ARIF RIDUAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerukunan
beragama di tengah keanekaragaman budaya merupakan aset dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dalam perjalanan sejarah bangsa,
Pancasila telah teruji sebagai alternatif yang paling tepat untuk
mempersatukan masyarakat Indonesia yang sangat majemuk di bawah suatu
tatanan yang inklusif dan demokratis. Sayangnya wacana mengenai
Pancasila seolah lenyap seiring dengan berlangsungnya reformasi.
Berbagai
macam kendala yang sering kita hadapi dalam mensukseskan kerukunan
antar umat beragama, dari luar maupun dalam negeri kita sendiri. Namun
dengan kendala tersebut warga Indonesia selalu optimis, bahwa dengan
banyaknya agama yang ada di Indonesia, maka banyak pula solusi untuk
menghadapi kendala-kendala tersebut. Dari berbagai pihak telah sepakat
untuk mencapai tujuan kerukunan antar umat beragama di Indonesia seperti
masyarakat dari berbagai golongan, pemerintah, dan
organisasi-organisasi agama yang banyak berperan aktif dalam masyarakat.
Keharmonisan
dalam komunikasi antar sesama penganut agama adalah tujuan dari
kerukunan beragama, agar terciptakan masyarakat yang bebas dari ancaman,
kekerasan hingga konflik agama.
B. Rumusan Masalah
a) Kendala apa yang menjadi permasalahan dalam mencapai kerukunan umat beragama di Indonesia?
b) Bagaimana masyarakat menghadapi permasalahan/kendala dalam mencapai kerukunan antar umat beragama di Indonesia?
c) Apakah Agama Islam Merupakan Rahmat Bagi Seluruh Alam?
d) Bagaimana Kebersamaan Umat Beragama Dalam Kehidupan Sosial?
C. Tujuan
Penulisan
makalah ini bermaksud untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama kami dan
untuk menambah wawasan para pembaca tentang kerukunan antar umat
beragama serta permasalahan yang di hadapi. Semoga Bermanfaat.
D. Manfaat Kerukunan Antar Umat Beragama
Umat
Beragama Diharapkan Perkuat Kerukunan Jika agama dapat dikembangkan
sebagai faktor pemersatu maka ia akan memberikan stabilitas dan kemajuan
Negara.
Menteri
Agama Muhammad Maftuh Basyuni berharap dialog antar-umat beragama dapat
memperkuat kerukunan beragama dan menjadikan agama sebagai faktor
pemersatu dalam kehidupan berbangsa.
"Sebab
jika agama dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka ia akan
memberikan sumbangan bagi stabilitas dan kemajuan suatu negara," katanya dalam Pertemuan Besar Umat Beragama Indonesia untuk Mengantar NKRI di Jakarta, Rabu.
Pada
pertemuan yang dihadiri tokoh-tokoh agama Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, Buddha, dan Konghucu itu Maftuh menjelaskan, kerukunan umat
beragama di Indonesia pada dasarnya telah mengalami banyak kemajuan
dalam beberapa dekade terakhir namun beberapa persoalan, baik yang
bersifat internal maupun antar-umat beragama, hingga kini masih sering
muncul.
Menurut
dia, kondisi yang demikian menunjukkan bahwa kerukunan umat beragama
tidak bersifat imun melainkan terkait dan terpengaruh dinamika sosial
yang terus berkembang. "Karena itu upaya memelihara kerukunan harus
dilakukan secara komprehensif, terus-menerus, tidak boleh berhenti,"
katanya.
Dalam
hal ini, Maftuh menjelaskan, tokoh dan umat beragama dapat memberikan
kontribusi dengan berdialog secara jujur, berkolaborasi dan bersinergi
untuk menggalang kekuatan bersama guna mengatasi berbagai masalah sosial
termasuk kemiskinan dan kebodohan. Ia juga mengutip perspektif
pemikiran Pendeta Viktor Tanja yang menyatakan bahwa misi agama atau
dakwah yang kini harus digalakkan adalah misi dengan tujuan meningkatkan
sumber daya insani bangsa, baik secara ilmu maupun karakter. "Hal itu
kemudian perlu dijadikan sebagai titik temu agenda bersama lintas
agama," katanya.
Mengelola
kemajemukan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin
mengatakan masyarakat Indonesia memang majemuk dan kemajemukan itu bisa
menjadi ancaman serius bagi integrasi bangsa jika tidak dikelola secara
baik dan benar.
"Kemajemukan
adalah realita yang tak dapat dihindari namun itu bukan untuk
dihapuskan. Supaya bisa menjadi pemersatu, kemajemukan harus dikelola
dengan baik dan benar," katanya. Ia menambahkan, untuk mengelola
kemajemukan secara baik dan benar diperlukan dialog berkejujuran guna
mengurai permasalahan yang selama ini mengganjal di masing-masing
kelompok masyarakat.
"Karena
mungkin masalah yang selama ini terjadi di antara pemeluk agama terjadi
karena tidak sampainya informasi yang benar dari satu pihak ke pihak
lain. Terputusnya jalinan informasi antar pemeluk agama dapat
menimbulkan prasangka- prasangka yang mengarah pada terbentuknya
penilaian negatif," katanya.
Senada
dengan Ma'ruf, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia Mgr.M.D
Situmorang, OFM. Cap mengatakan dialog berkejujuran antar umat beragama
merupakan salah satu cara untuk membangun persaudaraan antar- umat
beragama.
Menurut
dia, tema dialog antar-umat beragama sebaiknya bukan mengarah pada
masalah theologis, ritus dan cara peribadatan setiap agama melainkan
lebih ke masalah- masalah kemanusiaan. "Dalam hal kebangsaan, sebaiknya
dialog difokuskan ke moralitas, etika dan nilai spiritual," katanya. Ia
juga menambahkan, supaya efektif dialog antar-umat beragama mesti "sepi"
dari latar belakang agama yang eksklusif dan kehendak untuk mendominasi
pihak lain. "Sebab untuk itu butuh relasi harmonis tanpa apriori,
ketakutan dan penilaian yang dimutlakkan. Yang harus dibangun adalah
persaudaraan yang saling menghargai tanpa kehendak untuk mendominasi dan
eksklusif," katanya.
Menurut
Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Budi S Tanuwibowo, agenda
agama-agama ke depan sebaiknya difokuskan untuk menjawab tiga persoalan
besar yang selama ini menjadi pangkal masalah internal dan eksternal
umat beragama yakni rasa saling percaya, kesejahteraan bersama dan
penciptaan rasa aman bagi masyarakat. "Energi dan militansi agama
seyogyanya diarahkan untuk mewujudkan tiga hal mulia itu," demikian Budi
S Tanuwibowo.
BAB II
PEMBAHASAN
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
A. Kerukunan Antar Umat Beragama di Indonesia
Kerukunan
merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat dihindarkan di Tengah
perbedaan. Perbedaan yang ada bukan merupakan penghalang untuk hidup
rukun dan berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan persatuan.
Kesadaran akan kerukunan hidup umat beragama yang harus bersifat
Dinamis, Humanis dan Demokratis, agar dapat ditransformasikan kepada
masyarakat dikalangan bawah sehingga, kerukunan tersebut tidak hanya
dapat dirasakan/dinikmati oleh kalangan-kalangan atas/orang kaya saja.
Karena, Agama tidak bisa dengan dirinya sendiri dan dianggap dapat
memecahkan semua masalah. Agama hanya salah satu faktor dari kehidupan
manusia.
Mungkin
faktor yang paling penting dan mendasar karena memberikan sebuah arti
dan tujuan hidup. Tetapi sekarang kita mengetahui bahwa untuk mengerti
lebih dalam tentang agama perlu segi-segi lainnya, termasuk ilmu
pengetahuan dan juga filsafat. Yang paling mungkin adalah mendapatkan
pengertian yang mendasar dari agama-agama. Jadi, keterbukaan satu agama
terhadap agama lain sangat penting.
Kalau
kita masih mempunyai pandangan yang fanatik, bahwa hanya agama kita
sendiri saja yang paling benar, maka itu menjadi penghalang yang paling
berat dalam usaha memberikan sesuatu pandangan yang optimis. Namun
ketika kontak-kontak antaragama sering kali terjadi sejak tahun 1950-an,
maka muncul paradigma dan arah baru dalam pemikiran keagamaan. Orang
tidak lagi bersikap negatif dan apriori terhadap agama lain. Bahkan
mulai muncul pengakuan positif atas kebenaran agama lain yang pada
gilirannya mendorong terjadinya saling pengertian.
Di
masa lampau, kita berusaha menutup diri dari tradisi agama lain dan
menganggap agama selain agama kita sebagai lawan yang sesat serta penuh
kecurigaan terhadap berbagai aktivitas agama lain, maka sekarang kita
lebih mengedepankan sikap keterbukaan dan saling menghargai satu sama
lain.
B. Kendala-Kendala
1. Rendahnya Sikap Toleransi
Menurut
Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi antar agama
sekarang ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi
malas-malasan (lazy tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap
ini muncul sebagai akibat dari pola perjumpaan tak langsung (indirect
encounter) antar agama, khususnya menyangkut persoalan teologi yang
sensitif. Sehingga kalangan umat beragama merasa enggan mendiskusikan
masalah-masalah keimanan. Tentu saja, dialog yang lebih mendalam tidak
terjadi, karena baik pihak yang berbeda keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu sama lain.
Masing-masing
agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian membiarkan satu
sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan masing-masing pihak. Yang
terjadi hanyalah perjumpaan tak langsung, bukan perjumpaan
sesungguhnya. Sehingga dapat menimbulkan sikap kecurigaan diantara
beberapa pihak yang berbeda agama, maka akan timbullah yang dinamakan
konflik.
2. Kepentingan Politik
Faktor
Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala
dalam mncapai tujuan sebuah kerukunan antar umat beragama khususnya di
Indonesia, jika bukan yang paling penting di antara faktor-faktor
lainnya. Bisa saja sebuah kerukunan antar agama telah dibangun dengan
bersusah payah selama bertahun-tahun atau mungkin berpuluh-puluh tahun,
dan dengan demikian kita pun hampir memetik buahnya.
Namun
tiba-tiba saja muncul kekacauan politik yang ikut memengaruhi hubungan
antaragama dan bahkan memorak-porandakannya seolah petir menyambar yang
dengan mudahnya merontokkan “bangunan dialog” yang sedang kita
selesaikan. Seperti yang sedang terjadi di negeri kita saat ini, kita
tidak hanya menangis melihat political upheavels di negeri ini, tetapi
lebih dari itu yang mengalir bukan lagi air mata, tetapi darah; darah
saudara-saudara kita, yang mudah-mudahan diterima di sisi-Nya. Tanpa
politik kita tidak bisa hidup secara tertib teratur dan bahkan tidak
mampu membangun sebuah negara, tetapi dengan alasan politik juga kita
seringkali menunggangi agama dan memanfaatkannya.
3. Sikap Fanatisme
Di
kalangan Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan
berkembang. Bahkan akhir-akhir ini, di Indonesia telah tumbuh dan
berkembang pemahaman keagamaan yang dapat dikategorikan sebagai Islam
radikal dan fundamentalis, yakni pemahaman keagamaan yang menekankan
praktik keagamaan tanpa melihat bagaimana sebuah ajaran agama seharusnya
diadaptasikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Mereka masih
berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan dapat
menjamin keselamatan menusia. Jika orang ingin selamat, ia harus memeluk
Islam. Segala perbuatan orang-orang non-Muslim, menurut perspektif
aliran ini, tidak dapat diterima di sisi Allah.
Pandangan-pandangan
semacam ini tidak mudah dikikis karena masing-masing sekte atau aliran
dalam agama tertentu, Islam misalnya, juga memiliki agen-agen dan para
pemimpinnya sendiri-sendiri. Islam tidak bergerak dari satu komando dan
satu pemimpin. Ada banyak aliran dan ada banyak pemimpin agama dalam
Islam yang antara satu sama lain memiliki pandangan yang berbeda-beda
tentang agamanya dan terkadang bertentangan. Tentu saja, dalam agama
Kristen juga ada kelompok eksklusif seperti ini. Kelompok Evangelis,
misalnya, berpendapat bahwa tujuan utama gereja adalah mengajak mereka
yang percaya untuk meningkatkan keimanan dan mereka yang berada “di
luar” untuk masuk dan bergabung. Bagi kelompok ini, hanya mereka yang
bergabung dengan gereja yang akan dianugerahi salvation atau keselamatan
abadi. Dengan saling mengandalkan pandangan-pandangan setiap sekte
dalam agama teersebut, maka timbullah sikap fanatisme yang berlebihan.
Dari
uraian diatas, sangat jelas sekali bahwa ketiga faktor tersebut adalah
akar dari permasalahan yang menyebabkan konflik sekejap maupun
berkepanjangan.
C. Solusi
1. Dialog Antar Pemeluk Agama
Sejarah
perjumpaan agama-agama yang menggunakan kerangka politik secara tipikal
hampir keseluruhannya dipenuhi pergumulan, konflik dan pertarungan.
Karena itulah dalam perkembangan ilmu sejarah dalam beberapa dasawarsa
terakhir, sejarah yang berpusat pada politik yang kemudian disebut
sebagai “sejarah konvensional” dikembangkan dengan mencakup
bidang-bidang kehidupan sosial-budaya lainnya, sehingga memunculkan apa
yang disebut sebagai “sejarah baru” (new history). Sejarah model
mutakhir ini lazim disebut sebagai “sejarah sosial” (social history)
sebagai bandingan dari “sejarah politik” (political history). Penerapan
sejarah sosial dalam perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia akan
sangat relevan, karena ia akan dapat mengungkapkan sisi-sisi lain
hubungan para penganut kedua agama ini di luar bidang politik, yang
sangat boleh jadi berlangsung dalam saling pengertian dan kedamaian,
yang pada gilirannya mewujudkan kehidupan bersama secara damai (peaceful
co-existence) di antara para pemeluk agama yang berbeda.
Hampir
bisa dipastikan, perjumpaan Kristen dan Islam (dan juga agama-agama
lain) akan terus meningkat di masa-masa datang. Sejalan dengan
peningkatan globalisasi, revolusi teknologi komunikasi dan transportasi,
kita akan menyaksikan gelombang perjumpaan agama-agama dalam skala
intensitas yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Dengan begitu, hampir
tidak ada lagi suatu komunitas umat beragama yang bisa hidup eksklusif,
terpisah dari lingkungan komunitas umat-umat beragama lainnya. Satu
contoh kasus dapat diambil: seperti dengan meyakinkan dibuktikan Eck
(2002), Amerika Serikat, yang mungkin oleh sebagian orang dipandang
sebagai sebuah “negara Kristen,” telah berubah menjadi negara yang
secara keagamaan paling beragam. Saya kira, Indonesia, dalam batas
tertentu, juga mengalami kecenderungan yang sama. Dalam pandangan saya,
sebagian besar perjumpaan di antara agama-agama itu, khususnya agama
yang mengalami konflik, bersifat damai. Dalam waktu-waktu tertentu
ketika terjadi perubahan-perubahan politik dan sosial yang cepat, yang
memunculkan krisis pertikaian dan konflik sangat boleh jadi meningkat
intensitasnya. Tetapi hal ini seyogyanya tidak mengaburkan perspektif
kita, bahwa kedamaian lebih sering menjadi feature utama. Kedamaian
dalam perjumpaan itu, hemat saya, banyak bersumber dari pertukaran
(exchanges) dalam lapangan sosio-kultural atau bidang-bidang yang secara
longgar dapat disebut sebagai “non-agama.”
Bahkan
terjadi juga pertukaran yang semakin intensif menyangkut
gagasan-gagasan keagamaan melalui dialog-dialog antaragama dan
kemanusiaan baik pada tingkat domestik di Indonesia maupun pada tingkat
internasional; ini jelas memperkuat perjumpaan secara damai tersebut.
Melalui berbagai pertukaran semacam ini terjadi penguatan saling
pengertian dan, pada gilirannya, kehidupan berdampingan secara damai.
2. Bersikap Optimis
Walaupun
berbagai hambatan menghadang jalan kita untuk menuju sikap terbuka,
saling pengertian dan saling menghargai antaragama, saya kira kita tidak
perlu bersikap pesimis. Sebaliknya, kita perlu dan seharusnya
mengembangkan optimisme dalam menghadapi dan menyongsong masa depan
dialog.Paling tidak ada tiga hal yang dapat membuat kita bersikap
optimis.
Pertama,
pada beberapa dekade terakhir ini studi agama-agama, termasuk juga
dialog antaragama, semakin merebak dan berkembang di berbagai
universitas, baik di dalam maupun di luar negeri. Selain di berbagai
perguruan tinggi agama, IAIN dan Seminari misalnya, di universitas umum
seperti Universitas Gajah Mada, juga telah didirikan Pusat Studi
Agama-agama dan Lintas Budaya. Meskipun baru seumur jagung, hal itu bisa
menjadi pertanda dan sekaligus harapan bagi pengembangan paham
keagamaan yang lebih toleran dan pada akhirnya lebih manusiawi. Juga
bermunculan lembaga-lembaga kajian agama, seperti Interfidei dan FKBA di
Yogyakarta, yang memberikan sumbangan dalam menumbuhkembangkan paham
pluralisme agama dan kerukunan antarpenganutnya.
Kedua,
para pemimpin masing-masing agama semakin sadar akan perlunya
perspektif baru dalam melihat hubungan antar-agama. Mereka seringkali
mengadakan pertemuan, baik secara reguler maupun insidentil untuk
menjalin hubungan yang lebih erat dan memecahkan berbagai problem
keagamaan yang tengah dihadapi bangsa kita dewasa ini. Kesadaran semacam
ini seharusnya tidak hanya dimiliki oleh para pemimpin agama, tetapi
juga oleh para penganut agama sampai ke akar rumput sehingga tidak
terjadi jurang pemisah antara pemimpin agama dan umat atau jemaatnya.
Kita lebih mementingkan bangunan-bangunan fisik peribadatan dan menambah
kuantitas pengikut, tetapi kurang menekankan kedalaman (intensity)
keberagamaan serta kualitas mereka dalam memahami dan mengamalkan ajaran
agama.
Ketiga,
masyarakat kita sebenarnya semakin dewasa dalam menanggapi isu-isu atau
provokasi-provokasi. Mereka tidak lagi mudah disulut dan diadu-domba
serta dimanfaatkan, baik oleh pribadi maupun kelompok demi target dan
tujuan politik tertentu. Meskipun berkali-kali masjid dan gereja
diledakkan, tetapi semakin teruji bahwa masyarakat kita sudah bisa
membedakan mana wilayah agama dan mana wilayah politik. Ini merupakan
ujian bagi agama autentik (authentic religion) dan penganutnya. Adalah
tugas kita bersama, yakni pemerintah, para pemimpin agama, dan
masyarakat untuk mengingatkan para aktor politik di negeri kita untuk
tidak memakai agama sebagai instrumen politik dan tidak lagi menebar
teror untuk mengadu domba antarpenganut agama.
Jika
tiga hal ini bisa dikembangkan dan kemudian diwariskan kepada generasi
selanjutnya, maka setidaknya kita para pemeluk agama masih mempunyai
harapan untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan pada gilirannya bisa
hidup berdampingan lebih sebagai kawan dan mitra daripada sebagai lawan.
D. Agama Islam Merupakan Rahmat Bagi Seluruh Alam
1. Makna agama Islam
Kata
islam berarti damai, selamat, sejahtera,penyerahan diri, taat dan
patuh. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa agama islam adalah agama
yang mengandung ajaran yang menciptakan kedamaian, keselamatan dan
kesejahteraan kehidupan ummat manusia pada sebagai penerima amanah allah
yang dapat menjalagkan amanah tersebut secara benar dan kaffah.
Agama
islam adalah agama yang allah turunkan sejak manusia pertama, nabi
pertama yaitu nabi adam as. Agama islam itu kemudian allah turunkan
secara berkisenambungan pada para nabi dan rasul rasulnya. Aknir proses
penurunan agama islam itu baru menjadi pada masa kerasulan nabi Muhammad
pada awal abad ke-v11 masehi. Islam sbagai nama agama yang allah
turunkan belum dinyatakan secara eksplisit pada masa kerasulan sebelum
nabi Muhammad saw. Tetapi makna yang substansi ajaranya secara implicit
memiliki persamaan yang dapat dipahami yang dapat dipahami dari
penyataan sikap para rasul. Sebagaimana firman allah dalam surah al-
baqarah ayat 132 yang artinya:
"hai
anak anakku (kata Ibrahim )sesungguhnya allah telah memilih agama ini
bagimu maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama islam." (Q S al-baqarah 132)
Ajaran agama islam memiliki karakteristik sbb:
1. sesuai dengan fitrah manusia
2. ajarannya sempurna
3. kebenarannya mutlak
4. mengajarkan keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan
5. fleksibel dan ringan
6. berlaku scara universal
7. sesuai dengan akal pikiran dan memotivasi manusia untuk menggunakan akal pikirannya
8. inti ajarannya adalah tauhid
9. menciptakan rahmat, kasih syang Allah terhadap mahluknya
1. sesuai dengan fitrah manusia
2. ajarannya sempurna
3. kebenarannya mutlak
4. mengajarkan keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan
5. fleksibel dan ringan
6. berlaku scara universal
7. sesuai dengan akal pikiran dan memotivasi manusia untuk menggunakan akal pikirannya
8. inti ajarannya adalah tauhid
9. menciptakan rahmat, kasih syang Allah terhadap mahluknya
2. makna ukhuwah insyaniah
Fungsi sebagai rahmat llah telah dijelaskan dalam al-quran surah al anbiya ‘ ayat 107 yang artinya:
‘’dan tidaklah kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam’’(QS al- anbiya ‘ayat 107)"
Bentuk-bentuk kerahmatan Allah pada ajaran islam sbb:
1. Islam memberikan kebebasan pada manusia untuk menggunakan potensi yang diberikan Allah
2. Islam menghargai dan menghormati manusiasebagai hamba allah, baik mereka muslim maupun non muslim
3. Islam mengatur pemamfaatan alam secara baik dan professional
4. Islam menghormati kondisi spesifk indifidu manusia dan memberikan pelakuan yang spesifik pula.
E. Ukhuwah Islamiyah Dan Ukhuwah Insaniyah
1. makna ukhuwah islamiyah
kata
ukhuwah berarti persaudaraan, maksudnya perasaan simpati daan empati
antara dua orang atau lebih. Persaudaraan sesame muslim berarti saling
menghargai dan saling menghormati relativitas masing masing sebagai
sifat dasar kemanusiaan, seperti perbedaan pemikiran, sehingga tidak
menjadi penghalang untuk saling membantu atau menolong karena diantara
mereka terkait oleh satu keyakinan dan dan jalan hidup, yaitu
islam.sebagaimana disebutkan dalam al quran surat alhujarat ayat 10:
yang artinya:
‘’sesungguhnya orang orang mukmin adalah bersaudara, karna itu damaikanlah antara kedua”
2. makna ukhuwah insaniyah
konsep
sesama persaudaran manusia (ukhuwah insaniyah) di landasi ajaran bahwa
semua ummat manusia adalah makhluk Allah. Sebagaimana Allah menjelaskan
dalam al-quran surah al-maidah ayat 48.
Dalam praktek keterangan yang sering timbul antar ummat beragama dengan pemerintahan disebabkan oleh:
1. Sifat dari masing masing agama yang mengandung tugas dakwa atau misi
2. Kekurangan pengetahuan pemeluk agama akan agamanya atau sendiri atau agama pihak lain
3. Para pemwluk agamma tidak mampu menahan diri, sehingga kurang menghormati bahkan memandang renda agama lain.
4. Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam dalam kehidupan masayarakat
5. Kecurigaan masing masing akan kejujuran pihak lain, baik intern ummat, beragama maupun antara ummat beragama dengan pemerintah
6. Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat
1. Sifat dari masing masing agama yang mengandung tugas dakwa atau misi
2. Kekurangan pengetahuan pemeluk agama akan agamanya atau sendiri atau agama pihak lain
3. Para pemwluk agamma tidak mampu menahan diri, sehingga kurang menghormati bahkan memandang renda agama lain.
4. Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam dalam kehidupan masayarakat
5. Kecurigaan masing masing akan kejujuran pihak lain, baik intern ummat, beragama maupun antara ummat beragama dengan pemerintah
6. Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat
Dalam pembinaan ummat beragama, para pemimpin dan tokoh dalam mempunyai peranan yang besar, yaitu:
1. Menerjemahkan nilai nilai dan norma norma agama dalam masyarakat
2. Menerjemahkan gagasan pembangunan kedalam bahasa yang di mengerti masyarakat
3. Memberikan pendapat, saran dan kritik yang sehat terhadap ide ide dan cara cara yang di lakukan untuk tugasnyanya pembangunan
4. Mendorong pembangunan dan membimbing masyarakat dan ummat beragama untuk serta dalam usaha
F. Kebersamaan Ummat Beragama Dalam Kehidupan Sosial
1. pandangan agama islam terhadap ummat non Islam
Dari
segi kaidah, setiap orang yang tidak mau menerima islam sebagai
agamanya di sebut kafir atau non islam . Kata kafir berarti orang yang
menolak, yang tidak mau menerima atau menolak menaati aturan allah yang
diwujudkan kepada manusia melalui ajaran islam.
Ketika
rasulullah mulai menyampaikan ajaran islam kepada masyarakat arab,
sebagian dari mereka ada yang mau menerima ajaran tersebut dan
sebagianya lagi menolak orang yang menolak ajakan rasulullah saw
tersebut di sebut juga kafir. Mereka terdiri dari orang orang musrik
yang menyembah berhala di sebut orang watsani, dan orang orang ahli
kitab baik orang yahudi maupun orang nasrani.
2. Tanggung jawab sosial ummat Islam
Ummat
islam adalah umat yang terbaik yang diciptakan allah dalam kehidupan
ini. Bentuk tanggung jawab sosial ummat islam meliputi berbagai aspek
kehidupan , di antaranya adalah:
1.
Menjalin silaturahmi dengan tetangga dalam sebuah hadis rasulullah
menjadikan sebuah kebaikan seseorang kepada tetangganya menjadi salah
satu indicator keimanan
2.
Memberikan infak sebagian dari harta yang dimiliki, baik yang wajib
dalm bentuk zakat maupun yang sunnah dalam bentuk sedekah.
3.
Menjenguk bila ada anggota masyarakat yang sakit dan ta’ziyah bila ada
anggota masyarakat yang meninggal dengan mengantar jenazahnya sampai di
kuburnya.
4. Memberi bantuan kepada masyarakat bila ada yang memerlukan bantuan
5. Penyusunan system sosial yang efektif dan efesien untuk membangun masyarakat, baik mental spiritual maupun fisik materialnya.
3. amar ma’ruf dan nahi munkar
Amar
ma’ruf dan nahi munkar adalah memerintahkan orang lain untuk berbuat
baik dan mencegah perbuatan jahat. Disamping system dan saran pendukung,
amar ma’ruf dan nahi munkar memerlukan juga kebijakan dalam bertindak.
Karna itu rasulullah memberikan tiga tingkatan yaitu:
1. Menggunakan tangan atau kekuasaan apabila ia mampu,
2. Menggunakan lisan, dan
3. Dalam hati apabila langkah pertama dan kedua tidak mmemungkinkan.
1. Menggunakan tangan atau kekuasaan apabila ia mampu,
2. Menggunakan lisan, dan
3. Dalam hati apabila langkah pertama dan kedua tidak mmemungkinkan.
Bentuk amar ma’ruf dan nahi munkar yang bersistem diantaranya adalah:
1. Mendirikan mesjid
2. Menyelenggarakan pengajian
3. Mendirikan lembaga wakaf
4. Mendirikan lembaga pendidikan islam
5. Mendirikan lembaga keuangan atau perbangkan syariah
6. Mendirikan media massa islam, Koran, radio, tv dan lain lain
7. Mendirikan panti rehabilitasi anak anak nakal
8. Mendirikan pesantren
9. Menyelenggarakan kajian-kajian islam
10. Membuat jaringan informasi social
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari
pembahasan dalam makalah ini, dapat kami simpulkan berbagai macam
bahasan mengenai kerukunan antar umat beragama, yaitu : Kendala-kendala
yang dihadapi dalam mencapai kerukunan umat antar beragama ada beberapa
sebab, antara lain;
1. Rendahnya Sikap Toleransi
2. Kepentingan Politik dan
3. Sikap Fanatisme
2. Kepentingan Politik dan
3. Sikap Fanatisme
Adapun
solusi untuk menghadapinya, adalah dengan melakukan Dialog Antar
Pemeluk Agama dan menanamkan Sikap Optimis terhadap tujuan untuk
mencapai kerukunan antar umat beragama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar