Oleh: Anas Apriyadi
Dalam
pengertiannya kebudayaan bisa didefinisikan sebagai sesuatu yang akan
mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan
yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan
kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat
nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi
sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk
membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Indonesia
tentunya memiliki kebudayaan yang sangat khas yang membedakannya dengan
bangsa lain. Kebudayaan Indonesia terbentuk dengan sangat unik.
Kepulauan Indonesia yang terbentang luas menghasilkan bermacam-macam
kebudayaan yang berbeda-beda. Ditambah lagi dengan persentuhannya budaya
lokal dengan budaya dari luar seperti kebudayaan yang dibawa
Hindhu-Buddha, Islam, maupun kolonial barat (meskipun budaya barat lebih
banyak mudharat daripada manfaatnya). Persentuhan dan akulturasi budaya
itu bersinergi dengan apik dalam tiap masa dan akhirnya membentuk
kebudayaan masyarakat Indonesia saat ini.
Dalam
perjalanannya saya melihat ada beberapa tantangan yang dihadapi
kebudayaan Indonesia di masa kini. Tantangan ini terjadi dari dua sisi,
dari dalam dan dari luar. Dari dalam misalnya, bermacam-macam kebudayaan
yang berbeda dari tiap daerah, etnis, maupun agama yang ada di
Indonesia bisa menimbulkan disintegrasi kebudayaan jika tidak ada rasa
pluralisme dan saling menghormati. Dari luar, tentu saja kita tahu bahwa
gencarnya arus globalisasi termasuk globalisasi kebudayaan membuat
banyak penetrasi kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia baik melalui
TV, film, gadget, dan sebagainya yang dapat membawa pengaruh buruk bagi
kebudayaan kita.
Sebagai
mahasiswa kita harusnya mempunyai peranan penting dan posisi strategis
untuk bisa menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi kebudayaan
Indonesia ini. Dengan kapasitas intelektualnya mahasiswa memiliki
tingkat kesadaran sosial yang relatif lebih tinggi dalam masyarakat
sehingga harus mampu memilah-milah baik-buruknya kebudayaan yang masuk,
maupun mengusahakan konsensus dan saling memahami antar kebudayaan
Indonesia yang berbeda-beda, dalam hal ini saya menganggap mahasiswa
bisa menjadi motor penggerak untuk menjawab tantangan kebudayaan itu
dalam masyarakat. Namun, kecenderungan mahasiswa sekarang pada umumnya
malah menjadi motor penggerak bagi tantangan-tantangan kebudayaan itu.
Kapasitas intelektual dan kemampuan memperoleh informasi dan budaya dari
dunia luar malah membuat mahasiswa cenderung latah dengan budaya luar
yang masuk dan menganggap kebudayaan luar yang lebih modern dan glamor
lebih cocok dengan kapasitas intelektual mereka dan menganggap
kebudayaan bangsa sendiri sudah kuno dan tak cocok bagi mereka. Bila
terhadap kebudayaan sendiri saja perhatiannya sudah kurang bagaimana
bisa menjawab tantangan selanjutnya untuk mengatasi disintegrasi budaya
Indonesia.
Melihat
keadaan seperti itu gerakan mahasiswa mempunyai peran penting sebagai
bagian dari sekelumit mahasiswa yang peduli pada masalah-masalah yang
terjadi di tengah masyarakat dan bangsa ini. Dalam hal ini saya tekankan
pada organ gerakan mahasiswa dimana kita berada yaitu PMII. PMII punya
peluang untuk dapat berperan menjadi motor untuk menjawab
tantangan-tantangan kebudayaan Indonesia. Secara manhaj PMII yang
menganut ahlus sunnah wal jamaah (aswaja) yang juga merupakan
ciri khas masyarakat Indonesia khususnya Islam di Indonesia sebagai
metode pergerakan dalam bersikap termasuk dalam hal kebudayaan. Dalam
hal ini empat nilai aswaja yaitu tawassuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), dan ta’adul
(adil) harus diterapkan dalam menjawab tantangan ini. Secara historis
pun PMII juga mewarisi ajaran aswaja yang diajarkan oleh wali songo
dalam menyebarkan agama Islam di Nusantara, dan kita tahu bagaimana para
wali menyebarkan Islam di Nusantara tidak lain adalah dengan akulturasi
budaya, antara budaya Islam (luar) dan budaya lokal. Tidak lupa juga
secara historis PMII lahir dari NU yang konsen akan kebudayaan Indonesia
dengan Lesbumi-nya yang kala itu mampu menjadi benteng kebudayaan lokal
dari berbagai ideologi luar dan disintegrasi kebudayaan. Dengan
kenyataan di atas secara genetis PMII memang seharusnya mampu berperan
lebih dalam menghadapi tantangan-tantangan kebudayaan Indonesia.
Dalam
menjalankan perannya itu keempat nilai aswaja bisa menjawab tantangan
kebudayaan, dengan mengembangkan sikap moderat, toleran, seimbang, dan
adil dalam menyikapi tiap masalah kebudayaan baik dari dalam berupa
disintegrasi kebudayaan, maupun dari luar berupa penetrasi kebudayaan
asing. Selain itu prinsip al-muhafazatu ‘ala al-qadim al-salih wa al-akhdzu bi al-jadid al-aslah atau
menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih
baik menjadi prinsip yang tepat sebagai landasan melestarikan kebudayaan
kita agar tetap bertahan dan mengembangkan dengan kebudayaan baru yang
lebih baik nantinya tanpa meninggalkan kebudayaan asli kita.
Tidak
sekedar itu, perlu ada langkah nyata didasarkan atas karakteristik yang
dimiliki PMII di atas untuk merealisasikan peran dalam menawab
tantangan kebudayaan. Sebagai gerakan mahasiswa yang bisa dilakukan PMII
seperti mewacanakan pemikiran tentang kebudayaan, saya pernah membaca
dulu PMII Gadjah Mada pada masa jayanya pernah menerbitkan buletin
Seloka yang memfokuskan wacana seni dan budaya. Saya rasa dengan
mewacanakan seni dan budaya dapat mengilhami mahasiswa dan masyarakat
untuk lebih peduli pada budaya Indonesia. PMII perlu juga mengagendakan
advokasi kebudayaan pada masyarakat maupun pemerintah, sebagai gerakan
mahasiswa penting bagi PMII untuk mengawal berbagai kebijakan pemerintah
dalam hal kebudayaan apakah baik atau tidak bagi kebudayaan kita.
Menggalakkan pemahaman kebudayaan kepada masyarakat juga harus dilakukan
sebagai bentuk advokasi kebudayaan pada masyarakat. Hal yang paling
penting adalah dari diri kita sebagai individu dalam pergerakan, kita
juga harus lebih peduli pada kebudayaan Indonesia. mari berkaca pada
diri kita, sudahkah kita berperan melestarikan dan mengembangkan
kebudayaan kita sendiri? Sekecil apapun peran kita amat bermakna bagi
kebudayaan kita yang sedang mengalami banyak tantangan. Dengan aktif
berperan untuk turut menjawab tantangan kebudayaan Indonesia mulai dari
diri kita sendiri untuk selanjutnya terakumulasi dalam organ gerakan
mahasiswa yang memainkan peran dalam masyarakat maka perlahan tantangan
kebudayaan Indonesia akan terjawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar