PENULIS |
Akhir-akhir ini aku
bertemu dengan berbagai kalangan. Mulai dari pejabat sampai kaum melarat, ada
kalangan intelek sampai pembuat perahu getek. Diantara sekian banyak orang
tersebut, ada yang ingin aku ceritakan dalam tulisan kali ini. Ia adalah Rian,
Faky, Karim, Awab, Haris, Iqbal dan Ari.
Enam orang pemuda
yang usianya kira-kira sudah menginjak dua puluh tahunan. Mereka unik, kenapa ?
sebab mereka tidak unik. Mereka orang-orang yang luar biasa, sebab ? mereka
bukan siapa-siapa. Tapi mereka berani berbuat dan berani tertanggungjawab. Yah,
setidaknya mereka lebih baik dari para oknum parpol yang hanya bisa berbuat
tetapi tidak bisa bertanggungjawab. Asaloleh !!!
Baiklah, aku akan
menceritakan para sepuh tersebut. Pertama Rian, atau dikenal dengan nama Hasmi
Rian Ahmada. Jangan salah ya, Rian Ahmada bukan Rian Armada. Kalau kamu salah
panggila namanya, ia akan marah. Bukan karena kehormatan nama yang ia miliki,
tetapi karena tambahan kata Armada akan mengingatkan ia pada gerakan Mahasiswa Fakultas
Dakwah yang dibentuk oleh Dewan Mahasiswa dizaman dia (2016). Tidak banyak yang
aku tahu tentang Rian, selain dia berasal dari Pelaihari dan lama sekolah di
pulau Jawa (Ponpes Dal-Wa) lalu kuliah di Banjarmasin, anak yang sangat
menyangi keluarganya dan selalu pulang pada kisaran hari sabtu dan minggu.
Lelaki dengan kuda
besi Mio Soul GT pabrikan Yamaha Morot ini merupakan kunci awal pertemuanku
dengan lima orang kawannya. Mulanya, aku hanya kenal mereka dikampus sebagai
angkatan 2014 di Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
Mereka sering nongkrong bareng dengan
senioran di kampus dan aktif diberbagai kegiatan, salah satunya Futsal.
Perbincangan eksklusif
itu dimulai kala Rian bercerita tentang latar belakang beberapa remaja
disekitaran kostnya, yang kebetulan ia bawa kegedung Futsal di IAIN Antasari
pada sabtu siang minggu ketiga bulan Juli 2016 lalu.
Ia mengatakan bahwa
ada seorang mualaf diantara ramaja tersebut, bahkan ada seorang Tionghoa di sana.
Namanya Tias dan Dodo. Tias sudah tiga tahun memeluk agama Islam, dan sekarang
aktif dalam berbagai kegiatan di mushalla dekat kost Rian. Begitu juga Dodo
yang masih Tionghoa, bahkan Dodo juga ikut saat tadarusan Al-Qur’an ramadhan
kemarin, serta beberapa kegiatan Keagamaan lainnya.
Cerita itu menarik
perhatianku, aku kemudian memutuskan untuk mengenal para da’i muda ini lebih
jauh. Bagaimana mereka menjadi komunikator yang evektif bagi sekitarnya, sehingga
banyak remaja-remaja sekolah yang bergabung dengan mereka. Kemudian, Sang Da’i
Under Ground, Karim Ben Zema, begitu aku menyebutnya. Naman lengkapnya adalah
Abdul Karim, keliharan Kalimantan Tengah, Kota Pluk Caho. Pemuda dengan skill
penggerak hati massa ini adalah seorang anak dari keluarga yang punya ketotalitas-an
dalam hidup yang benar. Ibunya sering jadi objek ceritanya, ia bahkan sangat
mengagumi keteguhan hati malaikatnya tersebut.
Salah satu aksi
heroik yang pernah ia lakukan dan kebetulan aku ketahui adalah saat perayaan
hari kemerdekaan tahun 2015 silam. Ia berhasil menggerakkan belasan pemuda
tanpa status sosial di desanya untuk melakukan kegiatan perayaan pesta rakyat
yang penuh arti tersebut. Padahal, hampir seluruh aparat desa disana fakum
dalam bertindak, pemakan gajih buta, dan bisu dalam bersuara.
Menyatukan beragam
keegoisan petinggi desa dan adat, membuat namanya dikenal banyak kalangan.
Tetapi satu hal yang unik saat ia menutup evaluasi kegiatan itu, “tahulah buhan ikam apa tujuanku mengumpulkan
buhan ikam ni. Satu, aku handak membuktiikan bahwa buhan ikam itu bisa beolah
kegiatan apapun asal bersatu. Dan Kedua, aku handak duitnya narai”. Aku
langsung tertawa kala menyimak ceritaya tersebut. “Da’i ababil” ketusku.
Setidaknya Karim berhasil
membuktikan kelasnya sebagai seorang da’i tanpa ia tahu bahwa ia seorang da’i.
Laksana seorang wali yang tidak mengatahui ia seorang wali, atau justru
sebaliknya. Seorang mafia yang merasa dirinya baik-baik saja. Itulah, Karim.
Ketiga, Ari. Namanya
mencuat dipikiranku saat hendak mengingat-ngingat seseorang yang sering unjuk
gigi kemampuan bermain musik. Pemuda yang sekarang mengeyam pendidikan di
Fakultas Ushuluddin dan Humaniora IAIN Antasari ini merupaka manusia dengan
tipikal ikan gabus. Keilmuannya sering tampak jelas dari tuturkata dan sumber
rujukan diskusinya, bahkan Ari ini paling mudah dikenali di antara semua
anggota laskar da’wah ini, yakni dalil-dalil sebagai titik tolak keilmuannya.
Tidak banyak catatan
yang aku dapat tentang Ari, selain ia merupakan mahasiswa yang berbeda
Fakultas, juga karena Ari banyak kegiatan pengajian diluar. Akan tetapi, Ari
bisa menjadi rujukan Da’i Fiqih terbaik dimasa akan mendatang. Setidaknya
itulah yang aku harapkan...!
Keempat, The King of
Wisdom. Raja kebijakan sosial dalam gerakan kepemudaan. Namanya adalah Haris,
ketua geng motor daerah Kelayan dan Pekauman serta besar di Kota Tambang,
Batulicin. Haris memang punya kehidupan glamor, namun ia adalah pemuda yang
memegang teguh nilai keberagamaan.
Memilih kelasnya
sendiri, Haris berkembang menjadi pemuda yang penuh kepekaan sosial. Turun
setiap minggu kejalanan guna bagi-bagi sembako atau sekedar berbagi senyum kebahagiaan
bersama kalangan bawah. Semua itu bukan semata-mata ia jalani untuk kesenangan
dirinya sendiri. Namun, menjadi bagian da’wak bil hal-nya guna memberi contoh
bagi generasi sosialita bahwa tanpa kaum papa, mereka bukanlah siapa-siapa.
Haris dan
teman-temannya kini berhasil mengembangkan jaringan keberbagai perusahaan
perwakilan daerah untuk mobil pabrikan, baik Toyota sampai Daihatshu. Dari
empat puluh dua anggota klup motornya, 17 diantaranya kini menjadi freestyler
yang sering naik podium perlombaan. Mereka kian terkenal.
Kelima, Abdul Wahab.
Calon komandan resimen mahasiswa IAIN Antasari tahun depan. He he.. ya itulah
Awab, atau kerap disafa Maha Awab atau kai. Lelaki yang tigginya sekitaran 170
cm ini adalah anggota Resimen Mahasiswa Mahanata. Hobby adalah Pus Up, dan
berkulit kuning bangsat, eh langsat.
Awab ini termasuk
kader yang peduli pada perubahan dan konsisten pada proses perubahan itu, kelak
aku yakin Awab adalah penjaga keadilan yang hebat dan berpengaruh bagi
masyarajat disekitarnya. Aamiin ya Allah (Penuh Harap).
Tak hanya konsisten,
ia juga memiliki keteguhan mental. Bagaimana tidak, saat baru-baru ini kakeknya
meninggal. Awab dengan tenang menjawa pertanyaanku, kala aku tanya mau kemana.
“aku mau ke Nagara (HSS) malam ini juga Bang, Kakekku barusan meninggal dunia”
ucapnya tenang. Mungkin karena ia mengenyam pendidikan di militer, entah lah.
Keenam, Iqbal
al-Binjui. Yah, ia mahasiswa asal desa Binjui Kec. Halong, Kab. Balangan dan
kini menjadi penggiat dunia kepenulisan di lembaga Pers Mahasiswa LPM SUKMA
(institut) dan LPM Panda (fakultas). Meski sering jadi bahan bulian seperti
Awab, Iqbal berpotensi dalam kerja tim. Hanya mungkin iya perlu wawasan dan
reflek yang lebih tinggi lagi.
Bisa dibilang
kemampuan Iqbal adalah tidak punya kemampuan itu sendiri, berangkat dari kemampuan
bahasa yang lemah, ia terus belajar selama lima semester ini. Buktinya sekarang
ia terus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam berbincang
dikeseharian. Mungkin berkat kemampuanya itulah, ia terus belajar lebih-lebih
dan lebih lagi. Tak terasa, purnama kian sering muncul selama 2 tahun
pembelajarannya. Kini, dengan adanya Iqbal, lengkaplah sudah Tim Khusus One
Pice ini.
Ke tujuh, Pembuli
terbaik dan pemegang rekor muri bulian paling cerdas dalam permainan kosa kata.
Ia adalah Rizky, atau kerap disapa Faky (kata lain dari Fuck You). Sama persis
seperti Awab konsisten dalam proses perubahan. Namun, Faky lebih berpotensi
dalam Jok-jok uniknya. Ia bahkan tak segan mengartikan nama seorang ustadz
dengan sesuka hati didepan Ustadz itu sendiri. Fuck You,,,!
Faky mungkin adalah
seorang sufi lefel Abu Nawas, atau selaras dengan Nasruddin Hojjha (Sufi Abad
Pertengahan), yang dimana mereka tak pernah memandang status keduniaan sebagai
pakaian kebanggaan. Bahkan sekelas Ustadz saja menjadi ojek jok-jok nyetriknya.
Kalau Iqbal adalah
pelengkap Tim ini, maka Faky adalah penyempurna basis gerakan da’wah bil hal
ini. Ada sang Fasilitator (Rian), Koordinator Massa (Karim), Analisator SDA dan
SDM (Haris), Sufi Komika (Faky), Ahli Fiqih (Ari), Koordinator Medan Dakwah
(Iqbal dan Awab).
Semoga ini bukan mimpiku di
siang bolong. Huahhhhhh, aku mulai ngantuk bung... Tut..tut..tut.. (sinyal
hilang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar