Minggu, 29 September 2013

Toleransi Antar Umat Beragama

A.    Latar Belakang
Manusia adalah makhluk indiviudu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial tentunya manusia dituntut untuk mampu berinteraksi dengan individu lain dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam masyarakat, seorang individu akan dihadapkan dengan kelompok-kelompok yang berbeda warna dengannya salah satunya adalah perbedaan agama.
Dalam menjalani kehidupan sosialnya tidak bisa dipungkiri akan ada gesekan-gesekan yang akan dapat terjadi antar kelompok masyarakat, baik yang berkaitan dengan ras maupun agama. Dalam rangka menjaga keutuhan dan persatuan dalam masyarakat maka diperlukan sikap saling menghormati dan saling menghargai, sehingga gesekan-gesekan yang dapat menimbulkan pertikaian dapat dihindari. Masyarakat juga dituntut untuk saling menjaga hak dan kewajiban diantara mereka antara yang satu dengan yang lainnya.
Dalam pembukaaan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 disebutkan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Olehnya itu kita sebagai warga Negara sudah sepatutnya menjunjung tinggi sikap saling toleransi antar umat beragama dan saling menghormati antar hak dan kewajiban yang ada diantara kita demi keutuhan Negara.
Kebebasan beragama pada hakikatnya adalah dasar bagi terciptanya kerukunan antar umat beragama. Tanpa kebebasan beragama tidak mungkin ada kerukunan antar umat beragama. Kebebasan beragama adalah hak setiap manusia. Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh Tuhan, dan tidak ada seorang pun yang boleh mencabutnya.
Demikian juga sebaliknya, toleransi antarumat beragama adalah cara agar kebebasan beragama dapat terlindungi dengan baik. Kebebasan dan toleransi tidak dapat diabaikan. Namun yang sering kali terjadi adalah penekanan dari salah satunya, misalnya penekanan kebebasan yang mengabaikan toleransi dan usaha untuk merukunkan dengan memaksakan toleransi dengan membelenggu kebebasan. Untuk dapat mempersandingkan keduanya, pemahaman yang benar mengenai kebebasan beragama dan toleransi antar umat beragama merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat.



TOLERANSI ANTARUMAT BERAGAMA

A.    Pengertian Toleransi
 Toleransi berasal dari kata “ Tolerare ” yang berasal dari bahasa latin yang berarti dengan sabar membiarkan sesuatu. Jadi pengertian toleransi secara luas adalah suatu sikap atau perilakumanusia yang tidak menyimpang dari aturan, dimana seseorang menghargai atau menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan. Toleransi juga dapat dikatakan istilah dalam konteks sosial budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya deskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi beragama dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya. Istilah toleransi juga digunakan dengan menggunakan definisi “kelompok” yang lebih luas , misalnya partai politik, orientasi seksual, dan lain-lain. Hingga saat ini masih banyak kontroversi dan kritik mengenai prinsip-prinsip toleransi baik dari kaum liberal maupun konservatif. Jadi toleransi antar umat beragama berarti suatu sikap manusia sebagai umat yang beragama dan mempunyai keyakinan, untuk menghormati dan menghargai manusia yang beragama lain.
Dalam masyarakat berdasarkan pancasila terutama sila pertama, bertaqwa kepada tuhan menurut agama dan kepercayaan masing-masing adalah mutlak. Semua agama menghargai manusia maka dari itu semua umat beragama juga wajib saling menghargai. Dengan demikian antar umat beragama yang berlainan akan terbina kerukunan hidup.

B.     Toleransi Antarumat Beragama
Sebagai makhluk sosial manusia tentunya harus hidup sebuah masyarakat yang kompleks akan nilai karena terdiri dari berbagai macam suku dan agama. Untuk menjaga persatuan antar umat beragama maka diperlukan sikap toleransi.dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sikap memiliki arti perbuatan dsb yang berdasarkan pada pendirian, dan atau keyakinan sedangkan toleransi berasal dari bahasa Latin yaitu tolerare artinya menahan diri, bersikap sabar,membiarkan orang berpendapat lain, dan berhati lapang terhadap orang-orang yang memiliki pendapat berbeda (W.J.S Poerwodarminto; wartawarga.gunadarma.ac.id/).
Toleransi sendiri terbagi atas tiga yaitu :
a.      Negatif
Isi ajaran dan penganutnya tidak dihargai. Isi ajaran dan penganutnya hanya dibiarkan saja karena menguntungkan dalam keadaan terpaksa.Contoh PKI atau orang-orang yang beraliran komunis di Indonesia pada zamanIndonesia baru merdeka.
 b.      Positif
Isi ajaran ditolak, tetapi penganutnya diterima serta dihargai.Contoh Anda beragama Islam wajib hukumnya menolak ajaran agama lain didasari oleh keyakinan pada ajaran agama Anda, tetapi penganutnya atau manusianya Anda hargai.
 c.       Ekumenis
Isi ajaran serta penganutnya dihargai, karena dalam ajaran mereka itu terdapat unsur-unsur kebenaran yang berguna untuk memperdalam pendirian dan kepercayaan sendiri.Contoh Anda dengan teman Anda sama-sama beragama Islam atau Kristen tetapi berbeda aliran atau paham. Dalam kehidupan beragama sikap toleransi ini sangatlah dibutuhkan, karena dengan sikap toleransi ini kehidupan antar umat beragama dapat tetap berlangsung dengan tetap saling menghargai dan memelihara hak dan kewajiban masing-masing.
Mengingat pentingnya toleransi, maka ia harus diajarkan kepada anak-anak baik dilingkungan formal maupun lingkungan informal. Di lingkungan formal contohnya siswa dapat dibekali tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama melalui bidang studi Agama, Kewarganegaraan, ataupun melalui aspek pengembangan diri seperti Pramuka, PMR, OSIS, dll. Hal yang sama dapat juga dilakukan di lingkungan informal oleh orang tua kepada anak-anaknya melalui pengajaran nilai-nilai yang diajarkan sedini mungkin di rumah.
Ada beberapa manfaat yang akan kita dapatkan dengan menanamkan sikap toleransi, manfaat tersebut adalah:
1.      hidup bermasyarakat akan lebih tentram
2.      persatuan, bangsa Indonesia, akan terwujud
3.      pembangunan Negara akan lebih mudah

C.    Menghormati Dan Memelihara Hak Dan Kewajiban Antar Umat Beragama

a.      Pengertian  Hak
Hak adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri.Contoh dari hak adalah:
1.      Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum;
2.      Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak;
3.      Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam pemerintahan;
4.      Setiap warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing yang dipercayai;
5.      Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran;
6.      Setiap warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau nkri dari serangan musuh;dan
7.      Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang berlaku.
b.      Pengertian Kewajiban
Kewajiban adalah sesuatu yg dilakukan dengan tanggung jawab.Contoh dari kewajiban adalah:
1.      Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh;
2.      Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda);
3.      Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya;
4.      Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang berlaku di wilayah negara Indonesia;dan
5.      Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik.
Kewajiban merupakan hal yang harus dikerjakan atau dilaksanankan. Jika tidak dilaksanankan dapat mendatangkan sanksi bagi yang melanggarnya. Sedangkan hak adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Namun, kekuasaan tersebut dibatasi oleh undang-undang. Pembatasan ini harus dilakukan agar pelaksanaan hak seseorang tidak sampai melanggar hak orang lain. Jadi pelaksanaan hak dan kewajiban haruslah seimbang, artinya, kita tidak boleh terus menuntut hak tanpa memenuhi kewajiban.
Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari beragam suku dan agama, dengan adanya sikap toleransi dan sikap menjaga hak dan kewajiban antar umat beragama, diharapkan masalah-masalah yang berkaitan dengan sara tidak muncuk kepermukaan. Dalam kehidupan masyarakat sikap toleransi ini harus tetap dibina, jangan sampai bangsa Indonesia terpecah antara satu sama lain
Toleransi Hak dan kewajiban dalam umat beragama telah tertanam dalam nilai-nilai yang ada pada pancasila. Indonesia adalah Negara majemuk yang terdiri dari berbagai macam etnis dan agama, tanpa adanya sikap saling menghormati antara hak dan kewajiban maka akan dapat muncul berbagai macam gesekan-gesekan antar umat beragama.
Pemeluk agama mayoritas wajib menghargai ajaran dan keyakinan pemeluk agama lain, karena dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 dikatakan bahwa “setiap warga diberi kemerdekaan atau kebebasan untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya.” Hal ini berarti kita tidak boleh memaksakan kehendak, terutama dalam hal kepercayaan, kepada penganut agama lain, termasuk mengejek ajaran dan cara peribadatan mereka.
D.    Pandangan Islam Mengenai Silaturrahmi
 Untuk terciptanya kehidupan yang rukun, damai dan sejahtera, Islam tidak hanya mengajarkan umatnya untuk semata beribadah kepada Allah SWT. Melainkan Islam justru sangat menekankan umatnya untuk membina dan menjalin silaturahmi yang baik dengan tetangga dan lingkungannya.
Islam adalah agama yang universal artinya rahmatan lil alamin. Umat Islam yang sangat menginginkan hidupnya mendapatkan ridha Allah SWT selalu namanya berpegang dengan ajaran Islam, dimana hubungan secara vertical kepada Allah senantiasa harus dibina tetapi karena manusia mahluk social maka dia harus membina hidup bermasyarakat artinya berhubungan dengan tetangga secara baik .
Islam sangat menjunjung tinggi silaturahmi dan cara memuliakan tetangga. Hal ini tercantum didalam ayat suci Al-Quran dan hadist, berikut dalilnya:
“Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui dan maha mendengar”. (QS Al-Hujurat:13)

Dari Abu Hurairah ra. Dia berkata: Rosulullah SAW bersabda: Barang siapa senang diperluas rezekinya diperpanjang umurnya 1) hendaklah bersilaturahmi. Riwayat Bukhari.
Dari ra dia berkata: Rosulullah SAW Bersabda: Apabila engkau masak kuah, berilah air yang banyak dan perhatikan hak tetanggamu. Riwayat Muslim.
Dari beberapa hadist diatas menandakan bahwasannya Rosulullah SAW sangat memuliakan tetangga. Karena dengan kita memuliakan tetangga banyak sekali manfaatnya. Selain itu aplikasi dalam kehidupannya, kebersamaan hidup antara orang-orang Islam dengan non Islam sebenarnya telah dicontohkan oleh Rosulullah ketika beliau dengan para sahabat mengawali hidup di Madinah setelah hijrah. Dimana Rosulullah mengikat perjanjian penduduk Madinah yang terdiri dari orang-orang kafir dan muslim untuk saling membantu dan menjaga keamanan kota Madinah dari gangguan.

E.     Manfaat Toleransi Hidup Beragama Dalam Pandangan Islam
1.      Menghindari Terjadinya Perpecahan
Bersikap toleran merupakan solusi agar tidak terjadi perpecahan dalam mengamalkan agama. Sikap bertoleransi harus menjadi suatu kesadaran pribadi yang selalu dibiasakan dalam wujud interaksi sosial. Toleransi dalam kehidupan beragama menjadi sangat mutlak adanya dengan eksisnya berbagai agama samawi maupun agama ardli dalam kehidupan umat manusia ini.

Pasang Surut Perjalanan Sejarah Gerakan Mahasiswa di Indonesia

Mahasiswa tercipta sebagai kelas terdidik dalam masyarakat. Dengan potensi dan kelebihan intelektual yang dimiliki mahasiswa serta kesadaran tanggung jawab sosial yang dimilikinya mahasiswa memiliki peran yang strategis. Sejarah mencatat munculnya gerakan mahasiswa, suatu gerakan dari para kaum muda, khususnya mahasiswa yang memiliki idealisme sebagai mahasiswa, idealisme yang terbangun atas dasar intelektualitas dan kepedulian terhadap masyarakat, yang membuat mereka bergerak memberikan yang terbaik bagi masyarakat.

Dalam sejarah gerakan mahasiswa merupakan salah satu kekuatan pelopor yang terus eksis dalam setiap perubahan yang terjadi di negeri ini. Perjuangan gerakan mahasiswa selalu berpihak kepada kepentingan rakyat yang sering terdistorsi oleh kebijakan penguasa. Gerakan mahasiswa juga terbukti mampu memunculkan para calon-calon pemimpin bangsa yang terlahir berkat perjuangan dan kontribusinya pada bangsa lewat gerakan mahasiswa. Jejak langkah emas gerakan mahasiswa dapat kita temui dalam berbagai era sejarah yang mewarnai negeri ini, kehadiran gerakan mahasiswa dalam sejarah tak pernah lepas dari upayanya memajukan rakyat dan melawan penindasan yang ada.

Kemunculan gerakan mahasiswa dalam perjuangan melawan kolonialisme
Jejak langkah emas perjalanan gerakan mahasiswa di Indonesia mulai muncul pada perjuangan melawan kolonialisme. Kemunculan kaum terdidik ini tidak dapat dilepaskan dari kebijakan politik etis yang diterapkan pemerintah kolonial Belanda. Dibukanya kesempatan kaum pribumi untuk mendapatkan pendidikan melahirkan golongan kaum terpelajar hasil didikan Belanda yang justru tergerak akan kondisi bangsanya yang tertindas dan bangkit tergerak untuk membebaskan bangsanya dari belenggu ketertindasan. Pada tahun 1908 para mahasiswa STOVIA yang tergerak akan sikap kritisnya atas kondisi bangsa mencatat sejarah dengan mendirikan Boedi Oetomo sebagai wadah perjuangan kebangsaan pertama di Indonesia yang terorganisir secara modern. Pada masa yang sama, para mahasiswa Indonesia yang belajar di Belanda yang dimotori Muhammad Hatta mendirikan Indische Vereeniging, yang pada awalnya merupakan perkumpulan diskusi dan bersifat nonpolitis yang kemudian berkembang menjadi lebih berorientasi politis dengan bermetamorfosis menjadi Indonesische Vereeniging hingga kemudian Perhimpunan Indonesia untuk dapat mempertegas identitas nasionalismenya sebagai bangsa Indonesia. Kehadiran Boedi Oetomo dan Perhimpunan Indonesia bagaikan memicu lahirnya berbagai gerakan kaum terpelajar dan pemuda di Indonesia. Salah satu buah dari bangkitnya generasi pemuda ini adalah munculnya Sumpah Pemuda oleh Kongres Pemuda II tahun 1928 yang menjadi lambang akan kesadaran berbangsa Indonesia pada pemuda.

Kehadiran Boedi Oetomo dan Perhimpunan Indonesia ini adalah tonggak bersejarah kebangkitan bangsa Indonesia dengan munculnya generasi pembaharu terpelajar dimana gerakan mahasiswa menjadi motornya untuk menggelorakan propaganda kemerdekaan dengan menumbuhkan kesadaran kebangsaan dan hak-haknya untuk merdeka kepada bangsa Indonesia yang telah lama tenggelam oleh kolonialisme Belanda.
Gerakan mahasiswa di Indonesia terus mewarnai dinamika pergerakan nasional untuk merebut kemerdekaan melawan penindasan kolonialisme. Puncaknya pada zaman pendudukan Jepang dimana perkumpulan dan organisasi termasuk gerakan mahasiswa dilarang, muncul gerakan-gerakan bawah tanah oleh para mahasiswa dan pemuda yang diam-diam tetap melakukan pergerakan untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Salah satu peran bersejarah gerakan bawah tanah ini adalah peristiwa Rengasdengklok, dimana gerakan bawah tanah yang dipimpin oleh Chairul Saleh dan Soekarni saat itu ‘menculik’ Bung Karno dan Bung Hatta untuk mendesak mereka agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Atas peran gerakan itulah akhirnya proklamasi kemerdekaan Indonesia dapat terlaksana pada tanggal 17 Agustus 1945.

Gerakan mahasiswa sebagai ­student government mengawal Indonesia sebagai negara muda
Era pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia sekaligus perjuangan mempertahankannya masa 1950-an bisa dibilang merupakan era keemasan dari gerakan mahasiswa di Indonesia. Tumbuhnya Indonesia sebagai negara muda yang menjanjikan serta berkembangnya demokrasi liberal saat itu turut mempengaruhi dinamika gerakan mahasiswa Indonesia. Pada masa ini lahir gerakan-gerakan mahasiswa yang nantinya akan mewarnai sejarah Indonesia sebagai bangsa merdeka. Kesadaran jamak mahasiswa untuk turut mewarnai dan berkontribusi pada dinamika politik bangsa ini adalah faktor yang menyebabkan gerakan mahasiswa pada masa ini sangat progresif.

Gerakan mahasiswa yang lahir pada masa ini memiliki diferensiasi ideologi satu sama lain karena pada masa itu gerakan mahasiswa biasanya memiliki kedekatan ideologis dan arah geraknya dengan partai-partai politik yang ada di Indonesia saat itu . Pada masa inilah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir dari rahim kalangan mahasiswa Nahdlatul Ulama (NU) yang saat itu menjadi partai, beserta dengan gerakan mahasiswa lain Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dari Partai Masyumi, Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI) dari PNI, Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia (PMKRI)  dari Partai Katholik, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos) dari PSI, Consentrasi Gerakan Mahasiswa Islam Indonesia (CGMI) dari PKI.

Sekat-sekat ideologis antar gerakan mahasiswa bukannya tanpa rintangan. Perseturuan partai politik dalam pemilu turut mempengaruhi gerakan mahasiswa. Jika partai politik berebut kedudukan di negara, maka gerakan-gerakan mahasiswa ini juga memiliki persaingan di PPMI (Perserikatan Perhmpunan Mahasiswa Indonesia) sebagai aliansi diantara kelompok-kelompok mahasiswa. Munculnya PKI sebagai salah satu partai kuat pada pemilu 1955 turut mempengaruhi manuver CGMI di PPMI. Dominannya CGMI di PPMI cukup menimbulkan friksi antara gerakan-gerakan mahasiswa khususnya dengan HMI dan GMNI. Puncaknya pada tahun 1966 didirikan KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) yang merupakan kesepakatan dari berbagai gerakan mahasiswa (HMI, PMII, PMKRI, GMKI, SOMAL, Mapancas, IPMI)  dan militer saat itu tujuannya untuk melawan pengaruh CGMI dan komunisme pada umumnya.
Keberadaan KAMI dan gerakan mahasiswa lain di dalamnya sebagai angkatan mahasiswa ’66 memang berhasil melawan PKI dan membangun kepercayaan rakyat untuk melawan komunisme, selain itu turut juga menjadi kelompok penekan sehingga dapat mendorong turunnya rezim Soekarno. Namun banyak juga yang menganggap gerakan mahasiswa angkatan ’66 tidak sepenuhnya berpihak pada rakyat. Terlebih saat rezim orde baru didirikan banyak aktivis pemuda dan gerakan mahasiswa yang berada dalam lingkaran kekuasaan orde baru. Hal itulah yang banyak menimbulkan kekecewaan, salah satu tokoh mahasiswa yang menyadari kekeliruan ini adalah Soe Hok Gie.
Meskipun begitu gerakan mahasiswa pada era-era ini telah berhasil menanamkan dasar-dasar idealisme gerakan mahasiswa walaupun terdapat sekat-sekat ideologis antar gerakan mahasiswa. Peran gerakan mahasiswa sebagai student government memiliki posisi tawar yang tinggi terhadap pemerintah.

Orde baru dan upaya depolitisasi mahasiswa
Naiknya rezim orde baru dengan Soeharto sebagai presidennya turut mengubah dinamika gerakan mahasiswa, jika sebelumnya gerakan mahasiswa bergandengan dengan militer untuk melawan PKI, setelah Soeharto naik mahasiswa lebih banyak berkonfrontasi dengan militer. Hal itu sebagai kritik terhadap pemerintahan orde baru yang sejak awal dinilai melukai demokrasi dengan kecurangannya dalam pemilu, dan juga banyaknya korupsi di lingkaran kekuasaan. Berbagai bentuk peristiwa yang dimotori gerakan mahasiswa saat itu misalnya seruan Golput untuk memprotes kecurangan Golkar pada pemilu, berbaga protes terus dilanjutkan terhadap pemerintahan orde baru yang penuh kebobrokan, puncaknya pada peristiwa malari pada tahun 1974 yang memakan banyak korban.

Setelah peristiwa malari, orde baru seakan ingin membungkam gerakan mahasiswa yang dianggap menghambat stabilitas pembangunan nasional mereka. Singkatnya berbagai kebijakan orde baru pada perguruan tinggi dan mahasiswa diarahkan untuk melakuakan depolitasi terhadap gerakan mahasiswa dengan menempatkan mahasiswa agar menjadi anak manis yang kegiatannya hanya belajar dan menjauhi dunia politik. Puncaknya saat diberlakukan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi
 Kemahasiswaan (NKK/BKK). Dengan kebijakan NKK/BKK ini pemerintah leluasa melakukan kontrol dan pengawasan ke kampus, mahasiswa yang melakukan manuver yang membahayakan pemerintah harus siap menghadapi tekanan ancaman bahkan hukuman dari pemerintah. Konsep NKK/BKK juga mematikan Dewan Mahasiswa yang saat itu merupakan representasi gerakan mahasiswa intra kampus, dan organisasi intra mahasiswa selanjutnya haruslah dapat dikontrol penuh oleh pihak kempus, yang pada intinya berupaya melumpuhkan hubungan dan komunikasi politik dengan elemen gerakan ekstra kampus yang independen dan relatif masih sulit dikontrol pemerintah. Keadaan kampus seperti tersebut menciptakan generasi mahasiswa yang apatis dan pragmatis, di sisi lain posisi rezim semakin kuat menjalankan pemerintahan dengan segala boroknya karena berhasil membungkam gerakan mahasiswa yang biasanya selalu kritis terhadap pemerintah. Praktis pada era akhir 70-an hingga 90-an gerakan mahasiswa hampir mati suri dan tidak memunculkan gerakan besar seperti biasanya.

Beruntung masih ada sebagian gerakan yang masih berusaha mempertahankan idealime mahasiswanya dan bertahan dari tekanan represif penguasa, gerakan-gerakan itu lazim disebut gerakan mahasiswa ekstra kampus, termasuk PMII, HMI, PMKRI, GMNI, GMKI, gerakan-gerakan tersebut yang pada era sebelumnya merupakan underbow dari partai politik mulai bergerak independen. Gerakan-gerakan ini mampu muncul sebagai alternatif dari gerakan intra kampus yang apolitis. Walaupun ruang geraknya semakin sulit, namun dalam masa-masa sulit bagi gerakan mahasiswa ini, gerakan-gerakan mahasiswa ekstra kampus tetap menggelorakan perlawanan terhadap kelaliman rezim, pelan tapi pasti gerakan mereka akan menunjukkan hasil.

Reformasi dan kebangkitan kembali gerakan mahasiswa
Memasuki era 90-an pemerintah mulai mengganti kebijakan NKK/BKK dengan PUOK (Pedoman Umum Organsasi Kemahasiswaan) yang intinya tidak jauh berbeda. Padahal kalangan mahasiswa sudah mulai jengah dengan keadaan yang ada. Maka pada tahun 1994 dibentuk Dewan Mahasiswa di UGM oleh mahasiswa untuk berupaya menciptakan organisasi intra kemahasiswaaan yang lebih independen dalam menyuarakan aspirasi, model-model ini lalu diterapkan oleh berbagai perguruan tinggi lain. Keberanian mahasiswa untuk melawan kerepresifan pemerintah itu disusul dengan berbagai gerakan menuntut kebebasan bependapat dan demokrasi yang dimulai dan dimotori dari kampus.
Perjuangan mahasiswa mendapat momentum saat tahun 1998 Indonesia terpuruk dalam krisis ekonomi yang berkembang menjadi krisis multidimensional yang tidak mampu diatasi oleh rezim orde baru. Keadaan ini direspon oleh kalangan mahasiswa dengan perlawanan masif yang mereka tujukan kepada rezim yang dinilai gagal dan bertanggungjawab terhadap krisis bangsa. Era ini adalah momentum kebangkitan gerakan mahasiswa dimana dengan cepat kultur umum mahasiswa dari yang sebelumnya apatis, apolitis, dan hedonis berubah menjadi kritis terhadap pemerintah. Di saat itu hampr di semua kampus di semua kota muncul perlawanan-perlawanan terhadap rezim. Pemerintah pun tidak kalah represif untuk mempertahankan posisinya, puncaknya adalah pada peristiwa ditembaknya 4 mahasiswa Trisakti pada 12 Mei 1998 yang memicu kemarahan dan aksi mahasiswa yang lebih besar lagi. Dipandu oleh tokoh-tokoh seperti Gus Dur, Amin Rais, dan tokoh lain, gerakan mahasiswa PMII, HMI, GMNI, PMKRI, GMKI dan kelompok mahasiswa serta elemen rakyat lainnya menuntut reformasi dan turunnya Soeharto dari jabatan presiden. Hingga akhirnya Soeharto mundur pada tanggal 18 Mei 1998 mengakhiri kekuasaan orde baru selama tiga dekade.

Gerakan mahasiswa setelah reformasi, kini, dan tantangan kedepannya
Setelah tumbangnya orde baru gerakan mahasiswa tetap mengambil peran dalam peralihan demokrasi di negeri ini. Peralihan kekuasaan Habibie sebagai pengganti Soeharto, kemudian Gus Dur, Megawati hingga SBY saat ini tak pernah luput dari upaya  peran pengawasan dan kontrol gerakan mahasiswa. Keadaan tersebut tak lepas dari keadaan demokrasi yang semakin membaik setelah reformasi dan kebebasan berpendapat sehingga gerakan mahasiswa bisa dengan leluasa kembali menggelorakan idealismenya sebagai mahasiswa.
Namun sebenarnya gerakan mahasiswa kini juga menghadapi berbagai tantangan baru. Selepas reformasi magtitude gerakan dari mahasiswa ini boleh dibilang perlahan menurun. Keberhasilan reformasi menumbangkan rezim bukanlah puncak dari perjuangan, perjuangan sesungguhnya masih menunggu gerakan mahasiswa, reformasi yang berujung pada demokrasi masih perlu diperjuangkan lagi. Serta tentunya tujuan dari nilai pergerakan untuk menyejahterakan rakyat dengan demokrasi ekonomi yang sampai sekarang masih belum terwujud. Tantangan lain adalah polarisasi antar gerakan mahasiswa yang semakin nyata imbas dari tidak adanya musuh bersama, apalagi jika sampai politik praktis mulai memasuki gerakan mahasiswa, gerakan mahasiswa akan semakin terkotak-kotak. Kita juga tidak bisa mengabaikan keadaan mahasiswa sekarang yang mulai kembali  hanyut ke arah apatisme dan pragmatisme imbas dari gaya hidup dan globalisasi yang semakin nikmat membius idealisme mahasiswa.

Tentunya kita sebagai gerakan mahasiswa dan mahasiswa yang senantiasa bergulat dengan idealismenya tidak akan menyerah begitu saja pada zaman. Refleksi kita pada perjalanan gerakan mahasiswa sepanjang sejarah perjuangan bangsa ini menunjukkan jika gerakan mahasiswa akan selalu bergerak dan menyesuaikan geraknya sesuai konteks zaman. Kita jangan pula terjebak pada romantisme sejarah, gerakan mahasiswa akan mampu menelurkan kontribusi besarnya bukan karena nama besar dan sejarahnya sebagai gerakan mahasiswa, tapi itu akan didapat dengan penuh darah dan pengorbanan. Idealisme mahasiswa haruslah terus dikobarkan, meskipun sekat-sekat ideologis antar gerakan mahasiswa tetap ada, jangan sampai perjuangan mahasiswa dikotori oleh kepentingan politik praktis, nilai-nilai yang diperjuangkan mahasiswa untuk memajukan rakyat dan melawan penindasan haruslah menjadi common purpose dari gerakan-gerakan mahasiswa itu. Terakhir, marilah kita sebagai mahasiswa bangkit dan sadar akan tanggung jawab sosial kita sebagai mahasiswa, sejarah menunggu kita para mahasiswa untuk kembali memberikan goresan emas pada sejarah bangsa ini. masa depan negeri ini ada di tangan kita para mahasiswa.

Peran PMII Dalam Menjawab Tantangan Kebudayaan Indonesia

Oleh: Anas Apriyadi

Dalam pengertiannya kebudayaan bisa didefinisikan sebagai sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Indonesia tentunya memiliki kebudayaan yang sangat khas yang membedakannya dengan bangsa lain. Kebudayaan Indonesia terbentuk dengan sangat unik. Kepulauan Indonesia yang terbentang luas menghasilkan bermacam-macam kebudayaan yang berbeda-beda. Ditambah lagi dengan persentuhannya budaya lokal dengan budaya dari luar seperti kebudayaan yang dibawa Hindhu-Buddha, Islam, maupun kolonial barat (meskipun budaya barat lebih banyak mudharat daripada manfaatnya). Persentuhan dan akulturasi budaya itu bersinergi dengan apik dalam tiap masa dan akhirnya membentuk kebudayaan masyarakat Indonesia saat ini.

Dalam perjalanannya saya melihat ada beberapa tantangan yang dihadapi kebudayaan Indonesia di masa kini. Tantangan ini terjadi dari dua sisi, dari dalam dan dari luar. Dari dalam misalnya, bermacam-macam kebudayaan yang berbeda dari tiap daerah, etnis, maupun agama yang ada di Indonesia bisa menimbulkan disintegrasi kebudayaan jika tidak ada rasa pluralisme dan saling menghormati. Dari luar, tentu saja kita tahu bahwa gencarnya arus globalisasi termasuk globalisasi kebudayaan membuat banyak penetrasi kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia baik melalui TV, film, gadget, dan sebagainya yang dapat membawa pengaruh buruk bagi kebudayaan kita.

Sebagai mahasiswa kita harusnya mempunyai peranan penting dan posisi strategis untuk bisa menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi kebudayaan Indonesia ini. Dengan kapasitas intelektualnya mahasiswa memiliki tingkat kesadaran sosial yang relatif lebih tinggi dalam masyarakat sehingga harus mampu memilah-milah baik-buruknya kebudayaan yang masuk, maupun mengusahakan konsensus dan saling memahami antar kebudayaan Indonesia yang berbeda-beda, dalam hal ini saya menganggap mahasiswa bisa menjadi motor penggerak untuk menjawab tantangan kebudayaan itu dalam masyarakat. Namun, kecenderungan mahasiswa sekarang pada umumnya malah menjadi motor penggerak bagi tantangan-tantangan kebudayaan itu. Kapasitas intelektual dan kemampuan memperoleh informasi dan budaya dari dunia luar malah membuat mahasiswa cenderung latah dengan budaya luar yang masuk dan menganggap kebudayaan luar yang lebih modern dan glamor lebih cocok dengan kapasitas intelektual mereka dan menganggap kebudayaan bangsa sendiri sudah kuno dan tak cocok bagi mereka. Bila terhadap kebudayaan sendiri saja perhatiannya sudah kurang bagaimana bisa menjawab tantangan selanjutnya untuk mengatasi disintegrasi budaya Indonesia.

Melihat keadaan seperti itu gerakan mahasiswa mempunyai peran penting sebagai bagian dari sekelumit mahasiswa yang peduli pada masalah-masalah yang terjadi di tengah masyarakat dan bangsa ini. Dalam hal ini saya tekankan pada organ gerakan mahasiswa dimana kita berada yaitu PMII. PMII punya peluang untuk dapat berperan menjadi motor untuk menjawab tantangan-tantangan kebudayaan Indonesia. Secara manhaj PMII yang menganut ahlus sunnah wal jamaah (aswaja) yang juga merupakan ciri khas masyarakat Indonesia khususnya Islam di Indonesia sebagai metode pergerakan dalam bersikap termasuk dalam hal kebudayaan. Dalam hal ini empat nilai aswaja yaitu tawassuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), dan ta’adul (adil) harus diterapkan dalam menjawab tantangan ini. Secara historis pun PMII juga mewarisi ajaran aswaja yang diajarkan oleh wali songo dalam menyebarkan agama Islam di Nusantara, dan kita tahu bagaimana para wali menyebarkan Islam di Nusantara tidak lain adalah dengan akulturasi budaya, antara budaya Islam (luar) dan budaya lokal. Tidak lupa juga secara historis PMII lahir dari NU yang konsen akan kebudayaan Indonesia dengan Lesbumi-nya yang kala itu mampu menjadi benteng kebudayaan lokal dari berbagai ideologi luar dan disintegrasi kebudayaan. Dengan kenyataan di atas secara genetis PMII memang seharusnya mampu berperan lebih dalam menghadapi tantangan-tantangan kebudayaan Indonesia.

Dalam menjalankan perannya itu keempat nilai aswaja bisa menjawab tantangan kebudayaan, dengan mengembangkan sikap moderat, toleran, seimbang, dan adil dalam menyikapi tiap masalah kebudayaan baik dari dalam berupa disintegrasi kebudayaan, maupun dari luar berupa penetrasi kebudayaan asing. Selain itu prinsip al-muhafazatu ‘ala al-qadim al-salih wa al-akhdzu bi al-jadid al-aslah atau menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik menjadi prinsip yang tepat sebagai landasan melestarikan kebudayaan kita agar tetap bertahan dan mengembangkan dengan kebudayaan baru yang lebih baik nantinya tanpa meninggalkan kebudayaan asli kita.

Tidak sekedar itu, perlu ada langkah nyata didasarkan atas karakteristik yang dimiliki PMII di atas untuk merealisasikan peran dalam menawab tantangan kebudayaan. Sebagai gerakan mahasiswa yang bisa dilakukan PMII seperti mewacanakan pemikiran tentang kebudayaan, saya pernah membaca dulu PMII Gadjah Mada pada masa jayanya pernah menerbitkan buletin Seloka yang memfokuskan wacana seni dan budaya. Saya rasa dengan mewacanakan seni dan budaya dapat mengilhami mahasiswa dan masyarakat untuk lebih peduli pada budaya Indonesia. PMII perlu juga mengagendakan advokasi kebudayaan pada masyarakat maupun pemerintah, sebagai gerakan mahasiswa penting bagi PMII untuk mengawal berbagai kebijakan pemerintah dalam hal kebudayaan apakah baik atau tidak bagi kebudayaan kita. Menggalakkan pemahaman kebudayaan kepada masyarakat juga harus dilakukan sebagai bentuk advokasi kebudayaan pada masyarakat. Hal yang paling penting adalah dari diri kita sebagai individu dalam pergerakan, kita juga harus lebih peduli pada kebudayaan Indonesia. mari berkaca pada diri kita, sudahkah kita berperan melestarikan dan mengembangkan kebudayaan kita sendiri? Sekecil apapun peran kita amat bermakna bagi kebudayaan kita yang sedang mengalami banyak tantangan. Dengan aktif berperan untuk turut menjawab tantangan kebudayaan Indonesia mulai dari diri kita sendiri untuk selanjutnya terakumulasi dalam organ gerakan mahasiswa yang memainkan peran dalam masyarakat maka perlahan tantangan kebudayaan Indonesia akan terjawab.

Memahami Sejarah dan Makna Filosofis PMII

PMII, atau yang disingkat dengan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (Indonesian Moslem Students Movement), dalam bahasa jawanya adalah Anak Cucu organisasi NU yang lahir dari rahim Departemen perguruan Tinggi IPNU.
Lahirnya PMII bukannya berjalan mulus, banyak sekali hambatan dan rintangan. Hasrat mendirikan organisasi NU sudah lama bergolak. namun pihak NU belum memberikan green light. Belum menganggap perlu adanya organisasi tersendiri buat mewadahi anak-anak NU yang belajar di perguruan tinggi. melihat fenomena yang ini, kemauan keras anak-anak muda itu tak pernah kendur, bahkan semakin berkobar-kobar saja dari kampus ke kampus. hal ini bisa dimengerti karena, kondisi sosial politik pada dasawarsa 50-an memang sangat memungkinkan untuk lahirnya organisasi baru. Banyak organisasi Mahasiswa bermunculan dibawah naungan  payung induknya. misalkan saja HMI yang dekat dengan Masyumi, SEMI dengan PSII, KMI dengan PERTI, IMM dengan Muhammadiyah dan Himmah yang bernaung dibawah Al-Washliyah. Wajar saja jika kemudiaan anak-anak NU ingin mendirikan wadah tersendiri dan bernaung dibawah panji bintang sembilan, dan benar keinginan itu kemudian diwujudkan dalam bentuk IMANU (Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama) pada akhir 1955 yang diprakarsai oleh beberapa tokoh pimpinan pusat IPNU.
Namun IMANU tak berumur panjang, dikarenakan PBNU menolak keberadaannya. ini bisa kita pahami kenapa Nu bertindak keras. sebab waktu itu, IPNU baru saja lahir pada 24 Februari 1954. Apa jadinya jika organisasi yang baru lahir saja belum terurus sudah menangani yang lain? hal ini logis seakli. Jadi keberatan NU bukan terletak pada prinsip berdirinya IMANU ( PMII ), tetapi lebih pada pertimbangan waktu, pembagian tugas dan efektifitas organisasi.
Oleh karenanya, sampai pada konggres IPNU yang ke-2 (awal 1957 di pekalongan) dan ke-3 (akhir 1958 di Cirebon). NU belum memandang perlu adanya wadah tersendiri bagi anak-anak mahasiswa NU. Namun kecenderungan ini nsudah mulai diantisipasi dalam bentuk kelonggaran menambah Departemen Baru dalam kestrukturan organisasi IPNU, yang kemudian dep[artemen ini dikenal dengan Departemen Perguruan Tinggi IPNU.    
Dan baru setelah konferensi Besar IPNU (14-16 Maret 1960 di kaliurang), disepakati untuk mendirikan wadah tersendiri bagi mahsiswa NU, yang disambut dengan berkumpulnya tokoh-tokoh mahasiswa NU yang tergabung dalam IPNU, dalam sebuah musyawarah selama tiga hari(14-16 April 1960) di Taman Pendidikan Putri Khadijah(Sekarang UNSURI) Surabaya. Dengan semangat membara, mereka membahas nama dan bentuk organisasi yang telah lama mereka idam-idamkan.
Bertepatan dengan itu, Ketua Umum PBNU KH. Idam Kholid  memberikan lampu hijau. Bahkan memberi semangat pada mahasiswa NU agar mampu menjadi kader partai, menjadi mahasiswa yang mempunyai prinsip: Ilmu untuk diamalkan dan bukan ilmu untuk ilmu…maka, lahirlah organisasi Mahasiswa dibawah naungan NU  pada tanggal 17 April 1960. Kemudian organisasi itu diberi nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ( PMII ).
Disamping latar belakang lahirnya PMII seperti diatas, sebenarnya pada waktu itu anak-anak NU yang ada di organisasi  lain seperti HMI merasa tidak puas atas pola gerak HMI. Menurut mereka ( Mahasiswa NU ) , bahwa HMI sudah berpihak pada salah satu golongan  yang kemudian ditengarai bahwa HMI adalah anderbownya partai Masyumi, sehinggga wajar kalau mahasiswa NU  di HMI juga mencari alternatif lain. Hal ini juga diungkap oleh Deliar Nur ( 1987 ), beliau mengatakan bahwa PMII merupakan cermin ketidakpuasan sebagian mahasiswa muslim terhadap HMI, yang dianggap bahwa HMI dekat dengan golongan modernis ( Muhammadiyah ) dan dalam urusan politik lebih dekat dengan Masyumi.
        Dari paparan diatas bisa ditarik kesimpulan atau pokok-pokok pikiran dari makna dari kelahiran PMII:
¨  Bahwa PMII karena ketidakmampuan Departemen PT IPNU dlm menampung aspirasi anak muda NU yang ada di PT.
¨  PMII lahir dari rekayasa politik sekelompok mahasiswa muslim  ( NU ) untuk mengembangkan kelembagaan politik menjadi underbow NU dalam upaya merealisasikan aspirasi politiknya.
¨  PMII lahir dalam rangka mengembangkan paham Ahlussunah Waljama’ah dikalangan mahasiswa.
¨  Bahwa PMII lahir dari ketidakpuasan mahasiswa NU yang saat itu ada di HMI, karena HMI tidak lagi mempresentasikan paham mereka  ( Mahasiswa NU ) dan HMI ditengarai lebih dekat dengan partai MASYUMI.
¨  Bahwa lahirnya PMII merupakan wujud kebebasan berpikir, artinya sebagai mahasiswa harus menyadari sikap menentukan kehendak sendiri atas dasar pilihan sikap dan idealisme yang dianutnya.
Dengan demikian ide dasar pendirian PMII adalah murni dari anak-anak muda NU sendiri Bahwa kemudian harus bernaung dibawah panji NU itu bukan berarti sekedar pertimbangan praktis semata, misalnya karena kondisi pada saat itu yang memang nyaris menciptakan iklim dependensi sebagai suatu kemutlakan. Tetapi, keterikatan PMII kepada NU memang sudah terbentuk dan sengaja dibangun atas dasar kesamaan nilai, kultur, akidah, cita-cita dan bahkan pola berpikir, bertindak dan berperilaku.
Kemudian PMII harus mengakui dengan tetap berpegang teguh pada sikap Dependensi timbul berbagai pertimbangan menguntungkan atau tidak dalam bersikap dan berperilaku untuk sebuah kebebasan menentukan nasib sendiri.
Oleh karena itu haruslah diakui, bahwa peristiwa besar dalam sejarah PMII adalah ketika dipergunakannya istilah Independent dalam deklarasi Murnajati tanggal 14 Juli 1972 di Malang dalam MUBES III PMII, seolah telah terjadi pembelahan diri anak ragil NU dari induknya.
Sejauh pertimbangan-pertimbangan yang terekam dalam dokumen historis, sikap independensi itu tidak lebih dari dari proses pendewasaan. PMII sebagai generasi muda bangsa yang ingin lebih eksis dimata masyarakat bangsanya. Ini terlihat jelas dari tiga butir pertimbangan yang melatar belakangi sikap independensi PMII tersebut.
Pertama, PMII melihat pembangunan dan pembaharuan mutlak memerlukan insan-insan Indonesia yang berbudi luhur, taqwa kepada Allah SWT, berilmu dan cakap serta tanggung jawab, bagi keberhasilan pembangunan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat. Kedua, PMII selaku generasi muda indonesia sadar akan perannya untuk ikut serta bertanggungjawab, bagi keberhasilan pembangunan yang dapat dinikmati secar merata oleh seluruh rakyat. Ketiga, bahwa perjuangan PMII yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan idealisme sesuai deklarasi tawangmangu, menuntut berkembangnya sifat-sifat kreatif, keterbukaan dalam sikap, dan pembinaan rasa tanggungjawab.
Berdasarkan pertimbangan itulah, PMII menyatakan diri sebagai organisasi Independent, tidak terikat baik sikap maupun tindakan kepada siapapun, dan hanya komitmen terhadap perjuangan organisasi dan cita-cita perjuangan nasional yang berlandaskanPancasila.
ø    Identitas dan citra diri PMII
                APA itu identitas PMII, seperti empat huruf kata 'PMII', yaitu Suatu wadah atau perkumpulan organisasi kemahasiswaan dengan label 'Pergerakan' yang Islam dan Indonesia yang mempunyai tujuan:
Terbentuknya Pribadi Muslim Indonesia Yang;
(1)    Bertaqwa kepada Allah swt
(2)    Berbudi luhur
(3)    Berilmu
(4)    Cakap, dan
(5)    Bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya. (Bab IV AD PMII)
Menuju capaian ideal sebagai mahluk Tuhan, sebagai ummat yang sempurna, yang kamil, yaitu mahluk Ulul Albab.
Kata 'Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia' jika diudar lebih lanjut adalah:
1.     Pergerakan bisa didefinisikan sebagai 'lalu-lintas gerak', gerak dalam pengertian fisika adalah perpindahan suatu titik dari ordinat A ke ordinat B. Jadi 'Pergerakan' melampaui 'gerak' itu sendiri, karena pergerakan berarti dinamis, gerak yang terus-menerus. Ilustrasinya demikian, Misalnya seorang Alexandro Nesta menendang bola, mengarahkannya kepada Zambrotta, itu berarti suatu gerakan bola dari Nesta ke Zambrotta (hanya itu). Bandingkan, Nesta menendang bola ke Zambrotta, lalu mengoperkan bola itu kepada Vieri, dengan trik cantik Vieri menendang bola persis di pojok atas kanan gawang dan …… Itu yang namanya pergerakan bola. Kesimpulannya,  pergerakan meniscayakan dinamisasi, tidak boleh stagnan (berhenti beraktivitas) dan beku, beku dalaam pengertian kaku, tidak kreatif-inovatif. Prasyarat kreatif-inovatif adalah kepekaan dan kekritisan, dan kekritisan butuh kecerdasan.
Kenapa 'Pergerakan' bukan 'Perhimpunan'?, kalau berhimpun terus kapan bergeraknya….. Artinya bahwa, 'pergerakan' bukan hanya menerangkan suatu perkumpulan/organisasi tetapi juga menerangkan sifat dan karakter organisasi itu sendiri.
2.     Mahasiswa adalah sebutan orang-orang yang sedang melakukan studi di perguruan tinggi, dengan predikat sebutan yang melekat, mahasiswa sebagai 'wakil' rakyat, agen perubahan, komunitas penekan terhadap kebijaakan penguasa dll
3.     Islam, Agama Islam yang dijadikan basis landasam sekaligus identitas bahwa PMII adalah organisasi mahasiswa yang berlandaskan agama. Karenanya jelas bahwa rujukan PMII adalah kitab suci agama Islam ditambah dengan rujukan selanjutnya, sunnah nabi dan para sahabat, yang itu terangkum dalam pemahaman jumhur, yaitu ahlussunnah waljama'ah. Jadi Islam ala PMII adalah Islam yang mendasarkan diri pada aswaja --dengan varian didalamnya-- sebagai landasan teologis (keyakinan keberagamaan).
4.     Indonesia. Kenapa founding fathers PMII memasukkan kata 'Indonesia' pada organisasi ini, tidak lain untuk menunjukkan sekaligus mengidealkan PMII sebagai organisasi kebangsaan, organisasi mahasiswa yang berpandangan nasionalis, punya tanggung-jawab kebangsaan, kerakyataan dan kemanusiaan. Juga tidak tepat jika PMII hanya dipahami sebagai organisasi keagamaan semata. Jadi keislaman dan keindonesiaan sebagai landasan PMII adalah seimbang.
(kalo' mencari organisasi mahasiswa yang nasionalis dan agamis maka pilihan itu jatuh pada PMII)

Jadi PMII adalah pergerakan mahasiswa yang Islam dan yang Indonesia,  yang mendasarkan pada agama Islam dan sejarah, cita-cita kemerdekan dan laju perjalanan bangsa ini kedepan.
Islam-Indonesia (dua kata digabung)  juga bisa dimaknai Islam yang bertransformasi ke ranah Nusantara/Indonesia, Islam Indonesia adalah Islam lokal --bukan Islam Arab secara persis--, tapi nilai universalitas Islam atau prinsip nilai Islam yang 'bersinkretisme' dengan budaya nusantara menjadi Islam Indonesia. Ini adalah karakter Islam PMII yang sejalan dengan ajaran aswaja.
Kesimpulaan:
Identitas PMII adalah Keislaman dan Keindonesia (kebangsaan)
Kata Kunci: Pergerakan, Mahasiswa, Islam, dan Indonesia

ø    Seputar ideologi PMII
Pada paruh kedua abad kemarin dan gaungnya hingga hari ini (digarahi oleh kelompok intelektual 'kiri' Eropa yang mendasari new-left movement yang terkenal itu, sebut saja; kelompok madhab frankfurt, TW Adorno, Jurgen Habermas bahwa perdebatan mengenai ideologi masih mempunyai ruang, terlebih ideologi menuai kritik dan evaluasi terhadapnya. Kritik itu seputar perannya sebagai 'wadah' atau 'tempat'  kebenaraan atau bahkan sebagai 'sumber' kebenaran itu sendiri, yang disatu sisi dinilai sebagai pencerah ummat tetapi disisi lain sebagai alat hegemoni ummat.
Ideologi memang dianggaab sebaagaai laandasan kebenaaran yang paling fundaamental (mendasar) makanya tidak terlalu salah bila ddisebut sumber kebenaran sebagai ruh dari operasi praksis kehidupan. Tetapi dalam prosesnya kemudiaan ideologi ada tidak bebas dari kepentingan --prinsip peng-ada-an; sesuatu materi diciptakan/diadakan pasti punya maksud dan tujuan--, ironisnya kepentingan yang pada awalnya untuk kebaikan sesama tanpa ada pengistemewaan/pengklasifikasian kemudian berubah menjadi milik segolongan tertentu. Hasilnya ideologi menjadi tameng kebenaraan ummat tertentu, digunakan untuk tujuan-tujuan yang tidak selayaknya, tujuaan 'hanya kekuasaan' misalnya. Maka dalam konteks ini ideologi mendapat serangan habis-habisan.
Tanpa bermaksud memutus perdebatan sosiologi pengetahuan seperti diatas, Ideologi akan tetap memiliki ummat, ideologi masih memiliki pengikut tatkala ia masih rasional masih kontekstual tidak pilih kasih (diskriminatif) tidak menindas sehingga layak dijadikan sumber kebenaran, ketika peran itu masih melekat niscaya ideologi masih diperlukan.
Dibawa dalam ranah PMII, ideologi PMII digali dari sumbernya --yang pada pembicaraan sebelumnya disebut sebagai identitas PMII-- yaitu keislaman dan keindonesiaan. Sublimasi atau perpaduan antara dua unsur diatas menjadi rumusan materi yang terkandung dalam Nilai Dasar Pergerakan PMII, ya semacam qonun azasi di PMII atau itu tadi yang disebut... Ideologi. NDP berisi rumusan ketauhidan, pengyakinan kita terhadap Tuhan. Bentuk pengyakinan itu terletak dari pola relasi/hubungan antar komponen di alam ini, pola hubungan antara mikrokosmos dan makrokosmos, antara Tuhan dan manusia, antar manusia dan antara manusia dengan sekelilingnya.
Jadi kesimpulaan yang bisa diambil adalah:
(1)    Ideologi masih relevan dijadikan sebagai rujukan kebenaran
(2)    Ideologi PMII terangkum (terwujud) dalam rumusan Nilai Dasar Pergerakan (NDP) yang merupakan sublimasi keislaman dan keindonesiaan

ø    Landasan Teologis dan Filosofis PMII
Landasan filosofis dan teosofis PMII sebenarnya tergali dalam rumusan NDP dan turunannya kebawah. Artinya bahwa NDP dibangun atas dasar dua sublimasi besar yaitu ke-Islaman dan ke-Indonesiaan.
Sublimasi ke-Islaman berpijak dari kerangka paradikmatik bahwa Islam memiliki kerangka besar yang universal, transendental, trans-historis dan bahkan trans-personal. Universalisme atau variasi-variasi identitas Islam lainnya yang dimaksud bermuara pada satu gagasan besar, bagaimana membangun masyarakat yang berkeadilan.
Namun, harus disadari bahwa sungguhpun Islam memiliki universalitas atau yang lainnya, ia juga menampakkan diri sebagai entitas dengan identitas sangat kultural, antropologis, historis, sosiologis dan bahkan politis.
Dua gambaran tentang Islam yang paradoks ----atau minimal kontra produktif dan bahkan saling berbinary opposition--- menghadapkan believer pada tingkat minimal untuk melakukan human exercise bagaimana Islam dalam identitas yang ganda itu mampu disandingkan, dan bahkan dileburkan menjadi satu identitas besar, rahmatan lil alamin.
Dari sini, mengharuskan PMII untuk mengambil inisiatif dengan menempatkan Islam sebagai salah satu sublimasi identitas kelembagaan. Ini berarti, PMII  menempatkan Islam sebagai landasan teologis untuk dengan tetap meyakini universalitas, transhistoris dan bahkan transpersonalnya. Lebih dari itu, Keyakinan teologis tersebut tidak semata-mata ditempatkan sebagai landasan normatifnya, melainkan disertai upaya bagaimana Islam teologis itu mampu menunjukkan dirinya dalam dunia riel. Ini berarti, PMII akan selalu menempatkan Islam sebagai landasan normatif yang akan selalu hadir dalam setiap gerakan-gerakan sosial dan keagaamaan yang dimilikinya.
Selain itu, PMII sebagai konstruksi besar juga begitu menyadari bahwa ia tidaklah hadir dalam ruang hampa, kosong, berada diawang-awang dan jauh dari latar  sosial dan bahkan politik. Tetapi, ia justru hadir dan berdiam diri dalam satu ruang identitas besar, Indonesia dengan berbagai kemajemukan watak kulturalnya, sosiologis dan hingga antropologisnya.
Oleh karena, identitas diri yang tak terpisahkan dengan identitas besar Indonesia mengharuskan PMII untuk selalu menempatkan identitas besar itu menjadi salah satu sublimasi selain ke-Islaman.
Penempataan itu berarti menempatkan PMII sebagai institusi besar yang harus selalu melakukan pembacaan terhadap lingkungan besarnya, "Indonesia". Hal ini dalam rangka membangun aksi-aksi sosial, kemasyarakatan, dan kebangsaan yang selalu relevant, realistik, dan transformatik.
Dua penjelasan kaitannya dengan landasan sublimatif PMII diatas, dapat ditarik kedalam satu konstruksi besar bahwa PMII dalam setiap bangunan gerakan dan institusionalnya tetap menghadirkan identitas teologisnya, identitas Islam. Tetapi, lebih dari itu, landasan teologis Islam justru dihadirkan bukan hanya sebatas dalam bentuk pengaminan secara verbal dan normatif, melainkan bagaimana landasan teologis ini menjadi transformable dalam setiap gerakan dan aksi-aksi institusionalnya. Dengan begitu, mau tidak mau PMII harus mempertimbangkan tempat dimana ia lahir, berkembang, dan melakukan eksistensi diri, tepatnya ruang ke-Indonesiaan. Yang berarti, secara kelembagaan PMII harus selalu mempertimbangkan gambaran utuh konstruksi besar Indonesia dalam membangun setiap aksi-aksi kelembagaanya.
Endingnya, proses yang runut transformasi landasan teologis Islam dan konstruksi besar ke-Indonesia-an sebagai medium pembacaan objektifnya, maka akan muncul citra diri kader atau citra diri institusi yang ulil albab. Citra diri yang tidak hanya semata-mata menampilkan diri secara personal sebagai manusia beriman yang normatif dan verbalis, melainkan juga sebagai believer kreatif dan membumi-kontekstual. Citra diri personal ini secara langsung akan mengujudkan PMII secara kelembagaan sebagai entitas besar yang juga ulil albab.

Kesimpulan:
1.     Landasan teologis PMII adalah Islam-Keindonesiaan.
2.     Identitas filosofis PMII adalah citra diri yang dibangun melalui Islam sebagai teologi transformatif dan Ruang ke-Indonesia-an sebagai media pembacaan objektif.
3.     Tranformasi dua hal, landasan teologis dan identitas filosofis akan berakhir dengan tampilnya  identitas personal dan kelembagaan yang ulil albab.





 
CITRA DIRI MAKHLUK ULUL ALBAB
Kader PMII Dapat Mewujudkan:
TRI MOTTO: DZIKIR FIKIR AMAL SHOLEH
TRI KHIDMAD: TAQWA INTELEKTUAL PROFESIONAL
TRI KOMITMEN: KEBENARAN KEJUJURAN KEADILAN


ø    Landasan Filosofis Lambang PMII

Pencipta lambang   : H. Said Budairy

I.      Bentuk
ø       Perisai berarti ketahanan dan keampuhan mahasiswa islam terhadap berbagai tantangan dan pengaruh dari luar.
ø       Bintang adalah perlambang ketinggian dan semangat cita-cita yang selalu memancar.
ø       5 (lima) bintang sebelah atas, menggambarkan Rasulullah dengan empat sahabat terkemuka (Khulafa’ur Rasyidin)
ø       4 (empat) bintang sebelah bawah menggambarkan empat madzhab yang berhaluan Ahlussunnah Wal Jama’ah.
ø       9 (sembilan) bintang secara keseluruhan dapat berarti ganda, yaitu:
a.     Rasulullah dengan empat orang sahabatnya serta empat imam madzhab ASWAJA itu laksana bintang yang selalu bersinar cemerlang, mempunyai kedudukan tinggi dan penerang umat manusia.
b.     Sembilan bintnag juga menggambarkan sembilan orang pemuka penyebar Agama Islam di Indonesia yang disebut Wali Songo.
II.     Warna
ø       biru, sebagaimana tulisan PMII, berarti kedalaman ilmu pengetahuan yang harus dimiliki dan digali oleh warga pergerakan, biru juga menggambarkan lautan Indonesia yang mengelilingi kepulauan Indonesia dan merupakan kesatuan wawasan nusantara.
ø       Biru muda, sebagaimana dasar perisai sebelah bawah berarti ketinggian ilmu, budi pekerti dan taqwa.
ø       kuning, sebagaimana perisai sebelah atas, berarti identitas mahasiswa yang menjadi sifat dasar pergerakan, lambang kebesaran dan semangat yang selalu menyala serta penuh harapan menyongsong masa depan. 

Si Halaban Di Telaga Air Bertuah, Naskah Drama Teater, Cerita Legenda Banjar

  Si Halaban Di Telaga Air Bertuah Legenda Gunung Bajuin *Terinspirasi dari cerita rakyat legenda Halaban dan Telaga Banyu Batuah Gunung Baj...