BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam Dunia
Pendidikan khususnya Pendidikan Agama Islam pastilah terdapat berbagai
macam problem baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal ini
sangatlah memerlukan perhatian khusus dari Guru Agama, karena Guru Agama
dianggap sebagai kunci sentral dalam membendung dan memfilter pengaruh
negatif dari luar.
Oleh karena itulah
kelompok kami akan membahas bimbingan dan konseling islami, sesuai
dengan referensi yang kami dapatkan dan bermanfaat untuk kami
kembangkan, pertamanya kami acuh tak acuh terhadap pokok bahasan ini
karena teori- teori yang banyak dikembangkan di buku- buku bimbingan dan
konseling adalah teori barat yang sangat minim sekali pada peribahan
bimbingan dan konseling dalam sudut pandang Islam. Tapi rasa acuh tak
acuh itu berkembang menjadi sebuah kesadaran untuk memotifasi kami
membuat suatu makalah yang sangat urgen ini, karena kami menganggap diri
kami sebagai kaum intelektual muslim yang masih tahap belajar sering
mendapat suatu pertanyaan-pertayaan” dimanakah peranan agama dan nilai
budaya (Moral) dalam pengembangan anak?”.
Dan diri kami
tersentuh dan bertanya tiada henti, ketika seorang remaja muslim sudah
tidak sesuai dengan norma-norma yang ada di dalam dirinya dan
menghianati apa yang telah ia pelajari mulai awal tentang agama norma
tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islami
Bimbingan dan konseling merupakan alih bahasa dari istilah inggris guidance dan counseling. Dalam kamus bahasa Inggris guidance dikaitkan dengan kata asal guide,
yang diartikan sebagai berikut : menunjukkan jalan (Showing the way),
memimpin (leading). menuntun (conducting), memberikan petunjuk (giving
instruction), mengatur (regulating), mengarahkan (governing), memberikan
nasehat (giving advice)[1]. Dalam kamus bahasa Inggris, counseling
dikaitkan dengan kata counsel, yang diartikan sebagai berikut : nasehat
(to abtain counsel), anjuran (to give counsel), pembicaraan (to take
counsel).[2]
Mengenai kedudukan dan hubungan antara
bimbingan dan konseling terdapat banyak pandangan, salah satunya
memandang bahwa konseling sebagai teknik bimbingan, dengan kata lain
konseling berada dalam bimbingan. Pendapat lain menyatakan bahwa
bimbingan merupakan pencegahan munculnya masalah yang dialami oleh
individu dengan kata lain bimbingan sifat atau fungsinya preventif
(pencegahan), sedangkan konseling sifatnya kuratif dan Korektif. Namun
bimbingan dan konseling dihadapkan pada objek yang sama yaitu Problem
sedangkan perbedaannya terletak pada perhatian dan perlakuan dari
masalah.
Perbedaan Bimbingan dan Konseling umum dengan bimbingan dan Konseling Islami menurut Thohari Musnamar, di antaranya yaitu[3]:
1. Pada
umumnya di barat proses layanan bimbingan dan konseling tidak
dihubungkan dengan Tuhan maupun ajaran agama. Maka layanan bimbingan dan
konseling dianggap sebagai hal yang semata-mata masalah keduniawian,
sedangkan Islami menganjurkan aktifitas layanan bimbingan dan konseling
itu merupakan suatu ibadah kepada Allah SWT suatu bantuan kepada orang
lain, termasuk layanan bimbingan dan konseling, dalam ajaran Islam di
hitung sebagai suatu sedekah.
2. Pada
umumnya konsep layanan bimbingan dan konseling barat hanyalah di
dasarkan atas pikiran manusia. Semua teori bimbingan dan konseling yang
ada hanyalah didasarkan atas pengalaman-pengalaman masa lalu, sedangkan
konsep bimbingan dan konseling Islami didasarkan atas, yaitu Al-Qur’an
dan Sunnah Rasul, aktivitas akal dan pengalaman manusia.
3. Konsep
layanan Bimbingan dan konseling Barat tidak membahas masalah kehidupan
sesudah mati. Sedangkan konsep layanan bimbingan dan konseling Islami
meyakini adanya kehidupan sesudah mati
4. Konsep
layanan bimbingan dan konseling Barat tidak membahas dan mengaitkan
diri dengan pahala dan dosa. Sedangkan menurut bimbingan dan konseling
Islami membahas pahala dan dosa yang telah di kerjakan.
Dari perbedaan diatas akan melahirkan beberapa definisi diantaranya, yaitu :
1. Thohari
mengartikan bimbingan dan konseling Islami sebagai suatu proses
pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali eksistensinya
sebagai makhluk Allah SWT yang seharusnya hidup selaras dengan
ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan
dunia dan akhirat.[4]
2. Yahya Jaya
menyatakan bimbingan dan konseling agama Islami adalah pelayanan
bantuan yang diberikan oleh konselor agama kepada manusia yang mengalami
masalah dalam hidup keberagamaannya, ingin mengembangkan dimensi dan
potensi keberagamaannya seoptimal mungkin, baik secara individu maupun
kelompok, agar menjadi manusia yang mandiri dan dewasa dalam beragama,
dalam bidang bimbingan akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah, melalui
berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan keimanan dan
ketaqwaan yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadits.[5]
3. Ainur Rahim Faqih
mengartikan bahwa bimbingan dan konseling Islami adalah proses
pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan
ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat.[6]
Dari beberapa pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling Islami merupakan suatu usaha
yang dapat dilakukan dalam rangka mengembangkan potensi dan memecahkan
masalah yang dialami klien agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan di akhirat berdasarkan ajaran Islam.
Ciri khas konseling Islam yang paling mendasar menurut Hamdani Bakran Adz-Dzaky, adalah[7] ;
1. Berparadigma pada wahyu dan keteladanan para Nabi, Rasul dan para ahli warisnya.
2. Hukum
konselor memberikan konseling kepada klien dan klien meminta bimbingan
kepada konselor adalah wajib dan suatu keharusan dan bahkan merupakan
ibadah.
3. Akibat konselor menyimpang dari wahyu dapat berakibat fatal baik bagi diri sendiri maupun bagi kliennya.
4. System konseling Islami di mulai dari mengarahkan kepada kesadaran nurani.
Peranan agama dalam bidang bimbingan dan
konseling akan memberikan warna, arah dan susunan hubungan yang
tercipta antara klien dan konselor. Prayitno menyatakan unsur-unsur
agama tidak boleh diabaikan dalam konseling, dan justru harus
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk mencapai kesuksesan, upaya bimbingan
dan konseling yaitu kebahagiaan klien.[8]
Ada dua alasan mendasar mengapa perlu
menghadirkan Bimbingan dan konseling Islami. Alasan yang paling utama
adalah karena Islam mempunyai pandangan-pandangan tersendiri mengenai
manusia. Al-Qur’an sumber utama agama Islam, adalah kitab petunjuk, di
dalamnya terdapat banyak petunjuk mengenai manusia.Allah, sebagai
pencipta manusia tentu, tentunya tahu secara nyata dan pasti siapa
manusia. Lewat Al-Qur’an Allah memberikan rahasia-rahasia tentang
manusia. Karenanya kalau kita ingin tahu bagaimana cara menghadapi
manusia secara sungguh-sungguh, maka Al-Qur’an (wahyu) adalah sumber
yang layak dijadikan acuan utama dan tak pantas untuk dilupakan. Ajaran
Islam dapat menjadi acuan sebagai landasan yang ideal dalam menjalani
kehidupan. Untuk itu tepatlah kiranya jika teori-teori dan teknik-teknik
bimbingan dan konseling yang lahir di Barat, terlebih dahulu di
Islamisasikan sebelum diterapkan dalam kehidupan. Bimbingan dan
konseling Islami memberikan jalan mencegah dan pemecahan masalah, selalu
mengubah orientasi pribadi, penguatan mental spiritual, penguatan
tingkah laku kepada akhlak yang mulia, upaya perbaikan serta
teknik-teknik bimbingan dan konseling lainnya.
Sebagai catatan penting yang perlu
diperhatikan adalah kalimat “Bimbingan dan konseling Islam” dan
“Bimbingan dan konseling Islami” adalah merupakan sebuah kalimat yang
hampir sama namun berbeda. Arif Wibisono Adi dalam tulisannya yang
berjudul kerangka dasar psikologi Islami menyatakan bahwa;“Yang sering
menimbulkan kontroversi adalah masalah nama. Banyak psikologi Muslim
yang keberatan untuk menyebutnya dengan sebutan Islam, karena
seolah-olah di sini ada otoritas Tuhan. Akibatnya orang-orang takut
untuk mengkritiknya lagi, padahal bagaimanapun ilmu itu dinamis dan
selalu berkembang. Selalu ada teori atau dalil yang tumbang untuk
digantikan dengan teori atau dalil yang baru.
Sebagai hasil dari nalar manusia, maka
pandangan-pandangan dari ilmu itu bisa salah dan disalahkan untuk
digantikan dengan yang lebih mendekati kebenaran. Kebenaran yang mutlak
tidaklah dapat dicapai oleh manusia. Dengan memakai embel-embel Islami
justru ilmu itu ditakutkan jadi mandek karena orang sudah tidak berani
menumbangkan teori atau dalil-dalilnya lagi dan disangkanya semuanya
sudah benar secara mutlak”.[9]
Menurut Hidayat Nataatmadja (1985),
istilah “…..Islam” sebaiknya digantikan dengan istilah “…..Islami” untuk
membedakan antara wahyu dan ide.[10] Karenanya akan lebih tepat kalau kita menyebut Bimbingan dan konseling Islami dan bukan Bimbingan dan konseling Islam.
“Bimbingan dan konseling Islami” dengan
menunjang nama itu diharapkan secara langsung tergambar karakteristik
dan identitasnya yang semuanya bermuara pada nilai-nilai yang Islami.
Dan sebagai wadah yang masih menanti kelengkapan isi rasanya nama
tersebut lebih luwes dan luas.
Menurut penulis tidak perlu merombak
sama sekali ilmu atau teori-teori Bimbingan dan konseling Barat yang
telah ada, namun cukup hanya dengan sikap kritis dan selektif dan
kemudian hal-hal yang dianggap kurang cocok cukup kita ubah dan
sesuaikan dengan pandangan-pandangan dan ideal-ideal Islam saja.
B. Landasan Bimbingan dan Konseling Islami
Landasan (dasar pijak) utama bimbingan
dan konseling Islami adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasul, sebab keduanya
sumber dari segala sumber pedoman hidup umat Islami, dalam arti mencakup
seluruh aspek kehidupan mereka, Sabda Nabi SAW.
Artinya : “Hadis dari Malik bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW
bersabda; Aku tinggalkan sesuatu bagi kalian semua, yang jika kalian
selalu berpegang teguh kepadanya niscaya selama-lamanya tidak akan
pernah salah langkah, sesuatu itu yakni Kitabullah dan Sunnah Rasul”
(H.R. Malik).[11]
Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya dapat
dikatakan sebagai landasan ideal dan konseptual bimbingan dan konseling
Islami. Berdasarkan al-Qur’an dan sunnah Rasul itulah gagasan, tujuan
dan konsep-konsep.[12]
Al-Qur’an dan Sunnah Rasul merupakan
landasan utama bagi bimbingan dan konseling Islami, yang juga dalam
pengembangannya dibutuhkan landasan yang bersifat filsafat dan keilmuan.
Al-Qur’an di sebut juga dengan landasan “naqliyah” sedangkan landasan
lain yang dipergunakan oleh bimbingan dan konseling Islami yang bersifat
“aqliyah”. Dalam hal ini filsafat Islam dan ilmu atau landasan ilmiah
yang sejalan dengan ajaran Islam.[13]
Jadi landasan utama bimbingan dan
konseling Islami adalah al-Qur’an dan Sunnah. Firman Allah SWT dalam
surat At-Tin ayat 4, sebagai berikut :
Artinya : “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”[14]
Menurut Tafsir al-Maraghi sesungguhnya
manusia diciptakan dalam bentuk yang paling baik. Kami ciptakan ia
dengan tinggi yang memadai, dan memakan makanannya dengan tangan, tidak
seperti makhluk lain yang mengambil dan memakan makanannya dengan
mulutnya. Lebih dari itu kami istimewakan manusia dengan akalnya, agar
bisa berfikir dan menimba berbagai ilmu pengetahuan serta bisa
mewujudkan segala inspirasinya[15]
Al-Qur’an dapat menjadi sumber bimbingan
dan konseling Islami, nasehat, dan obat bagi manusia. Firman Allah
surat al-Isra’ ayat 82
Artinya : “Dan kami turunkan dari
al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman dan al-Qur’an tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim
selain kerugian”[16]
Menurut Tafsir Tematik Cahaya al-Qur’an,
al-Qur’an merupakan mukjizat Muhammad SAW yang abadi, yang diturunkan
Allah berbagai cahaya dan petunjuk. Di dalamnya terdapat obat bagi jiwa
yang sakit karena penyakit hati dan penyakit kemasyarakatan, seperti
akidah yang sesat dan menyingkap hati yang tertutup, sehingga menjadi
obat bagi hati, seperti layaknya ramuan obat-obatan bagi kesehatan. Jika
suatu kaum mau mengambil petunjuk darinya mereka akan mendapatkan
kemenangan dan kebahagiaan, sebaliknya jika mereka tidak mau
menerimanya, maka mereka akan menyesal dan sengsara[17]
1. Konseling Perspektif al-Qur'an
1. Hakikat Manusia
Menurut konsep
konseling, manusia itu pada hakikatnya adalah sebagai makhluk biologis,
makhluk pribadi, dan makhluk sosial.Ayat-ayat Al Qur’an menerangkan
ketiga komponen tersebut. Di samping itu Al Qur’an juga menerangkan
bahwa manusia itu merupakan makhluk religius dan ini meliputi ketiga
komponen lainnya, artinya manusia sebagai makhluk biologis, pribadi, dan
sosial tidak terlepas dari nilai-nilai manusia sebagai makhluk
religius.
Menurut konsep
konseling, manusia sebagai makhluk biologis memiliki potensi dasar yang
menentukan kepribadian manusia berupa insting. Manusia hidup pada
dasarnya memenuhi tuntutan dan kebutuhan insting.Menurut keterangan
ayat-ayat Al Qur’an potensi manusia yang relevan dengan insting ini
disebut nafsu.
Menurut kandungan
ayat-ayat Al Qur’an manusia itu pada hakikatnya adalah makhluk yang utuh
dan sempurna, yaitu sebagai makhuk biologis, pribadi, sosial, dan
makhluk religius. Manusia sebagai makhluk religius meliputi ketiga
komponen lainnya, yaitu manusia sebagai makhluk biologis, pribadi dan
sosial selalu terikat dengan nilai-nilai religius.
a. Sebagai Makhluk Biologis
Menurut konsep
konseling, manusia sebagai makhluk biologis memiliki potensi dasar yang
menentukan kepribadian manusia berupa insting. Manusia hidup pada
dasarnya memenuhi tuntutan dan kebutuhan insting. Menurut keterangan
ayat-ayat Al Qur’an potensi manusia yang relevan dengan insting ini
disebut nafsu.
Potensi nafsu ini
berupa al hawa dan as-syahwat. Syahwat adalah dorongan seksual,
kepuasan-kepuasan yang bersifat materi duniawi yang menuntut untuk
selalu dipenuhi dengan cepat dan memaksakan diri serta cenderung
melampau batas[18].
Al Hawa adalah dorongan-dorongan tidak rasional, sangat mengagungkan
kemampuan dan kepandaian diri sendiri, cenderung membenarkan segala
cara, tidak adil yang terpengaruh oleh kehendak sendiri, rasa marah atau
kasihan, hiba atau sedih, dendam atau benci yang berupa emosi atau
sentimen. Dengan demikian orang yang selalu mengikuti al-hawa ini
menyebabkan dia tersesat dari jalan Allah[19].
Ada tiga jenis nafsu
yang paling pokok, yaitu: (1) nafsu amarah , yaitu nafsu yang selalu
mendorong untuk melakukan kesesatan dan kejahatan[20],
(2) nafsu lawwaamah, yaitu nafsu yang menyesal . Ketika manusia telah
mengikuti dorongan nafsu amarah dengan perbuatan nyata, sesudahnya
sangat memungkinkan manusia itu menyadari kekeliruannya dan membuat
nafsu itu menyesal[21],
dan (3) nafsu muthmainnah, yaitu nafsu yang terkendali oleh akal dan
kalbu sehingga dirahmati oleh Allah swt.. Ia akan mendorong kepada
ketakwaan dalam arti mendorong kepada hal-hal yang positif [22].
b. Sebagai Makhluk Pribadi
Menurut konsep
konseling seperti yang dikemukakan dalam Terapi Terpusat pada Pribadi,
Terapi Eksistensial, Terapi Gestalt, Rasional Emotif Terapi, dan Terapi
Realita. Manusia sebagai makhluk pribadi memiliki ciri-ciri kepribadian
pokok sebagai berikut:
1) memiliki
potensi akal untuk berpikir rasional dan mampu menjadi hidup sehat,
kreatif, produktif dan efektif, tetapi juga ada kecendrungan dorongan
berpikir tidak rasional
2) memiliki kesadaran diri,
3) memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan dan bertanggung jawab,
4) merasakan kecemasan sebagai bagian dari kondisi hidup,
5) memiliki kesadaran akan kematian dan ketiadaan,
6) selalu terlibat dalam proses aktualisasi diri.
Berdasarkan
keterangan ayat-ayat Al Qur’an, manusia mempunyai potensi akal untuk
berpikir secara rasional dalam mengarahkan hidupnya ke arah maju dan
berkembang[23], memiliki kesadaran diri[24], memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan[25] serta tanggung jawab[26].Sekalipun demikian, manusia juga memiliki kondisi kecemasan dalam hidupnya sebagai ujian dari Allah yang disebut al khauf[27], memiliki kemampuan untuk mengaktualisasikan fitrahnya kepada pribadi takwa[28]
c. Sebagai Makhluk Sosial
Menurut konsep
konseling, seperti yang diungkapkan dalam Terapi Adler, Terapi
Behavioral, dan Terapi Transaksional, manusia sebagai memiliki sifat dan
ciri-ciri pokok sebagai berikut: (1) manusia merupakan agen positif
yang tergantung pada pengaruh lingkungan, tetapi juga sekaligus sebagai
produser terhadap lingkungannya, (2) prilaku sangat dipengaruhi oleh
kehidupan masa kanak-kanak, yaitu pengaruh orang tua (orang lain yang
signifikan), (3) keputusan awal dapat dirubah atau ditinjau kembali, (4)
selalu terlibat menjalin hubungan dengan orang lain dengan cinta kasih
dan kekeluargaan.
Sebagai makhluk
sosial, Al Qur’an menerangkan bahwa sekalipun manusia memilikipotensi
fitrah yang selalu menuntut kepada aktualisasi iman dan takwa, namun
manusia tidak terbebas dari pengaruh lingkungan atau merupakan agen
positif yang tergantung pada pengaruh lingkungan terutama pada usia
anak-anak. Oleh karena kehidupan masa anak-anak ini sangat mudah
dipengaruhi, maka tanggung jawab orang tua sangat ditekankan untuk
membentuk kepribadian anak secara baik [29]Namun
demikian, setelah manusia dewasa (mukallaf), yakni ketika akal dan
kalbu sudah mampu berfungsi secara penuh, maka manusia mampu mengubah
berbagai pengaruh masa anak yang menjadi kepribadiannya (keputusan awal)
yang dipandang tidak lagi cocok [30]<.span>bahkan manusia mampu mempengaruhi lingkungannya (produser bagi lingkungannya) [31]Sebagai
makhluk sosial ini pula manusia merupakan bagian dari masyarakat yang
selalu membutuhkan keterlibatan menjalin hubungan dengan sesamanya, hal
ini disebut dengan silaturrahmi [32]
d. Sebagai Makhluk Religius
Konsep konseling
tidak ada menerangkan manusia sebagai makhluk religius.Sebagai makhluk
religius manusia lahir sudah membawa fitrah, yaitu potensi nilai-nilai
keimanan dan nilai-nilai kebenaran hakiki. Fitrah ini berkedudukan di
kalbu, sehingga dengan fitrah ini manusia secara rohani akan selalu
menuntut aktualisasi diri kepada iman dan takwa dimanapun manusia berada
[33]Namun
tidak ada yang bisa teraktualisasikan dengan baik dan ada pula yang
tidak, dalam hal ini faktor lingkungan pada usia anak sangat menentukan.
Manusia sebagai makhluk religius berkedudukan sebagai abidullah dan
sebagai khalifatullah di muka bumi.
Abidullah merupakan pribadi yang mengabdi dan beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan dan petunjuk Allah[34]Hal
ini disebut ibadah mahdhah. Khalifatullah merupakan tugas manusia untuk
mengolah dan memakmurkan alam ini sesuai dengan kemampuannya untuk
kesejahteraan umat manusia, serta menjadi rahmat bagi orang lain atau
yang disebut rahmatan lil’alamin [35]
2. Konseling Perspektif al-Hadits
1. Penguatan Agama Melalui Nasihat dan Bimbingan Konseling Islami
أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم- قَالَ « الدِّينُ النَّصِيحَةُ » قُلْنَا لِمَنْ قَالَ« لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ ). صحيح مسلم – (ج 1 / ص 53
2. Nilai-Nilai Dasar Bimbingan Konseling Islami
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم- « مَنْ
نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ
عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى
مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ
سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ
فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ وَمَنْ
سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ
طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ
اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ
نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ
وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ. (صحيح مسلم – (ج 8 / ص 71
3. Potensi Dasar Diri Manusia
حَدَّثَنَا
أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ عَنْ عَامِرٍ قَالَ سَمِعْتُ
النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْحَلَالُ بَيِّنٌ وَالْحَرَامُ
بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشَبَّهَاتٌ لَا يَعْلَمُهَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ
فَمَنْ اتَّقَى الْمُشَبَّهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ
وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ كَرَاعٍ يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ
يُوَاقِعَهُ أَلَا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلَا إِنَّ حِمَى اللَّهِ
فِي أَرْضِهِ مَحَارِمُهُ أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا
صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ
كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ )البخاري)
4. Memposisikan Manusia Sebagai Tugas Bimbingan Konseling Islami
1. عَنْ
عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ أَمَرَنَا رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُنَزِّلَ النَّاسَ
مَنَازِلَهُمْ مَعَ مَا نَطَقَ بِهِ الْقُرْآنُ مِنْ قَوْلِ اللَّهِ
تَعَالَى وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ )مسلم(
2. وَفِي رِوَايَةٍ أُخْرى : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْزِلُوا النَّاسَ مَنَازِلَهُمْ)رواه أبو داود(
5. Bimbingan Konseling Islam dalam Memelihara dan Mengembangkan Fitrah manusia
1. عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ
فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ )البخاري(
6. Indikator Iman, Islam dan Ihsan dalam Proses BKI
a. Indikator Iman: Integrasi kognitif, afektif dan psikomotorik.
عَنْ
عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْإِيمَانُ مَعْرِفَةٌ بِالْقَلْبِ وَقَوْلٌ
بِاللِّسَانِ وَعَمَلٌ بِالْأَرْكَانِ (رواه إبن ماجه)
b. Indikator Islam: Integrasi Iman, Ibadah dan Peduli Sosial.
عَنْ
ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ
أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ
وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
(رواه البخاري)
c. Indikator Ihsan: Integrasi nilai-nilai teologis, psikologis dan sosiologis dalam BKI
1. قالَ
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِحْسَانُ قَالَ الْإِحْسَانُ أَنْ تَعْبُدَ
اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ )البخاري(
2. قَالَ
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِحْسَانُ قَالَ أَنْ تَخْشَى اللَّهَ
كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنَّكَ إِنْ لَا تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
قَالَ صَدَقْتَ )مسلم)
3. ) قَالَ فَمَا الْإِحْسَانُ قَالَ أَنْ تَعْمَلَ لِلَّهِ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ) (رواه أحمد)
d. Islam Terbaik: Integrasi antara Mikro dan Makro-konseling.
1) عَنْ
أَبِي مُوسَى قَالَ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْإِسْلَامِ
أَفْضَلُ قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
(النسائي)
2) عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْإِسْلَامِ خَيْرٌ قَالَ تُطْعِمُ
الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ
تَعْرِفْ (رواه أبو داود)
7. Tindakan Antisifatif dan Preventif dalam BKI
عَنْ
ابْنِ عُمَرَ قَالَ أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِبَعْضِ جَسَدِي فَقَالَ كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ
أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ وَعُدَّ نَفْسَكَ فِي أَهْلِ الْقُبُورِ فَقَالَ لِي
ابْنُ عُمَرَ إِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تُحَدِّثْ نَفْسَكَ بِالْمَسَاءِ
وَإِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تُحَدِّثْ نَفْسَكَ بِالصَّبَاحِ وَخُذْ مِنْ
صِحَّتِكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ قَبْلَ مَوْتِكَ فَإِنَّكَ لَا
تَدْرِي يَا عَبْدَ اللَّهِ مَا اسْمُكَ غَدًا قَالَ أَبُو عِيسَى وَقَدْ
رَوَى هَذَا الْحَدِيثَ الْأَعْمَشُ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
نَحْوَهُ حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ الضَّبِّيُّ الْبَصْرِيُّ
حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ لَيْثٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ ابْنِ
عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ (رواه الترمذي: كتاب الزهد، )2255 )
8. Terapi
1. مَا أَنْزَلَ اللَّهُ دَاءً إِلَّا قَدْ أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ وَجَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ )رواه أحمد(
2. عَنْ
أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيبَ
دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ )رواه مسلم(
9. Sistem Evaluasi dan Penilaian
1. عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن الله لا ينظر إلى صوركم وأموالكم ولكن ينظر إلى قلوبكم وأعمالكم ) رواه مسلم) : كتاب البر والصلة ،( 4751)
2. عن
أبي هريرة رفعه إلى النبي صلى الله عليه وسلم قال إن الله لا ينظر إلى
صوركم وأموالكم ولكن إنما ينظر إلى أعمالكم وقلوبكم (رواه أبن ماجة)، كتاب الزهد (4123)
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari paparan dan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Bimbingan dan konseling menurut ahli bahasa dari istilah inggris guidance dan counseling. Dalam kamus bahasa Inggris guidance dikaitkan dengan kata asal guide,
yang diartikan sebagai berikut : menunjukkan jalan,memimpin, menuntun,
memberikan petunjuk, mengatur, mengarahkan, memberikan nasehat. Dalam
kamus bahasa Inggris, counseling dikaitkan dengan kata counsel, yang diartikan sebagai berikut : nasehat, anjuran, pembicaraan.
Sedangkan bimbingan dan konseling islami
adalah sebagai suatu proses pemberian bantuan terhadap individu agar
menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah SWT yang
seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT,
sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan kata lain
bimbingan dan konseling Islami merupakan suatu usaha yang dapat
dilakukan dalam rangka mengembangkan potensi dan memecahkan masalah yang
dialami klien agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat berdasarkan ajaran Islam.
Dalam
Biimbingan dan Konseling Islami tentu akan memiliki landasan dan
pijakannya adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasul, sebab keduanya adalah
sumber dari segala sumber pedoman hidup umat Islam.
B. Saran dan Kritik.
Sebagai manusia yang tak terlepas dari kesalahan kami sangat mengharap saran dan kritik dari teman-teman, lebih khusus kepada Ibu Dosen demi menuju kesempurnaan makalah ini. Demikian makalah yang bisa kami paparkan semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin...
B.
DAFTAR PUSTAKA
ü Al –Qur'an dan Terjemah
ü W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia. 1997).
ü Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islami, (Yogyakarta : UII Press. 1992
ü Yahya Jaya, Bimbingan dan Konseling Agama Islam, (Padang : Angkasa Raya. 2004),
ü Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, (Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru, 2001).
ü Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta : Rineka Cipta. 2004).
ü Fuad Nashori, Membangun Paradigma Psikologi Islami, (Yogyakarta : SIPRESS. 1994).
[1] W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia. 1997, hal. 65
[2] Ibid., hal. 70
[3] Thoha Musnamar, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islami, Yogyakarta : UII Press. 1992, hal. 9
[4] Ibid., hal. 55
[5] Yahya Jaya, Bimbingan dan Konseling Agama Islam, Padang : Angkasa Raya. 2004, hal. 108
[6] Ainur Rahim Faqih, op. cit., hal. 4
[7] Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru, 2001, hal. 189-190
[8] Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Rineka Cipta. 2004, h. 135
[9] Fuad Nashori, Membangun Paradigma Psikologi Islami, Yogyakarta : SIPRESS. 1994, h. 30
[10] Ibid., h. 31
[11] Malik bin Anas Abu A’badullah at-Ashbaniy, Muwatha’ al-Imam Malik. (Mesir : Dariyah at-Turats-A’rabhiy, jilid 2, h. 799
[12] Thoha Musnamar, op. cit., h. 5-6
[13] Ainur Rahim Fagih, op. cit., h. 5
[14] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang : Toha Putra. 1995, h. 74
[15] Abu Musthafa Al-Maraghiy, Tafsir Al-Maraghiy, Semarang : Toha Putra. 1989, h. 341
[16] Departemen Agama RI, op. cit., h. 225
[17] Muhammad Departemen Agama RI, op. cit., h. 225
[17] Muhammad Ali Ash-sabhany, Cahaya Al-Qur’an Tafsir Tematik, Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2001, h. 539
[18] Ali-Imran: 14, Al-A’raf: 80, dan An-Naml:55.
[19] An-Nisa:135, Shad: 26 dan An-Nazi’at: 40-41
[20] Yusuf:53
[21] Al Qiyamah:1-2
[22] Al-Fajr: 27-30
[23] Al-Baqarah: 164, Al-Hadid:17, dan Al-Baqarah: 242
[24] Al-Baqarah:9 dan 12
[25] Fushilat: 40, Al-Kahfi: 29, dan Al-Baqarah: 256
[26] Al-Muddatsir: 38, Al-Isra: 36, Al-Takatsur: 8 .
[27] Al-Baqarah: 155
[28] Ar-Ruum: 30, Al-A’raf: 172-174, Al-An’am:74-79, Ali-Imran: 185, An-Nahl: 61, dan An-Nisa: 78.
[29] At-Tahrim: 6
[30] Ar-Ra’du: 85 dan Al-Hasyr:18,
[31] Al-Ankabut: 7, Al-A’raf: 179, Ali-Imran: 104, Al-Ashr:3, dan At-Taubah:122.
[32] Al-Hujurat:13, Ar-Ra’du: 21, dan An Nisa: 1.
[33] Ar-Ruum: 30 dan Al-A’raf:172-174.
[34] Adz-Dzariyat: 56.
[35] Al-Baqarah: 30.
Syukron katsir, semoga manfaat
BalasHapus