ARIF RIDUAN
BAB I
PENDAHULUAN
Karya
sastra melayu klasik termasuk kesastraan rakyat. Karya satra melayu klasik
tidak bertarikh dan beranonim. Karya ini tertulis dalam huruf Arab. Hasil
sastra melayu yang dianggap tertua sangat kental dari pengaruh Islam, misalnya Hikayat
Seri Rama yang salah satu versinya menceritakan tentang Nabi Adam. Semua hasil
sastra zaman peralihan berjudul Hikayat. Hikayat itu sendiri berasal dari kata
Arab yang berarti cerita sastra.
Banyak
nilai kehidupan atau pesan moral yang terkandung didalam karya sastra melayu
klasik. Nilai-nilai tersebut tidak selalu mudah ditemukan karena tidak
dikemukakan secara eksplisit atau terlihat dalam deretan kata/kalimat. Oleh
karena itu, dibutuhkan pemahaman yang sangat tinggi agar dapat menemukan dan
menganalisir nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra melayu klasik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
DAN BAHASA HIKAYAT
1.
Pengertian
Hikayat
Hikayat
merupakan salah satu bentuk sastra melayu lama. Hikayat berisi cerita,
Undang-undang, dan silsilah yang bersifat rekaan, keagamaan, sejarah,
kepahlawanan, biografi, atau gabungan sifat-sifat tersebut dengan tujuan untuk
pelipur lara, membangkitkan semangat juang, atau sekedar meramaikan pesta.[1]
Hikayat
adalah karya sastra lama berisi cerita sejarah maupun cerita roman fiktif.
Contoh : Hikayat Hang Tuah, Hikayat Perang Palembang, Hikayat seri Satu malam,
dan sebagainya.[2]
2.
Bahasa Hikayat
Bahasa dalam hikayat kadang-kadang
sulit dipahami. Itu karena banyak kata dalam hikayat yang sudah tidak digunakan
dalam percakapan atau tulisan sehari-hari.[3]
B. CIRI-CIRI
HIKAYAT
Adapun
ciri-ciri hikayat adalah sebagai berikut.
1.
Sejarah
Penulisan
tentang silsilah (asal-usul) raja-raja yang memegang kekuasaan, peristiwa-peristiwa
yang sungguh-sungguh terjadi di istana, nasib kerajaan selama beberapa turunan
yang dicampur dengan dongeng setempat dan khayalan penulisnya.
2.
Dongeng
Cerita
tentang suatu hal yang tidak pernah terjadi, dan juga tidak mungkin terjadi (khayalan
belaka). Cerita khayalan ini biasanya berhubungan dengan kepercayaan kuno,
keajaiban alam, atau kehidupan binatang.
3.
Cerita Pelipur
Lara
Yang
dipentingkan dalam kisahnya itu adalah adegan-adegan dan pemakaian kata-kata
yang indah dan menarik agar dapat membawa perhatian dan pendengarannya ke alam
khayal. Oleh karena itu jalan ceritanya kurang dipentingkan.
4.
Epos
Cerita
pahlawan yang dapat menjadi cermin bagi suatu bangsa. Ceritanya diambil dari
rakyat dahulu kala, melukiskan kehidupan seseorang yang besar jasanya dan
masyhur serta penting artinya bagi sejarah zaman.
5.
Kitab
Tulisan
tentang budi pekerti, terlebih-lebih budi pekerti raja-raja dan kebijaksanaan
ahli-ahli pemerintah tentang hukum, adat, dan agama.[4]
6.
Bersifat Anonim
(tidak diketahui nama pengarangnya)
7.
Menggunakan
bahasa melayu lama
8.
Menggunakan kata
penghubung seperti konon, sahibulhikayat, maka, alkisah, dan sebagainya secara
berlebihan
9.
Isinya
mengisahkan riwayat yang ajaib tentang putra dan putri raja.
C. ASAL-USUL
HIKAYAT
Berdasarkan asal-usulnya,
hikayat dapat dibedakan menjadi lima yaitu:
1. Hikayat
asli melayu, Seperti Hikayat Si Miskin, Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Hang
Tuah.
2. Hikayat
yang mendapat pengaruh dari Jawa, seperti Hikayat Pani Semarang, Hikayat Naya
Kusuma, dan Hikayat Prabu Anom.
3. Hikayat
yang mendapat pengaruh dari Hindia, seperti Hikayat pendawa Panca Lima, Hikayat
Perang Pendawa, Pendawa Jaya, dan Hikayat Sri Rama.
4. Hikayat
yang mendapat pengaruh dari Persia, seperti hikayat Bayan Budiman, dan Hikayat
Bachtiar dan Hikayat Seribu Satu Malam.
5. Hikayat
yang mendapat pengaruh Islam (Arab), seperti Hikayat Nabi Sulaiman, Hikayat
Lukmanul Hakim, Hikayat Amir Hamzah, dan Hikayat Abu Hanifah.[5]
D. ALUR,
TEMA, DAN PENOKOHAN DALAM HIKAYAT
1. Alur
atau Plot
Yaitu rangkaian
peristiwa yang membentuk cerita. Berdasarkan jenisnya ada tiga macam alur
yaitu:
a. Alur
Maju : Cerita dikisahkan secara urut
mulai tahap eksposisi hingga pemecahan soal
b. Alur
Mundur (Flashback) :Cerita dimulai dari klimaks (memuncaknya konflik), kemudian
dikisahkan sebab musababnya.
c. Alur
Campuran : Dikisahkan dengan menggunakan alur maju dan alur mundur sekaligus.
2. Tema
Yaitu pokok persoalan
yang mendasari seluruh cerita. Agar dapat menemukan tema cerita, kita harus
memahami rangkaian perisitiwa mulai dari awal hingga akhir.
3. Penokohan
atau karakter
Yaitu cara pengarang
dalam melukiskan watak tokoh cerita. Ada beberapa cara yang dapat digunakan
untuk menemukan karakter tokoh, yaitu :
a. Melalui
apa yang diperbuatnya
b. Melalui
ucapannya
c. Melalui
penggambaran fisik tokoh
d. Melalui
pikiran-pikirannya
e. Melalui
penerangan langsung [6]
E. STRUKTUR
CERITA HIKAYAT
Hikayat
mempunyai struktur cerita yang berbeda dengan karya sastra melayu lain, antara
lain:
a.
Dimulai dengan
menceritakan asal muasal tokoh utamanya
b.
Ada beberapa
hikayat yang dimulai dengan kelahiran tokohnya
c.
Semua peristiwa
diceritakan secara mengagumkan berhubungan dengan kesaktian dan
pengalaman-pengalaman yang penuh bahaya
d.
Beberapa hikayat
dimulai dengan kata pertama syahdan, artian, alkisah, atau sebermula.
Untuk
lebih jelasnya bacalah contoh penggalan hikayat Si Miskin di bawah ini.
Hikayat Si Miskin
Hatta,
maka haripun petanglah. Maka si Miskin pun berjalanlah masuk ke dalam hutan,
tempatnya sediakala itu. Disanalah ia tidur, maka disapunyalah daerah yang
ditubuhnya tiada boleh keluar, karena darah itu sudah kering. Maka si miskin
itupun tidurlah didalam hutan itu.
Setelah
pagi-pagi hari, maka berkatalah si miskin kepada istrinya, “Ya, tuanku, matilah
rasaku ini, sangatlah sakit rasanya tubuh ini. Maka tiadalah berdayalagi; hancurlah
rasanya anggotaku ini; “. Maka ia pun tersedu-sedulah menangis, maka terlalu
belas rasa hati isterinya, melihat laku suaminya demikian itu, maka iapun
menangis pula seraya mengambil daun kayu, lalu di mamahnya, maka disapukannya
lah seluruh tubuh suaminya, sambillah ia berkata, “Diamlah tuan jangan menangis
!”sudahlah dengan untung kita, maka jadi selaku ini !”
Adapun
si miskin itu, asalnya daripada raja keindraan. Maka kena sumpah Batara Indera,
maka jadilah ia demikian itu. Maka adalah suaminya itu pun segarlah sedikit
tubuhnya. Setelah itu, maka suaminya pun masuk ke dalam hutan mencari yang
umbut yang muda, yang patut dimakannya, maka dibawanyalah kepada isterinya. Maka
demikianlah laki bini.
Hatta, berapa lamanya, maka isteri si
miskin itupun hamil lah tiga bulan
lamanya, maka isterinya menangis hendak makan buah mempelam yang ada di dalam
taman raja itu. Maka suaminya itupun
terkenanglah untungnya, tatkala ia di keinderaan menjadi raja tiada ia mampu
beranak. Maka sekarang telah mudarat, maka baharulah hendak membunuh kakandalah
rupanya ini. Tidaklah tuan tahu, akan hal kita yang sudah lalu itu? Jangankan
hendak meminta barang satu, hampir kepada kampung orang tiada boleh. “ Setelah
didengar oleh istrinya kata suaminya demikian itu, maka makinlah sangat ia
menangis. Maka kata suaminya, “ Diamlah tuan! Jangan menagis, biarlah kakanda
pergi mencaharikan tuan buah mempelam. Maka si miskin it berhentilah di sana,
takut ia akan dipalu orang. Maka kata orang yang berjual buah mempelam itu, “
itu jikalau ada belas dan kasihan serta rahim tuan akan hamba orang miskin;
hamba ini minta diberikan yang sudah terbuang itu. Hamba hendak memohonkan buah
mempelam tuan yang sudah busuk itu barang sebiji sahaja tuan. Maka terlalu belas hati sekalian orang pasar
itu yang mendengar kata si miskin itu, seperti hancurlah rasa hatinya, maka ada
yang memberi buah mempelam, ada yang
memberi juadah, ada yang memberikan nasi, ada yang memberikan kain baju, ada
yang memberikan buah-buahan, oleh sebab anak yang diidamkan oleh isterinya itu.
Maka si miskin itu pun heranlah akan
dirinya, oleh sebab diberi orang pasar itu berbagai-bagai jenis pemberian.
Adapun akan dahulunya, jangankan diberinya barang suatu, mampir pun tiada
boleh, habislah di lemparnya dengan kayu dan batu.[7]
Dikutip
dari: Hikayat si Miskin, Departemen pendidikan dan kebudayaan Proyot penerbit
buku sastra Indonesia dan daerah, Jakarta 1981.
F.
UNSUR-UNSUR
HIKAYAT
Unsur-unsur
hikayat meliputi dua aspek, yaitu unsur Intrinsik dan unsur ekstrinsik
1.
Unsur Intrinsik
Unsur
intrinsik adalah unsur yang membangun sebuah karya sastra dari dalam. Unsur
Intrinsik hikayat meliputi tema, alur, amanat, latar cerita, penokohan, sudut
pandang, dan berbagai gaya bahasa.
Plot
atau alur merupakan rangkaian peristiwa yang mengandung hubungan sebab-akibat.
Tema merupakan gagasan atau ide central yang menjadi pangkal tolak penyusunan
karangan dan sekaligus menjadi sasaran karangan tersebut.
Penokohan
berkaitan dengan sifat-sifat tokoh yang digambarkan dalam cerita oleh
pengarang. Penggambaran tokoh cerita dapat menggunakan metode sebagai berikut:
a.
Metode analitik
Pengarang langsung
memaparkan watak tokoh, misalnya: keras hati, keras kepala, sombong, penipu,
rendah hati.
b.
Metode Dramatik
Pengarang menggambarkan
watak tokoh yang tidak diceritakan secara langsung, misalnya: pilihan nama dan
penggambaran melalui cakapan.
2.
Unsur Ekstrinsik
Unsur
ekstrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari luar. Unsur ektrinsik
hikayat meliputi mencari nilai-nilai sebuah hikayat, konflik cerita dikaitkan
dnegan dunia nyata, mencari unsur budaya, sosial dan moral. Untuk mengetahuinya
melalui observasi perbandingan dan mempelajari riwayat hidup penulis. Artinya,
jika kita mau menilai sebuah karya sastra,kita juga harus mempertimbangkan
konteks penulis atas karya yang dibuatnya. Apa latar belakangnya, bagaimana
kehidupan sosialnya, bagaiman lokalitasnya dan sebagainya.[8]
BAB
III
PENUTUP
SIMPULAN
Hikayat
adalah karya sastra lama berisi cerita sejarah maupun cerita roman fiktif.
Bahasanya pun kadang-kadang sulit untuk dipahami.
Adapun
ciri-ciri hikayat yaitu sejarah, dongeng, cerita pelipur lara, epos, dan kitab.
Unsur-unsur
hikayat ada dua aspek, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik
adalah unsur yang membangun sebuah karya sastra dari dalam. Sedangkan unsur
ekstrinsik adalah unsur yang membangun sebuah karya sastra dari luar. Kedua unsur ini selalu ada di dalam
sebuah karya sastra. Keberadaannya tidak dapat dipisahkan. Kedua unsur ini pula
yang biasanya digunakan untuk menelaah sastra.
[1][1] .
Didik durianto:” Bahasa Indonesia”, Tanpa tahun. Halaman 8
[2] . Didik Durianto:” Bahasa
Indonesia (Semester 2)”, Tanpa tahun. Halaman 20
[3] . Mahli. “ Diktat Bahasa
dan sastra Indonesia”, 2007.Halaman 37
[4] Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Kelas
X. Halaman 127
[5] Mahli. “Diktat Bahasa dan Sastra Indonesia”, 2007.
Halaman 36-37
[6] Ibid. halaman 36-37.
[7] Ibid. Halaman 127-128
[8]. Opcit. Halaman 20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar