Mahasiswa tercipta sebagai kelas terdidik dalam masyarakat. Dengan
potensi dan kelebihan intelektual yang dimiliki mahasiswa serta
kesadaran tanggung jawab sosial yang dimilikinya mahasiswa memiliki
peran yang strategis. Sejarah mencatat munculnya gerakan mahasiswa,
suatu gerakan dari para kaum muda, khususnya mahasiswa yang memiliki
idealisme sebagai mahasiswa, idealisme yang terbangun atas dasar
intelektualitas dan kepedulian terhadap masyarakat, yang membuat mereka
bergerak memberikan yang terbaik bagi masyarakat.
Dalam sejarah gerakan mahasiswa merupakan salah satu kekuatan pelopor
yang terus eksis dalam setiap perubahan yang terjadi di negeri ini.
Perjuangan gerakan mahasiswa selalu berpihak kepada kepentingan rakyat
yang sering terdistorsi oleh kebijakan penguasa. Gerakan mahasiswa juga
terbukti mampu memunculkan para calon-calon pemimpin bangsa yang
terlahir berkat perjuangan dan kontribusinya pada bangsa lewat gerakan
mahasiswa. Jejak langkah emas gerakan mahasiswa dapat kita temui dalam
berbagai era sejarah yang mewarnai negeri ini, kehadiran gerakan
mahasiswa dalam sejarah tak pernah lepas dari upayanya memajukan rakyat
dan melawan penindasan yang ada.
Kemunculan gerakan mahasiswa dalam perjuangan melawan kolonialisme
Jejak langkah emas perjalanan gerakan mahasiswa di Indonesia mulai
muncul pada perjuangan melawan kolonialisme. Kemunculan kaum terdidik
ini tidak dapat dilepaskan dari kebijakan politik etis yang diterapkan
pemerintah kolonial Belanda. Dibukanya kesempatan kaum pribumi untuk
mendapatkan pendidikan melahirkan golongan kaum terpelajar hasil didikan
Belanda yang justru tergerak akan kondisi bangsanya yang tertindas dan
bangkit tergerak untuk membebaskan bangsanya dari belenggu
ketertindasan. Pada tahun 1908 para mahasiswa STOVIA yang tergerak akan
sikap kritisnya atas kondisi bangsa mencatat sejarah dengan mendirikan
Boedi Oetomo sebagai wadah perjuangan kebangsaan pertama di Indonesia
yang terorganisir secara modern. Pada masa yang sama, para mahasiswa
Indonesia yang belajar di Belanda yang dimotori Muhammad Hatta
mendirikan Indische Vereeniging, yang pada awalnya merupakan
perkumpulan diskusi dan bersifat nonpolitis yang kemudian berkembang
menjadi lebih berorientasi politis dengan bermetamorfosis menjadi Indonesische Vereeniging
hingga kemudian Perhimpunan Indonesia untuk dapat mempertegas identitas
nasionalismenya sebagai bangsa Indonesia. Kehadiran Boedi Oetomo dan
Perhimpunan Indonesia bagaikan memicu lahirnya berbagai gerakan kaum
terpelajar dan pemuda di Indonesia. Salah satu buah dari bangkitnya
generasi pemuda ini adalah munculnya Sumpah Pemuda oleh Kongres Pemuda
II tahun 1928 yang menjadi lambang akan kesadaran berbangsa Indonesia
pada pemuda.
Kehadiran Boedi Oetomo dan Perhimpunan Indonesia ini adalah tonggak
bersejarah kebangkitan bangsa Indonesia dengan munculnya generasi
pembaharu terpelajar dimana gerakan mahasiswa menjadi motornya untuk
menggelorakan propaganda kemerdekaan dengan menumbuhkan kesadaran
kebangsaan dan hak-haknya untuk merdeka kepada bangsa Indonesia yang
telah lama tenggelam oleh kolonialisme Belanda.
Gerakan mahasiswa di Indonesia terus mewarnai dinamika pergerakan
nasional untuk merebut kemerdekaan melawan penindasan kolonialisme.
Puncaknya pada zaman pendudukan Jepang dimana perkumpulan dan organisasi
termasuk gerakan mahasiswa dilarang, muncul gerakan-gerakan bawah tanah
oleh para mahasiswa dan pemuda yang diam-diam tetap melakukan
pergerakan untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Salah satu peran
bersejarah gerakan bawah tanah ini adalah peristiwa Rengasdengklok,
dimana gerakan bawah tanah yang dipimpin oleh Chairul Saleh dan Soekarni
saat itu ‘menculik’ Bung Karno dan Bung Hatta untuk mendesak mereka
agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Atas peran gerakan
itulah akhirnya proklamasi kemerdekaan Indonesia dapat terlaksana pada
tanggal 17 Agustus 1945.
Gerakan mahasiswa sebagai student government mengawal Indonesia sebagai negara muda
Era pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia sekaligus perjuangan
mempertahankannya masa 1950-an bisa dibilang merupakan era keemasan dari
gerakan mahasiswa di Indonesia. Tumbuhnya Indonesia sebagai negara muda
yang menjanjikan serta berkembangnya demokrasi liberal saat itu turut
mempengaruhi dinamika gerakan mahasiswa Indonesia. Pada masa ini lahir
gerakan-gerakan mahasiswa yang nantinya akan mewarnai sejarah Indonesia
sebagai bangsa merdeka. Kesadaran jamak mahasiswa untuk turut mewarnai
dan berkontribusi pada dinamika politik bangsa ini adalah faktor yang
menyebabkan gerakan mahasiswa pada masa ini sangat progresif.
Gerakan mahasiswa yang lahir pada masa ini memiliki diferensiasi
ideologi satu sama lain karena pada masa itu gerakan mahasiswa biasanya
memiliki kedekatan ideologis dan arah geraknya dengan partai-partai
politik yang ada di Indonesia saat itu . Pada masa inilah Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir dari rahim kalangan mahasiswa
Nahdlatul Ulama (NU) yang saat itu menjadi partai, beserta dengan
gerakan mahasiswa lain Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dari Partai
Masyumi, Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI) dari PNI,
Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia (PMKRI) dari Partai
Katholik, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos) dari PSI,
Consentrasi Gerakan Mahasiswa Islam Indonesia (CGMI) dari PKI.
Sekat-sekat ideologis antar gerakan mahasiswa bukannya tanpa
rintangan. Perseturuan partai politik dalam pemilu turut mempengaruhi
gerakan mahasiswa. Jika partai politik berebut kedudukan di negara, maka
gerakan-gerakan mahasiswa ini juga memiliki persaingan di PPMI
(Perserikatan Perhmpunan Mahasiswa Indonesia) sebagai aliansi diantara
kelompok-kelompok mahasiswa. Munculnya PKI sebagai salah satu partai
kuat pada pemilu 1955 turut mempengaruhi manuver CGMI di PPMI.
Dominannya CGMI di PPMI cukup menimbulkan friksi antara gerakan-gerakan
mahasiswa khususnya dengan HMI dan GMNI. Puncaknya pada tahun 1966
didirikan KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) yang merupakan
kesepakatan dari berbagai gerakan mahasiswa (HMI, PMII, PMKRI, GMKI,
SOMAL, Mapancas, IPMI) dan militer saat itu tujuannya untuk melawan
pengaruh CGMI dan komunisme pada umumnya.
Keberadaan KAMI dan gerakan mahasiswa lain di dalamnya sebagai
angkatan mahasiswa ’66 memang berhasil melawan PKI dan membangun
kepercayaan rakyat untuk melawan komunisme, selain itu turut juga
menjadi kelompok penekan sehingga dapat mendorong turunnya rezim
Soekarno. Namun banyak juga yang menganggap gerakan mahasiswa angkatan
’66 tidak sepenuhnya berpihak pada rakyat. Terlebih saat rezim orde baru
didirikan banyak aktivis pemuda dan gerakan mahasiswa yang berada dalam
lingkaran kekuasaan orde baru. Hal itulah yang banyak menimbulkan
kekecewaan, salah satu tokoh mahasiswa yang menyadari kekeliruan ini
adalah Soe Hok Gie.
Meskipun begitu gerakan mahasiswa pada era-era ini telah berhasil
menanamkan dasar-dasar idealisme gerakan mahasiswa walaupun terdapat
sekat-sekat ideologis antar gerakan mahasiswa. Peran gerakan mahasiswa
sebagai student government memiliki posisi tawar yang tinggi terhadap pemerintah.
Orde baru dan upaya depolitisasi mahasiswa
Naiknya rezim orde baru dengan Soeharto sebagai presidennya turut
mengubah dinamika gerakan mahasiswa, jika sebelumnya gerakan mahasiswa
bergandengan dengan militer untuk melawan PKI, setelah Soeharto naik
mahasiswa lebih banyak berkonfrontasi dengan militer. Hal itu sebagai
kritik terhadap pemerintahan orde baru yang sejak awal dinilai melukai
demokrasi dengan kecurangannya dalam pemilu, dan juga banyaknya korupsi
di lingkaran kekuasaan. Berbagai bentuk peristiwa yang dimotori gerakan
mahasiswa saat itu misalnya seruan Golput untuk memprotes kecurangan
Golkar pada pemilu, berbaga protes terus dilanjutkan terhadap
pemerintahan orde baru yang penuh kebobrokan, puncaknya pada peristiwa
malari pada tahun 1974 yang memakan banyak korban.
Setelah peristiwa malari, orde baru seakan ingin membungkam gerakan
mahasiswa yang dianggap menghambat stabilitas pembangunan nasional
mereka. Singkatnya berbagai kebijakan orde baru pada perguruan tinggi
dan mahasiswa diarahkan untuk melakuakan depolitasi terhadap gerakan
mahasiswa dengan menempatkan mahasiswa agar menjadi anak manis yang
kegiatannya hanya belajar dan menjauhi dunia politik. Puncaknya saat
diberlakukan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi
Kemahasiswaan (NKK/BKK). Dengan kebijakan NKK/BKK ini pemerintah leluasa
melakukan kontrol dan pengawasan ke kampus, mahasiswa yang melakukan
manuver yang membahayakan pemerintah harus siap menghadapi tekanan
ancaman bahkan hukuman dari pemerintah. Konsep NKK/BKK juga mematikan
Dewan Mahasiswa yang saat itu merupakan representasi gerakan mahasiswa
intra kampus, dan organisasi intra mahasiswa selanjutnya haruslah dapat
dikontrol penuh oleh pihak kempus, yang pada intinya berupaya
melumpuhkan hubungan dan komunikasi politik dengan elemen gerakan ekstra
kampus yang independen dan relatif masih sulit dikontrol pemerintah.
Keadaan kampus seperti tersebut menciptakan generasi mahasiswa yang
apatis dan pragmatis, di sisi lain posisi rezim semakin kuat menjalankan
pemerintahan dengan segala boroknya karena berhasil membungkam gerakan
mahasiswa yang biasanya selalu kritis terhadap pemerintah. Praktis pada
era akhir 70-an hingga 90-an gerakan mahasiswa hampir mati suri dan
tidak memunculkan gerakan besar seperti biasanya.
Beruntung masih ada sebagian gerakan yang masih berusaha
mempertahankan idealime mahasiswanya dan bertahan dari tekanan represif
penguasa, gerakan-gerakan itu lazim disebut gerakan mahasiswa ekstra
kampus, termasuk PMII, HMI, PMKRI, GMNI, GMKI, gerakan-gerakan tersebut
yang pada era sebelumnya merupakan underbow dari partai politik mulai
bergerak independen. Gerakan-gerakan ini mampu muncul sebagai alternatif
dari gerakan intra kampus yang apolitis. Walaupun ruang geraknya
semakin sulit, namun dalam masa-masa sulit bagi gerakan mahasiswa ini,
gerakan-gerakan mahasiswa ekstra kampus tetap menggelorakan perlawanan
terhadap kelaliman rezim, pelan tapi pasti gerakan mereka akan
menunjukkan hasil.
Reformasi dan kebangkitan kembali gerakan mahasiswa
Memasuki era 90-an pemerintah mulai mengganti kebijakan NKK/BKK
dengan PUOK (Pedoman Umum Organsasi Kemahasiswaan) yang intinya tidak
jauh berbeda. Padahal kalangan mahasiswa sudah mulai jengah dengan
keadaan yang ada. Maka pada tahun 1994 dibentuk Dewan Mahasiswa di UGM
oleh mahasiswa untuk berupaya menciptakan organisasi intra
kemahasiswaaan yang lebih independen dalam menyuarakan aspirasi,
model-model ini lalu diterapkan oleh berbagai perguruan tinggi lain.
Keberanian mahasiswa untuk melawan kerepresifan pemerintah itu disusul
dengan berbagai gerakan menuntut kebebasan bependapat dan demokrasi yang
dimulai dan dimotori dari kampus.
Perjuangan mahasiswa mendapat momentum saat tahun 1998 Indonesia
terpuruk dalam krisis ekonomi yang berkembang menjadi krisis
multidimensional yang tidak mampu diatasi oleh rezim orde baru. Keadaan
ini direspon oleh kalangan mahasiswa dengan perlawanan masif yang mereka
tujukan kepada rezim yang dinilai gagal dan bertanggungjawab terhadap
krisis bangsa. Era ini adalah momentum kebangkitan gerakan mahasiswa
dimana dengan cepat kultur umum mahasiswa dari yang sebelumnya apatis,
apolitis, dan hedonis berubah menjadi kritis terhadap pemerintah. Di
saat itu hampr di semua kampus di semua kota muncul
perlawanan-perlawanan terhadap rezim. Pemerintah pun tidak kalah
represif untuk mempertahankan posisinya, puncaknya adalah pada peristiwa
ditembaknya 4 mahasiswa Trisakti pada 12 Mei 1998 yang memicu kemarahan
dan aksi mahasiswa yang lebih besar lagi. Dipandu oleh tokoh-tokoh
seperti Gus Dur, Amin Rais, dan tokoh lain, gerakan mahasiswa PMII, HMI,
GMNI, PMKRI, GMKI dan kelompok mahasiswa serta elemen rakyat lainnya
menuntut reformasi dan turunnya Soeharto dari jabatan presiden. Hingga
akhirnya Soeharto mundur pada tanggal 18 Mei 1998 mengakhiri kekuasaan
orde baru selama tiga dekade.
Gerakan mahasiswa setelah reformasi, kini, dan tantangan kedepannya
Setelah tumbangnya orde baru gerakan mahasiswa tetap mengambil peran
dalam peralihan demokrasi di negeri ini. Peralihan kekuasaan Habibie
sebagai pengganti Soeharto, kemudian Gus Dur, Megawati hingga SBY saat
ini tak pernah luput dari upaya peran pengawasan dan kontrol gerakan
mahasiswa. Keadaan tersebut tak lepas dari keadaan demokrasi yang
semakin membaik setelah reformasi dan kebebasan berpendapat sehingga
gerakan mahasiswa bisa dengan leluasa kembali menggelorakan idealismenya
sebagai mahasiswa.
Namun sebenarnya gerakan mahasiswa kini juga menghadapi berbagai
tantangan baru. Selepas reformasi magtitude gerakan dari mahasiswa ini
boleh dibilang perlahan menurun. Keberhasilan reformasi menumbangkan
rezim bukanlah puncak dari perjuangan, perjuangan sesungguhnya masih
menunggu gerakan mahasiswa, reformasi yang berujung pada demokrasi masih
perlu diperjuangkan lagi. Serta tentunya tujuan dari nilai pergerakan
untuk menyejahterakan rakyat dengan demokrasi ekonomi yang sampai
sekarang masih belum terwujud. Tantangan lain adalah polarisasi antar
gerakan mahasiswa yang semakin nyata imbas dari tidak adanya musuh
bersama, apalagi jika sampai politik praktis mulai memasuki gerakan
mahasiswa, gerakan mahasiswa akan semakin terkotak-kotak. Kita juga
tidak bisa mengabaikan keadaan mahasiswa sekarang yang mulai kembali
hanyut ke arah apatisme dan pragmatisme imbas dari gaya hidup dan
globalisasi yang semakin nikmat membius idealisme mahasiswa.
Tentunya kita sebagai gerakan mahasiswa dan mahasiswa yang senantiasa
bergulat dengan idealismenya tidak akan menyerah begitu saja pada
zaman. Refleksi kita pada perjalanan gerakan mahasiswa sepanjang sejarah
perjuangan bangsa ini menunjukkan jika gerakan mahasiswa akan selalu
bergerak dan menyesuaikan geraknya sesuai konteks zaman. Kita jangan
pula terjebak pada romantisme sejarah, gerakan mahasiswa akan mampu
menelurkan kontribusi besarnya bukan karena nama besar dan sejarahnya
sebagai gerakan mahasiswa, tapi itu akan didapat dengan penuh darah dan
pengorbanan. Idealisme mahasiswa haruslah terus dikobarkan, meskipun
sekat-sekat ideologis antar gerakan mahasiswa tetap ada, jangan sampai
perjuangan mahasiswa dikotori oleh kepentingan politik praktis,
nilai-nilai yang diperjuangkan mahasiswa untuk memajukan rakyat dan
melawan penindasan haruslah menjadi common purpose dari
gerakan-gerakan mahasiswa itu. Terakhir, marilah kita sebagai mahasiswa
bangkit dan sadar akan tanggung jawab sosial kita sebagai mahasiswa,
sejarah menunggu kita para mahasiswa untuk kembali memberikan goresan
emas pada sejarah bangsa ini. masa depan negeri ini ada di tangan kita
para mahasiswa.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Naskah Teater : Ospek Mahasiswa Baru, Bubar ! ( karya Arif Riduan)
Ospek Mahasiswa Baru, Bubar ! Karya : Arif Riduan Suasana panggung : Taman Kampus atau halaman kampus tempat ospek, ada bak sampah, kursi ta...
-
MOTIVASI BERAGAMA I. Pendahuluan Motivasi adalah berawal dari kata motif, yang memiliki arti dorongan. Motivasi merupakan seba...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam Dunia Pendidikan khususnya Pendidikan Agama Islam pastilah terdapat berbagai macam ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar