Alunan
lagu-lagu yang dinyanyikan oleh sahabat-sahabat Pemuda Antar Iman ketika makan
siang bersama masyarakat telah selesai masih terniang dalam ingatan. Ketika itu
Paula, Basit dan Clara menyanyikan beberapa lagu andalan mereka masing-masing
secara bergantian untuk menghibur peserta bakti sosial yang diadakan oleh
Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan ( LK3 ) Banjarmasin di Kampung
Balai Bidukun Desa Malinau Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Nampak ada rasa malu-malu di wajah mereka ketika bernyanyi. Diawali sahabat
saya Abdul Basit yang menyanyikan lagu Mungkin Nanti ( Peterpan ) dan lagu Tanah
Papua yang sedikit dirubah liriknya, untuk menyesuaikan tempat; karena lagi
berada di Loksado bukan di Papua, Basit menyanyikannya bersama sahabat saya
Paula. Dengan antusias dan agak sedikit mengolok-ngolok canda Kaka Ariel
(sapaan akrab Abdul Basit) para peserta lainnya juga ikut bernyanyi
bersama-sama. Lagu berikutnya dinyanyikan oleh sahabat saya Clara, yakni lagu
dari Kerispatih yang berjudul Demi Cinta. Walaupun Clara bilang ‘terpaksa
bernyanyi’ namun penampilannya cukup menghibur para peserta serta para
warga yang menontonnya di pelataran rumah dari kejauhan.
Masyarakat
Kampung Balai Bidukun begitu antusias menyambut kami-perserta Bakti Sosial
dengan keramahan mereka. Kami yang terdiri dari Pemuda-pemudi dari berbagai
Organisasi Kemahasiswaan, baik itu PMII, HMI, GMKI, PMKRI, KMHDI dan organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan lainnya termasuk
perwakilan dari BEM STAI Darul Ulum Kandangan terkesima melihat keramahan Masyarakat Dayak
Meratus ini. Masyarakat tak segan-segan menyapa kami terlebih dahulu dan tak
segan-segan berbagi cerita kepada kami.
Sebelumnya,
sekitar 30 orang peserta berangkat dari Banjarmasin mengunakan bus yang
difasilitasi oleh panitia dari LK3.
Setelah berada di Daerah Kabupaten Tapin kami mampir sejenak untuk beristirahat
dan makan siang. Mulai di sana kebersamaan peserta terlihat, ketika duduk bersama di tanah tanpa alas, makan bersama-sama serta gelak tawa dan
canda seakan-akan menjadi hiburan tersendiri ketika kami berada di bawah
pohon-pohon karet kali ini. Pejalananpun kami lanjutkan setelah makan
siang selesai. Saat menuju Loksado sahabat-sahabat dari STAI Darul Ulum
Kandangan yang juga menjadi peserta Bakti Sosial LK3 menyambangi bus yang kami
tumpangi. Ada sekitar 15 orang; mereka yang mengunakan sepeda motor ikut membantu dengan membonceng sahabat-sahabat peserta yang mulai mual
berada dalam bus untuk menuju Desa Malinau.
Setelah
sampai di Desa Malinau, kami harus berganti tumpangan dari bus ke mobil bak
terbuka jenis pick up karena medan yang sangat terjal dan tak memungkinkan
untuk bus melewatinya. Dengan bersesakan, bukan hanya sesak dengan sesama
peserta akan tetapi juga bersesakan dengan barang bawaan kami yang segunung, terlebih lagi barang bawaanya
peserta perempuan “ sudah seperti mau
pindahan rumah” semua barang dibawa
oleh mereka, termasuk make up. Kebersamaan yang diiringi canda dan tawa yang terdengar
lucu serta menghibur di sepanjang perjalan yang seakan-akan seperti terombang-ambing
gelombang lautan ditengah badai.
Rasa
penatpun mulai hilang saat kami tiba di Kampung Balai Bidukun. Suasana
perkampungan yang jauh dari hiruk-pikuk kota serta senyuman masyarakat yang
menyambut kami dengan ramah. Pijakan kaki pertama di Kampung Balai Bidukun kami
awali dengan sesuatu yang sakral, yang tak boleh untuk ditiadakan, yakni
berfoto. Wajah-wajah yang kusam, rambut-rambut yang berantakan serta mata-mata
yang sayup mulai pasang gaya; yang menurut mereka adalah gaya berfoto terbaik
didiri mereka. Yang awalnya malu untuk berkenalan di bus mulai berkenalan, yang
awalnya malu untuk bilang ingin buang air besar mulai mencari toilet, tak
terkecuali yang awalnya malu buang kentut mulai mencari korban untuk dikentuti.
Senja
tiba perut mulai menunjukan tanda-tanda harus ada sesuatu yang mesti dimakan.
Fadli dan sahabat-sahabat yang lain menuju kebun milik warga untuk meminta ubi
kayu yang ada dikebun. Sedangkan sahabat-sahabat yang lainnya menyiapkan api
serta peralatan memasak dari warga sekitar Langgar Darul Hijrah tempat kami beristirahat. Fadli dan yang lainnya pun kembali dengan membawa beberapa bongkah ubi kayu yang diambil dari kebun milik masyarakat. Ubi kayu dibersihkan, perapian dinyalakan dan semua
peratan telah siap pakai. Tak lama menunggu ubi kayu goreng pun siap disantap dengan bumbu khas tradisional-modern
(yang saya maksud ialah royko rasa ayam).
Sekitar
jam 8 malam, Balai adat Bidukun mulai disambangi para sahabat peserta bakti
sosial dan juga kepala adat, tokoh-tokoh adat, pemuda-pemudi, anak-anak serta
masyarakat Dayak Kampung Balai Bidukun juga berkumpul di balai tersebut.
Pertemuan antar lapisan masyarakat Dayak Kampung Balai Bidukun dan peserta
bakti sosial bukan hanya sekedar silaturrahmi dari agenda LK3 selaku panitia
pelaksana bakti sosial, namun juga diisi dengan sosialisasi pelayanan publik
dari Ombudsman perwakilan Kalimantan Selatan yang mencoba mendengarkan aspirasi
serta pengaduan masyarakat tentang pelayanan publik di kampung maupun pelayanan desa mereka, yakni Kampung Balai Bidukun Desa Malinau. Dari perbincangan, maka terkemukalah masalah yang
selama ini dialami oleh masyarakat, yakni akses jalan menuju perkampungan
mereka yang sangat rusak, namun untuk pengajuan proposal atau permintaan
bantuan kepada pemerintah selalu tidak direspon dan tidak ditangani. Pada malam itu pula,
peserta baksos laki-laki juga berbagi cerita dan pengalaman kepada pemuda
Kampung Bidukun. Begitu pula halnya peserta perempuan, yang berbagi cerita
serta pengalaman mereka kepada pemudi Kampung Balai Bidukun.
Banyak
yang kami dapatkan, yang selama ini kami sama sekali tak mengetahuinya. Seperti
halnya pemuda-pemudi yang tidak besekolah lantaran minder dan tak percaya diri untuk
bersekolah di luar kampung mereka. Mereka merasa anak dari kampung dan sering
diejek ketika bersekolah di Kota. Apalagi
untuk masalah kepercayaan ( agama ) yang mereka anut “ Kaharingan” sangat
dipermasalahkan ketika mereka duduk dibangku sekolah. Begitu pula ketika mereka
beranjak keperguruan tinggi, mereka disuruh memilih salah satu agama yang
diakui oleh Negara dan menanggalkan kepercayaan yang mereka anut.
Hati
seakan iris mendengar semua berita yang sama sekali tak pernah ku dengar.
Padahal kepercayaan yang mereka anut ini sudah ada sebelum Indonesia yang kita
cintai ini terwujud dan didalam
beragama itu sama sekali tidak ada kata paksaan kepada penganutnya. Memilih kepercayaan pada hakikatnya ialah
Hak Asasi Manusia dan tugas negaralah yang menjaga keseimbangan dan
perdamaian serta tugas para tokoh agama-agamalah yang membentuk diri pribadi
kaumnya untuk memiliki jiwa toleransi beragama. Cukuplah aku pejamkan mata yang mulai mengantuk disuasana dingin malam itu dan apa
yang ku dengarkan malam itu, ku sampaikan kepada Tuhan melalui doa.
Sebelum peserta mengambil posisi masing-masing untuk beristirahat dan tidur, semua peserta dikumpulkan oleh kakak
Abdani Sholihin yang sering disapa “ Bang
Dhani” atau “Kaka Pemuda”. Dengan arahan Bang Dhani satu
persatu peserta baksos maju kedepan untuk memperkenalkan diri mereka. Ada yang
tampak malu-malu, ada yang tampak malu-malu mau dan ada juga tampak seperti
orang yang tak tahu malu. Awalnya belum kenal karena belum sempat kenalan, jadi
kenal. Disadari ataupun tidak perkenalan pada malam itu masing-masing peserta
telah memiliki kenalan baru dan sahabat yang baru. Semakin memiliki banyak
sahabat maka hidup akan semakin berwarna dan indah, itu yang saat itu ada dalam
benak pikiranku. Setelah itu
kami pun maing-masing mengambil posisi untuk tidur, karena jam sudah menunjukan
pukul 11:30 malam, artinya kami harus istirahat agar bisa melanjutkan kegiatan
berikutnya dengan semangat.
Tidur
yang lelap terusik dengan cuaca yang amat dingin. Selimut sekali pun tak mampu
mengatasi serangan cuaca dingin yang diiringin suara-suara ayam yang berkokok
tandanya peserta harus beranjak dari tidurnya dan pertanda umat Muslim untuk
menunaikan kewajibannya sebagai seorang
hamba Tuhan.
Ketika
langit mulai terang peserta maupun panitia dari LK3 bersiap-siap untuk kegiatan
selanjutnya, tentunya setelah mandi dan memakai baju kaos yang telah dibagikan oleh panitia untuk peserta. Peserta dan panitia
yang siap dengan baju kaos yang sama (sudah
seperti kampanye partai) berkumpul di depan Langgar Darul Hijrah
Kampung Balai Bidukun. Sebagian peserta, terlebih peserta perempuan bersama
panitia dan ibu-ibu sekitar menyiapkan makan siang di depan Langgar Darul Hijrah.
Sebagian peserta lainnya, diantara Bonek, Saidul, Tyo dan lainnya gotong-royong
bersama warga memperbaiki lapangan bulu tangkis dan mengecetnya dan saya
berserta sahabat-sahabat yang lain, seperti Ririn, Paula, Subli, Dede, Nana dan
lainnya menyiapkan kegiatan perlombaan yang akan diadakan untuk anak-anak
kampung Bidukun.
Saat semuanya berkumpul; peserta, panitia dan warga untuk menyantap masakan
yang aromanya menggoda indera penciuman saya pun mengambil gitar dan meminta
sahabat-sahabat yang lainnya untuk bernyanyi bersama. Referensi pengetahuan chord lagu-lagu yang banyak saya tidak ketahui
membuat saya bingung untuk memainkan lagu apa yang mau dinyanyikan. Tak lama
setelah beberapa lagu yang kami lantunkan tibalah saatnya makan siang, perut
yang lapar sentak menghentikan lagu-lagu yang kami lantunkan. Kami pun makan bersama-sama, juga dengan masayarakat sekitar.
Perut
yang lapar sudah kenyang, tiba saatnyalah para vocalis unjuk kebolehan bakat
mereka Basit, Paula dan Clara secara bergantian menyanyikan lagu-lagu andalan
mereka masing-masing. Suasana hening menjadi semarak saat penampilan mereka
yang sudah seperti artis papan atas dan tidak kalah dengan penyanyi-penyanyi
dari Indonesia Idol maupun vocalis band terkenal lainnya. Bernyanyi bersama,
tertawa bersama melihat tingkah konyol vocalis andalan ( Basit ) saat bernyanyi
menjadi kebersamaan tersendiri bagi kami dan lagi-lagi disadari atau tidak hal
tersebut semakin mempererat ikatan kebersamaan Pemuda Antar Iman yang tergabung
dalam peserta bakti sosial yang diadakan oleh LK3.
Selang
beberapa lama kemudian, saya dan para peserta laki-laki lainnya bersama warga menuju ke dalam hutan untuk membersihkan bendungan yang
sudah mulai kotor. Bendungan tersebut digunakan warga untuk mengalirkan air bersih untuk kebutuhan warga Kampung Desa Bidukun,
mulai dari buang air sampai memasak. Air bersih yang dialirkan ke rumah-rumah
warna dan bak besar untuk menampung air sudah seperti air-air yang mengalir
melalui pipa-pila layaknya buatan PDAM.
Gotong-royong
membersihkan lumpur dan kotoran serta sampah yang ada di dalam bendungan
tersebut. Batu-batu besar yang menutupi aliran air kami singkirkan. Dan
keisengan sahabat saya yang bernama Bonek (nama asli) mulai terlihat. Awalnya, badan Bonek yang
penuh lumpur dan tanah memeluk Ricky yang saat itu tidak memakai baju, maka
keisengan tersebut menjalar kepada sahabat-sahabat lainnya. Saking kalahnya
sahabat saya Aldy dengan Bonek yang melumuri
badan Aldy dengan lumpur, saat Bonek mencoret wajahnya sendiri dengan lumpur
agar terlihat keren seperti orang-orang pedalaman, sontak Aldy pun berkata “ Bonek
itu mencoret muka dan badannya bukan karena ingin terlihat keren ! tetapi untuk
menutupi panu yang menyebar di badannya ,
wahahahahaha!!, kami pun tertawa dengan sangat lepas, tentunya menertawakan Bonek yang
saat itu melumpuri badan kami kami. Dengan senyum-senyum yang disimpan dan
tertawa kecil yang hampir tak terdengar, warga yang juga membersihkan bendungan ikut
menertawakan Bonek setelah mendengar guyonan Aldy tersebut.
Wajah
dan badan yang cemong penuh lumpur masih kami sempat-sempatkan untuk berfoto
eksis, bermacam gaya kami peragakan. Mulai dari gaya terjelek sampai gaya pose
yang sok cool (Saidul). Yang lebih mengherankan lagi Bang Dhani ternyata
takun sama cek-becek, dengan alasan bertugas
mendokumentasikan kami yang sedang becek-becekan
dengan kamera, padahal tidak suka becek, wajar saja, kan beliau rada gimana gitu,
takut kulitnya rusak. Beberapa lama kemudian, bersih-bersih bendungan pun selesai, bergegas kami yang cemong mengambil peralatan mandi dan menuju
kesungai, tentunya dengan diiringi gelak-tawa yang selalu hadir di dalam kebersamaan kami.
Ada
pemandangan yang unik saat kami membersihkan diri di sungai Kampung Balai
Bidukun yang bersih dan sejuk. Saat itu ada Mak Haji yang juga ikut
mandi ( maksud saya si Fajar, Si Gimbal yang sedang mandi berendam dengan
Bandana di kepala; persis seperti wanita tua yang sedang mandi memakai penutup
rambut), momen tersebut mengundang gelak tawa yang menghibur untuk
menghilangkan penat kami. Ketika kami mulai mandi, saya di samping Aldy
berendam, dia pun mengatakan “ Rif, kamu merasa gak airnya panas ?”. Saya
tahu apa yang dia maksud, dia sedang buang air kecil, saya hanya tersenyum
kecil, padahal saya juga buang air kecil sejak tadi.
Waktu
jugalah yang memaksa kami untuk beranjak pergi dari Kampung Balai Bidukun. Karena agenda kegiatan kami yang berikutnya sudah menanti. Dalam agenda selanjutnya
kami akan menuju Balai Malaris untuk mengadiri acara adat Aruh Ganal yang
diadakan oleh masyarakat Dayak Meratus sebagai
rasa syukur ketika musim panen. Sebelum berangkat ke Balai Malaris, kami beserta semua
peserta bakti sosial dan panitia dari LK3 berfoto bersama tokoh-tokoh
masyarakat, anak kecil serta pemuda Kampung Balai Bidukun. Bersamaan dengan itu
pula panitia menyerahkan kenang-kenangan berupa peralatan olahraga untuk
masyarakat khususnya olahraga bulu tangkis.
Bus yang
kami tumpangi kemaren telah menunggu di dekat Kantor Kepala Desa Malinau dan
siap untuk mengantar kami menuju ke Balai Malaris, dimana acara Aruh Ganal
dilaksanakan. Dengan lantunan lagu-lagu yang nyanyikan oleh sahabat-sahabat
yang berada dibagian belakang bus setia mengiringi perjalan hingga sampai di
Desa Tanuhi. Untuk mencapai Balai Malaris kami harus menumpang mobil pick up,
karena bus tidak memungkinkan untuk melewati jalan yang sempit.
Setibanya
di depan jembatan gantung menuju Balai Malaris yang rusak akibat diterjang
banjir, kami pun harus berjalan kaki sekitar 2 km untuk menuju lokasi. Sekitar pukul 8:00 malam kami tiba di Balai Malaris. Pemandangan yang tak pernah
saya lihat memanjakan mata yang lelah, ratusan masyarakat berkumpul di
dalam balai tersebut; saling bercengkrama, dan makan bersama. Tua maupun muda
membaur dalam kebersamaan untuk melaksanakan Aruh Ganal yang diadakan sebagai rasa syukur atas panen tahun ini oleh masyarakat Dayak Meratus. Kekagumanku
akan kebersamaan mereka (masyarakat dayak) malam itu membuatku berpikir ‘seandainya
seluruh rakyat Indonesia seperti ini, semuanya akan sangat indah’.
Pukul 9:30 malam, suara gendang terdengar dan ku lihat seeorang yang berdiri di
tengah-tengah arena Balai Malaris seperti ingin menari. Seseorang tersebut
menghentakan kakinya mengiringi suara gendang yang dimainkan beberapa orang
dipinggir arena, sontak beberapa orang dewasa serta anak-anak juga
beramai-ramai menari dengan hentakan kaki yang sama mengelilingi arena ditengah
balai. Tarian itu disebut dengan Batandik.
Melihat
keseruan para pemuda menari menggugah rasa sahabat-sahabat saya untuk ikut
menari. Ricky, Bonek, Tyo, Fajar ikut menari ketengah arena ikut bergabung
untuk menari bersama pemuda yang lainnya. Tarian yang diikuti sahabat-sahabat
saya tersebut sontak mengundang tawa, bukan hanya peserta baksos yang tertawa
akan tetapi warga yang menyaksikan gerakan-gerakan konyol merekapun juga tertawa melihatnya. Apapun gerakan yang mereka tarikan itu tidak menjadi
masalah, karena tarian tersebut adalah tarian pembuka dan tarian dari mereka ( sahabat-sahabat saya ) menjadi hiburan tersendiri bagi yang menonton.
Mantra-mantra
serta doa-doa dikumandangkan oleh kepala Adat dan diikuti oleh beberapa tokoh
adat lainnya ketika acara dimulai. Suara gendang mengiringi prosesi Aruh
Ganal sepanjang malam. Bingung
memang melihat apa yang mereka lakukan, saya juga tidak tahu apa yang mereka
kumandangkan, namun yang pasti acara ini merupakan ungkapan rasa syukur
Masyarakat Dayak Meratus atas panen padi yang melimpah. Malam mulai larut,
suara gendang dan mantra-mantra masih terdengar, beberapa peserta baksos ssudah
terlelap di pinggiran arena acara. Dengan mata yang mengantuk saya pun tertidur
sekitar pukul 03:00 pagi.
Suasana
dingin yang teramat dingin membangunkan saya dan sahabat-sahabat yang lainnya. Tepat pukul 6:00 pagi kami mulai berkemas dan berkumpul di depan Balai Malaris untuk menuju
Desa Tanuhi. Agenda berikutnya ialah naik rakit menulusuri sungat Amandit
Loksado bersama seluruh panitia dan peserta bakti sosial. Sebelum sampai
Tanuhi, kami harus berjalan kaki entah seberapa jauh, karena saya tidak mengukurnya;
tapi kira-kira sekitar 5-6 kilo meter rasanya kami berjalan. Dan sebelum beranjak pergi, kami pun berpamitan dengan tokoh adat
yang ada di sana.
Rasa
lelah terbayar ketika saya berada di atas rakit dan memandang suasana indah
yang memanjakan mata. Sambil memakan nasi bungkus yang dibagikan oleh panitia,
saya serta dua sahabat saya Basit dan Clara bercanda riya menikmati
keindahan alam yang asri. Begitu juga saya lihat denagn sahabat-sahabat yang
lain. kegembiraan bisa tampak saya lihat dari wajah-wajah lelah mereka. Clara
dan juga Basit yang jago nyanyi mengajak saya untuk membikin musik dari rakit
bambu yang saya naiki, segera saya meminta untuk bapak-bapak yang memandu
perjalan kami untuk menepi sebentar untuk mencari ranting yang dapat dipukulkan
ke bambu agar dapat menghasilkan suara musik.
Sembari menyanyi riya kami nikmati perjalan kami diatas rakit hingga tiba
dititik persinggahan yang telah direncanakn oleh panitia.
Rakit
yang kami tumpangi pun berhenti begitu juga dan sahabat-sahabat yang lain ada
yang duluan sampai dan ada yang datang belakangan. Baju yang basah saya ganti
di kamar mandi masjid dimana bus yang kami tumpangi telah menunggu. Dengan
perasaan lelah dan penat saya merebahkan diri di ruangan masjid tersebut. Tak
peduli jika saya ditinggal bus ketika saya tidur karena mata sangat mengantuk.
Sadar tak sadar saya pun tertidur lelap tak peduli lagi apa yang akan terjadi
entah mimpi apa yang ada saat saya tidur, saya pun tak ingat. Sesekali saya
terbangun dari tidur namun mata masih terpejam dan terdengar sayup-sayup
keriuhan canda tawa sahabat-sahabat yang ada diluar masjid, saya berpikir ini
berarti saya belum ditinggal, saya pu
melanjutkan tidur. Untuk kali kedua saya terbangun lagi dan masih dengan keadaan memejamkan
mata, saat itu masih terdengar suara sahabat-sahabat yang ribut diluar. Tak
lama kemudian saya terlelap pulas
lagi dan akhirnya
terbangun lagi untuk kali yang ketiga. Tak ada lagi suara ribut peserta diluar
masjid.
Mata
yang masih terpejam namun pikiran saya menyimpulkan bahwa saya sudah ditinggal
pulang bus yang sama tumpangi. Sontak saya pun terbangun dan berdiri dengan kedua belah kaki yang tegak serta dengan perasaan yang
was-was ditinggal bus. Betapa terkejutnya saya ketika melihat sahabat-sahabat
yang tadinya ribut di luar masjid ternyata juga ikut tidur pulas di samping
saya di dalam masjid. Saya lagi-lagi berpikir dan menyimpulkan, saking eratnya
kebersamaan kami bahkan saat lelah pun kami sama-sama tertidur dengan pulas dan
sama-sama tak takut ditinggal bus.
Setelah
makan siang, kami dan panitia bergegas untuk pulang kembali ke Banjarmasin. Bus
yang semula terdengar riuh dan ribut tak berapa lama menjadi sunyi sepi. Saya
lihat wajah-wajah lelah dari lelapnya sahabat-sahabat perserta baksos. Saya
tersenyum ketika bayang-banyang kegiatan baksos serta kebersamaan yang kami
jalan selama 3 hari kemarin, terlebih lagi ketika mengingat Basit dan Paula
bernyanyi dibawah pohon sudah seperti shotting film India. Lelahpun
menghampiri, saya pun juga ikut terlelap di dalam keheningan, dan hingga akhirnya tiba di Banjarmasin lagi
dengan selamat.Arif
berbagi cerita bersama pemuda desa Malinau |
mendengarkan keluhan masyarakat |
petugas masak |
penulis - balai adat Malaris |
Asnawi - Balian Adat Dayak Loksado Balai Malaris |
sungai tempat mandi |
acara aruh ganal |
peserta dari STAI Kandangan membantu membawa barang |
ganti transportasi |
sehabis mencari ubi di ladang |
peserta Baksos dan para pemudi Desa |
makan bersama masyarakat balai adat bidukun |
makan bersama |
membersihkan bendungan bersama masyarakat |
membersihkan bendungan bersama masyarakat |
penulis - membersihkan bendungan bersama masyarakat |
Bonek sedang mencoret badan Fadli dengan lumpur |
mandi |
Menuju balai adat Malaris desa Loklahung |
Menuju balai adat Malaris desa Loklahung |
mengadakan lomba untuk anak-anak desa |
mengadakan lomba untuk anak-anak desa |
mengadakan lomba untuk anak-anak desa |
bidadari mandi ( katanya ) |
penulis |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar