوةَ وَيُؤْتُوْا االزَّكَوةَ وَذَلِكَ دِيْنُالْقَيِّمَةِ {5}
Artinya:
padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka
mendirikan sholat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang
lurus. (QS Al-Bayyinah: 5)
3. Untuk mencapai kebaikan dan kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat dan terhindar dari siksaan api neraka. Firman
Allah:
وَمِنْهُمْ
مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً
وَقِنَا عَذَابَ النَّار
Artinya: “Dan
diantara mereka ada orang yang bendo'a: "Ya Tuhan kami, berilah kami
kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa
neraka".[4]
2. Beragama Menurut Perspektif Psikologi
Islam
Beragama juga berasal dari bahasa
Inggris yaitu religiosity dari akar kata religy yang berarti
agama. Religiosity merupakan bentuk kata dari kata religious yang
berarti beragama, beriman. Beragama adalah adanya kesadaran diri individu dalam
menjalankan suatu ajaran dari suatu agama yang dianut. Manusia diciptakan
dengan membawa fitrah yang penciptaannya lebih sempurna dibanding dengan
makhluk yang lain. Penciptaannya ini dilengkapi dengan akal dan nafs, dengan
memiliki akal manusia dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk.[5]
SebagaimanaRasulullah SAW bersabda:
حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا ابْنُ
أَبِي ذِئْبٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ
يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ
تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ
Artinya: “Telah menceritakan
kepada Adam telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dza’bin dari
Az-zuhriyyi dari Abu Salamah bin Abdur rahman dari Abu Hurairah berkata: Nabi
SAW bersabda: setiap anak dilahiran dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orang
tuanyalah yang menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi
sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna.
Apakah kalian melihat ada cacat padanya?”
Dalam
referensi yang berbeda, bahwa manusia memiliki fitrah atau potensi yang terdiri
dari Nafs, Qalb, Ruh,dan Aql. Berkenaan dengan agama yang dipeluk setiap
manusia, maka hal ini dikaitkan pula dengan Ruh. Ruh merupakan dimensi jiwa
manusia yan bernuansa ilahiyyah. Implikasinya dalam kehidupan manusia adalah
aktualisasi potensi luhur batin manusia berupa keinginan mewujudkan nilai-nilai
ilahiyyah yang tergambar dalam Asmaul Husna (nama-nama Allah) dan berperilaku
agama (makhluk agamis). Ini sebagai konsekuensi logis dimensi Ruh yang berasal
dari tuhan, maka ia memiliki sifat-sifat yang dibawa dari asal tersebut. Jadi,
kebutuhan manusia untuk memeluk agama adalah suatu hal yang logis. Dalam agama,
keyakinan terhadap Allah dapat dipenuhi dan dipuaskan. Dari sinilah dapat
diketahui, bahwa manusia memang butuh Agama. Yang mana konsekuensi ini menolak
pandangan psikologi tentang paham Behafiorism dan Psikoanalismyang menganggap
bahwa beragama adalah sebagai orang yang mengidap penyakit jiwa. Karena jiwa
manusia hampa dimensi Ruh yang merupakan dimensi Ilahiyyah manusia yang
bermuara pada kebutuhan terhadap Tuhan dan Agama. Jadi, wajar saja jika tidak
mengakui agama sebagai kebutuhan jiwa manusia, namun malah sebaliknya
menganggap sebagai penyakit jiwa.
Menurut
perspektif Psikologi Islam, ruh merupakan dimensi spiritual yang menyebabkan
iwa manusia dapat dan memerlukan hubungan dengan hal-hal yang bersifat
spiritual. Jiwa manusia memerlukan hubungan dengan Tuhan. Maka dari itu, jiwa
juga memiliki daya-daya atau kekuatan-kekuatan yang spiritual yang tidak
dimiliki makhluk lain.
Dari
dimensi inilah menyebabkan manusia memiliki sifat ilahiyyah (sifat ketuhanan)
yang mendorong manusia untuk merealisasikan sifat-sifat Tuhannya dalam
kehidupannya di dunia.[6]
3. Motivasi
Beragama Bagi Seorang Muslim
Agama berperan sebagai motivasi dalam mendorong individu untuk
melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan yang dilakukan dengan latar
belakang keyakinan agama dinilai mempunyai kesucian, serta ketaatan.
Keterkaitan ini akan memberi pengaruh diri seseorang untuk berbuat sesuatu.
sedangkan agama sebagi nilai etik karena dalam melakukan sesuatu tindakan
seseorang akan terikat kepada ketentuan antara mana yang boleh dan mana yang
tidak boleh menurut ajaran yang dianutnya. Sebaliknya agama juga sebagi pemberi
harapan bagi pelakunya. Seseorang yang melaksanakan perintah agama umumnya
karena adanya suatu harapan terhadap pengampunan atau kasih sayang dari suatu
harapan terhadap pengampunan atau kasih sayang dari sesuatu yang ghaib.
Motivasi mendorong seseorang untuk
berkreasi, berbuat kebajikan maupun berkorban. Sedangkan nilai etik mendorong
seseorang untuk berlaku jujur, menepati janji menjaga amanat dan sebagainya.
Sedangkan harapan mendorong seseorang untuk bersikap ikhlas, menrima cobaan
yang berat ataupun berdo’a. Sikap seperti itu akan lebih terasa secara mendalam
jika bersumber dari keyakinan terhadap agama.
Dalam Al-Qur’an ditemukan beberapa
statement baik secara eksplisit maupun implisit menunjukkan beberapa bentukan
dorongan yang memengaruhi manusia. Dorongan-dorongan yang dimaksud dapat
berbentuk instingtif dan dorongan naluriah, maupun dorongan terhadap hal-hal
yang memberikan kenikmatan. Hal ini
dijelaskan dalam QS. Ali-Imron ayat 14 dan QS. Al-Qiyammah ayat 20. Ayat
tersebut menunjukkan bahwa manusia pada dasarnya memiliki kecintaan yang kuat
terhadap dunia dan syahwat (sesuatu yang bersifat kenikmatan pada badan) yang
terwujud dalam kesukaan terhadap perempuan, anak, dan harta kekayaan. Dalam
surat Al-Qiyammah ayat 20 dijelaskan larangan untuk menafikan kehidupan dunia,
karena sebenarnya mnausia diberikan keinginan dalam dirinya untuk mencintai
dunia itu, hanya saja kesenangan hidup itu tidak diperbolehkan semata-mata
hanya untuk kesenagngan saja, yang sebenarnya lebih bersifat biologis dari pada
bersifat psikis. Padahal motivasi manusia harus terarah pada suatu qiblah,
yaitu arah masa depan yang disebut Al-akhirah, sebuah kondisi yang situasi yang
sebenarnya lebih bersiaft psikis.
Dalam surat Ar-Rum ayat 30 juga
dijelaskan mengenai fitrah manusia atau sebuah potensi dasar. Potensi dasar
yang memiliki makna sifat bawaan, yang mengambil arti bahwa sejak diciptakan
manusia memiliki sifat pembawaan yang menjadi pendorong untuk melakukan
berbagai bentuk perbuatan, tanpa disertai dengan peran akal, sehingga terkadang
manusia tanpa disadari bersikap dan bertingkah laku untuk menuju pada pemenuhan
fitrahnya. Seperti pada kasus yang terjadi pada “ Agama” animism dan dinamisme,
para pengikutnya bersifat dan bertingkah laku aneh dan irrasional (menyediakan
sesajen) ketika memenuhi kebutuhan fitrahnya untuk beragama.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa manusia diciptakan oleh Allah dengan potensi
dasar atau fitrah beragama. Semua manusia pasti membutuhkan agama, sekalipun
orang atheis secara actual tidak meyakini adanya Tuhan. Tetapi sebenarnya,
secara filosofi, mereka tetap mencari pegangan hidup yang diwujudkan dalam
aturan-aturan kesepakatan bersama atau semacam undang-undang yang dibuat
mereka. Aturan yang dibuat mereka terkadang lebih fanatic daripada aturan dari
seorang penganut agama yang mengakui aturan yang dibuat Tuhan. Dalam
menjalankan aturan itu seakan-akan atheis mengakui aturan itu sendiri sebagai
Tuhannya. Hal ini menunjukkan bahwa manusia tidak dapat memisahkan diri denagn
Tuhan sekalipun manusia tidak menyadari hubungan itu. Inilah yang dimaksud
motivasi beragama. [7]
Pendapat lain menyatakan bahwa salah
satu ciri utama fitrah adalah manusia menerima Allah sebagai Tuhan. Dari
asalnya manusia itu mempunyai kecenderungan beragama, sebab beragama itu
sebagian dari fitrahnya. Sebab-sebab yang menjadikan seseorang itu tidak
percaya terhadap Tuhan bukanlah sifat dari asalnya, tetapi ada kaitannya dengan
alam sekitar. Manusia butuh agama itu karena untuk memberdayakan diri ketika
sedang dalam menghadapi kesulitan atau masalah sebagai wujud untuk menghindari
bahaya yang akan menimpanya. [8]
4. Analisa
Sejak awal manusia diciptakan oleh
Allah, sebenarnya manusia memilki fitrah atau potensi untuk beragama. Beragama
dalam hal ini adalah beragama Islam. Menurut orang orientalis, kedatangan Isla
adalah sebagai solusi, karena menurut mereka rujukan yang utama adalah adalah
psikologi umum yang dikembangkan oleh kaumnya sendiri. Kemudian baru merujuk
pada psikologi dalam perspektif Islam.
Manusia selain disebut sebagai
makhluk rasionalistik juga disebut sebagai makhluk mekanistik, yang mana
keduanya harus dalam keadaan seimbang. Jika keduanya tidak seimbang maka
manusia butuh adanya suatu dorongan atau motivasi, baik motivasi yang berasal
dari diri sendiri juga yang berasal dari orang lain. Dalam kajian makalah ini
dibahas tentang motivasi beragama bagi seorang muslim. Motivasi adalah dorongan
yang muncul dari diri seseorang untuk mencapai sasaran yang hendak dicapai.
Manusia memiliki dorongan untuk memeluk agama yang diyakininya, hal ini
berkenaan dengan fitrah atau potensi dasar yang disebut dengan Ruh sehingga hal
ini disebut sebagai dimensi Ruh. Dimensi Ruh menyebabakan manusia memiliki
sifat ilahiyyah atau sifat ketuhanan dan mendorong manusia untuk mewujudkan
sifat tuhan itu dalam kehidupan sehari-hari.
Dari sinilah, sebenarnya butuh
dengan agama sebagai pengatur kehidupan yang mereka jalani. Manusia butuh agama, karena agama adalah sistem yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata
kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Manusia sejak awal lahirnya telah membawa fitrah (potensi) yang berbeda. Salah
satu potensi yang dibawa manusia itu adalah potensi agam. Segala tingkah laku
yang diperbuatnya baik dan buruknya tingkah laku itu tergantung pada mahusia
yang menjalaninya, karena pada dasarnya segala sesuatu yang diperbuat manusia
akan kembali pada agama.
IV.
Penutup
A. Kesimpulan
1. Motivasi dalam perspektif Islam adalah
tahapan kehidupan manusia yang terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama, tahapan
pra kehidupan dunia, yang disebut dengan alam perjanjian atau alam alastu yang
dijelaskan dalam QS. al-A’raf ayat 172. Pada alam ini terdapat rencana dan
design Tuhan yang memotivasi kehidupan manusia di dunia. Isi motivasi yang
dimaksud adalah amanah yang berkenaan dengan tugas dan peran kehidupan manusia
di dunia. Tahapan kedua, tahapan kehidupan dunia, untuk aktualisasi atau
realisasi diri terhadap amanah yang telah diberikan pada alam pra kehidupan
dunia. Kehidupan manusia pada tahap ini sangat termotivasi oleh pemenuhan
amanah. Tahapan ketiga, tahap alam pasca kehidupan dunia yang disebut hari
penghabisan (yaumul akhirah). Pada kehidupan ini, manusia diminta oleh Allah
untuk mepertanggungjawabkan semua aktivitasnya, apakah aktivitas yang dilakukan
sesuai dengan amanah atau tidak, jika sesuai dia akan masuk surga dan jika
tidak maka akan masuk neraka.
2. Beragama menurut psikologi Islam adalah
setiap manusia yang lahir ke dunia memiliki potensi atau fitrah untuk memeluk
agama yang diyakininya. Hal ini dikarenakan manusia memiliki fitrah yang
disebut dengan Ruh. Ruhlah yang mendorong manusia untuk mencari agama yang
dianggap benar.
3. Motivasi beragama bagi seorang muslim
merupakan dorongan bagi manusia untuk menjalankan apa saja yang menjadi
konsekuensi dari masing-masing agama yang dipeluknya.
B. Saran
Alhamdulillah, makalah yang kami susun
dengan judul “Motivasi Beragama” pada mata kuliah Psikologi Islam ini dapat
selesai tepat pada waktunya. Kemi sudah berusaha semaksimal mungkin dalam
menyusun makalah ini, namun masih ada kekurangan, karena tidak ada satu pun di
dunia ini yang sempurna kecuali Allah. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca. Atas kritik dan sarannya kami ucapkan terima kasih.
Semoga makalah ini dapat memberi manfaat kepada kita semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Rahman Saleh, Psikologi
Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, Prenada Media, Jakarta;2004.
Abdul Mujib, Nuansa-Nuansa
Psikologi Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta;2002.
Baharuddin,
Aktualisasi Psikologi Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta;2005.
Baharuddin, Paradigma Psikologi
Islami, Puataka Pelajar, Yogyakarta; 2004.
Djamaludin Ancok, Psikologi
Islami, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta;2011.
Heri Jauhari Muchtar, Fikih
Pendidikan, PT REMAJA ROSDAKARYA, Bandung;2008.
Sumanto, Psikologi Umum,
CAPS (Center of Academic Publishing Service), Yogyakarta;2014.
[1] Abdul Rahman Shaleh, Psikologi
Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, 2004, hal. 179.
[2]Sumanto, Psikologi
Umum, CAPS (Center of Academic Publishing Service), Yogyakarta;2014, hal
167-168.
[3] Abdul Mujib, Nuansa-Nuansa
Psikologi Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta;2002, hal 246-250.
[5]Heri Jauhari Muchtar, Fikih
Pendidikan, PT REMAJA ROSDAKARYA, Bandung;2008, hal 7.
[6] Baharuddin, Paradigma
Psikologi Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004, hal. 145-146.
[8]
Djamaludin Ancok, Psikologi Islami, Pustaka Pelajar, Yogyakarta;2011, hal 157.
http://fitrianahadi.blogspot.co.id/2014/12/makalah-psikologi-islam-tentang_9.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar