Hari Minggu adalah hari keluarga bagi saya. Setelah sibuk
satu minggu penuh lepas rasanya penat pekerjaan ketika bercanda sambil bermain
playstation bersama anak pertama saya yang berumur 10 tahun di rumah. Ahmad
sekarang duduk di bangku kelas 5 Madrasah Ibtidayah Negeri Kelayan, tempat saya
bersekolah dulu. Ketika itu kami bermain game sepakbola, saya memainkan club
sepakbola asal Inggris, Chelsea dan Ahmad memainkan Manchester United. Ahmad
tidak bermain sendirian, dia didukung ibunya yang juga penggemar MU, sepanjang
pertandingan ibunya selalu mengganggu saya agar saya kalah dalam pertandingan
kali ini, kadang-kadang dia teriak-teriak ketika tembakan pemain Chelsea
menyeset, kadang-kadang menggelitik pinggang saya. Pokoknya istri saya yang
bernama Nur Ain ini pengen Chelsea kalah.
Tentu
saja Chelsea menang, walaupun menangnya hanya dengan adu finalti. Istri dan
anak saya yang tadinya sorak sorai kini tersipu tanpa kata, saya pun hanya
tertawa kecil, melihat kekalahan mereka berdua.
“ Iiihh, Ayah curang ! jelas aja ayah menang, anak kecil
yang dilawan, tutur istri saya yang masih gak terima kelahannya.
“ iya, Bunda, ayah curang ! gimana kalau kita yang main
Bunda ? ayah kita tinggal aja, ayah curang, Ahmad mengajak ibunya bermain.
Dengan
menerima nasib, saya pun pindah duduk di belakang mereka bermain Playstation.
Penuh keceriaan yang saya lihat dari wajah lucu mereka, sambil tertawa dan
sesekali Dinda mencoba menggoda saya karena gak diajak bermain. Seketika itu
ingatan saya mulai datang tentang masa kecil saya dulu yang suka bermain bola.
Setiap
hari, sekitar jam 16:00 wita atau jam 4 sore, saya dan temannya selalu bermain
sepakbola dilapangan sekolah. Nama saya Irfan Ramadan dan dipanggil Ervan,
(keren cuy !). Reza adalah sahabat saya yang sangat suka bermain bola, dia
adalah striker terbaik dikalangan anak kecil seumur kami. ada pula teman-teman
yang lain, yang hebat bermain sepakbola, seperti Firdaus, Andy, Ahyar, Madi dan
lainnya. Saya sebagai pemain belakang yang diperhitungkan oleh teman-teman,
karena tendangan saya yang keras apabila menyapu bersih bola dari lawan.
Keceriaan
kami selalu terusik ketika orang-orang dewasa mulai berdatangan dan bermain
bola. Kami yang hanya anak-anak diumur 10-12 tahun hanya bisa mengalah dengan
orang-orang dewasa ini. Saat itu lapangan sepakbola hanya ada satu, yakni di
halaman Sekolah Dasar dikampung kami. Hal itu terjadi setiap hari, sehingga
durasi kami bermain bola hanya sekitar 30 menit, bahkan sering kuang dari pada
itu. Bukan anak-anak namanya jika hanya berdiam diri saja, kami pun melanjutkan
permainan selanjutnya, yakni bermain air di sungai. Berenang di sungai
kebanggaan orang Kelayan.
Musim
kemarau pun tiba. Musim inilah yang kami tunggu-tunggu. Alfi mengajak kami
untuk membawa peralatan yang kami miliki guna membersihkan sawah yang sudah
dipanen untuk kami jadikan lapangan sepakbola. Alfi adalah teman kami yang
paling tua, umurnya 14 tahun, namun dia masih duduk di kelas 6 SD. Pastilah dia
menjadi ketua atau yang kami segani waktu itu, karena umurnya tua dari kami.
“ yang punya parang bawa, celurit juga bawa !, pokoknya
alat untuk memotong rumput bawa aja, kita mencari lokasinya dulu, sekalian kita
bersihkan agar besok kita sudah bisa main sepakbola” kata Alfi yang udah duluan
membawa golok untuk membersihkan sawah.
Saya pun
diam-diam ke dapur rumah, tempat ayah saya meletakkan parang miliknya. Kalau
ketahuan ayah, saya membawa parang miriknya pasti beliau gak mengijinkan. Kata
beliau “ jangan di bawa ke sawah, ananti parang ayah jadi karatan “. gitu,
kalau ayah lihat saya bawa parang miliknya. Saya berhasil mengambil parang dan
bergegas menyusul teman-teman yang sudah ada di sawah yang akan dijadikan
lapangan dengan peralatan mereka masing-masing.
Rumly,
sangat cekatan menebas batang-batang pagi yang sudah dipanen, ya, maklum teman
saya ini adalah anak seorang petani yang sering membantu orang tuanya bekerja
disawah. Rumly dan teman-teman yang lain bertugas untuk memotong batang-batang
padi, Saya serta Ahyar dan Andy bertugas untuk mengangkut potongan-potongan
batang padi yang berserakan ditengah lapangan ke pinggir lapangan.
Adzan
magrib sebentar lagi tiba, karena radio orang mengaji al-quran mulai terdengar
dipengeras suara Langar Arrahman di kampung kami. Alfi pun menyerukan kepada
kami agar aktivitas membikin lapangan ini disambung besok sore. Lapangan 16 X
10 meter pun sudah terbentuk, tinggal membikin tiang gawang dan membersihkan
sisa-sisa batang padi yang belum sempat terangkut untuk di bawa ke pinggir
lapangan.
Besok
hari sekitar jam 4 sore , setelah semuanya selesai lapangan pun sudah bisa dipakai
untuk bermain sepakbola, Andy membawa bola plastik yang dibelinya enam ribu
rupiah dengan uang pribadinya ke lapangan untuk kami bermain bola. Andy adalah
anak orang yang lebih berada dan lagi pula dia tidak pelit, sangat sering dia
membawa bola miliknya untuk kami mainkan bersama.
Dimulai
dengan pim-plah ( hom pimpa), kami pun terbagi menjadi dua club, yakni
club pertama Alfi, Andy, Daus, Dali, Upin dan saya, clup kedua Ahyar, Madi,
Reza, Fahri, dan Adan. Club saya di kapteni oleh Alfi dengan striker andalan
Daus dan Club yang menjadi lawan kami di kapteni oleh Madi dengan striker
andalannya Reza serta Madi sendiri.
Permainan
kali ini sangat seru, dengan berbagai imajinasi yang muncul dari jurus-jurus
tendangan teman-teman, begitu juga saya. Mulai dari jurus tentangan membelah
bumi sampai tendangan Captain Tsubasa selalu terdengar takala ada yang
menendang di depan mulut gawang. Gawang kami pun berhasil dibobol oleh Reza
yang sangat piawai menggiring bola. Karena gol tersebut kami harus melepas baju
yang kami pakai sebagai hukuman dan sebagai pembeda, agar tahu yang mana kawan
dan mana yang lawan. Jadi, yang tidak memakai baju adalah kawan di club kami.
Itulah aturannya, untuk gol-gol berikutnya siapa yang kebobolan harus pust-up
sebanyak sepuluh kali.
Jual
beli serangan selalu terjadi disepanjang pertandingan, tak ketinggalan saya pun
menyumbangkan satu gol untuk club saya kali ini. Begitu juga teman-teman yang
lain. Selebrasi yang lucu kadang terlihat ketika gol tercipta dari kedua club.
Bukan hanya bermain bola yang membuat kami senang, namun tikah laku yang lucu
juga membuat suasna bermain kami semakin menarik.
Tak
terasa pengeras suara lantunan ayat suci Al-qur’an mulai terdengar Langgar
Arrahman, itu tandanya kami harus menyudahi permainan sepakbola pada hari ini.
Dengan skor 14 : 8 , yaitu kemenangan Reza dan kawan-kawan membuat kami harus
melaksanakan hukuman selanjutnya, yaitu bagi club yang kalah gak boleh memakai
baju dari lapangan sampai ke rumah. Itulah aturan permainan yang harus kami
taati, walau tak tahu kenapa harus ditaati.
Hampir
setiap hari kami bermain sepakbola di lapangan yang kami bikin. Sesekali sifat
nakal anak-anak kami muncu, terkadang disaat kami mulai lelah karena permainan
sepak bola yang seru. Fahry teman saya yang terkenal dengan ide-ide kreatifnya,
walau terkadang ide kreatifnya tersebut cenderung nakal sering sekali mengajak
kami mengambil kelapa milik orang lain. Saat itu sudah seperti perang saja, ide
kreatif Fahry disambut baik oleh Alfi yang menagtur skema pencurian kelapa yang
akan kami lakukan.
“ Fahry yang naik pohon kelapanya nanti, Andy, Lupin dan
Dali bertugas mengambil kelapa yang sudah dijatuhkan, Arif, Reza dan Madi
bertugas memantau situasi kalau-kalau yang punya kelapa tahu atau melihat, dan
saya akan duluan kedalam (mencari persawahan) untuk mencari pohon mana yang
akan kita selesaikan “ tutur Alfi mengatur skema.
Setelah
Alfi kembali dan mengarahkan ke tempat pohon kelapa yang akan kami eksekusi,
kami pun melaksanakan tugas yang telah dibagi. Bergegas Fahry menaiki pohon
kelapa dan menjatuhkannya, dan Andy Cs segera memungut kelapa yang dijatuhkan
untuk dibawa ke tempat yang telah kami rencanakan. Saya pun menaiki pohon jambu
sambil memantau kalau-kalau yang punya pohon kelapa datang begitu juga Madi dan
Reza memantau di sisi sawah yang lain. Tak lama dari kejauhan Madi melihat
seseorang menuju ke tempat kami, Madi pun berlari-lari kecil untuk meberi tahu
yang lain bahwa ada orang yang menuju ketempat ini.
“ hey, ayo turun ada orang yang menuju kesini “ kata Madi
menyeru Fahry untuk turun dari pohon.
“ ya sudah, ayo kita bawa kelapa kelapa yang sudah kita
petik, eh, Andy, dimana kamu tadi membawa kelapa yang lain” Seru Alfi
“ di sana , dekan arah kuburan sana” sahut Andy dengan
nada pelan
Kami pun
bergegas membawa kelapa-kelapa tersebut ketempat lain. disana kami menyantap
puas hasil kenakalan kami. Tanpa rasa bersalah kami pun melanjutkan permainan
sepakbola kami. Dan hal tersebut sering terjadi, dengan skema yang baik kelapa
muda selalu berhasil kami ambil.
Beberapa
minggu kemudian Alfi pun mengutarakan niatnya untuk mengadakan perlombaan
sepakbola untuk umur sebaya kami di lapangan yang sudah kami buat.
“ Van, bagaimana kita mengadakan perlombaan sepakbola di
lapangan ini, kalau main-main saja gak asik juga kan ? “ tanya Alfi kepada saya
ketika kami berkumpul di lapangan.
“ betul juga Fi, lagi punya musim kemarau juga akan
berakhir, kita nunggu satu tahun lagi untuk bisa bermain di lapangan sawah ini
“ saya menjawab.
“ saya setuju, gimana kalau kita adakan CUP (maksudnya
turnamen sepakbola) saja “ sahut Andy yang mendengarkan perbincangan kami.
“ kira-kira apa dong nama Cupnya nanti ?” tanya
Alfi kepada kami
“ gimana kalau Senja Cup aja, gini kita mulai
pertandingannya sekitar jam lima-an, jika mulai terdengar mengaji dari langgar
maka habislah waktunya “ saya memberika ide.
Semuapun
sepakat kami akan mengadakan Senja Cup yang akan di selenggarakan di lapangan
yang sudah kami buat. Lupin yang memiliki tulisan yang bagus diminta oleh Alfi
untuk membuat pengumuman akan diadakannya Senja Cup. Saya pun mempotocopi
pengumuman tersebut sebanyak 20 lembar yang uangnya dari hasil patungan kami
satu orang seribu rupiah guna mendanai Senja Cup ini. Pengumuman yang sudah
diperbanyak kami sebar ke kampung kampung sebelah, isi pengumuman tersebut di
antaranya maksimal peserta kelas 6 SD dan membayar uang pendaftaran 5000 rupiah
satu tim dan pendaftarannya di buka besok hari jam 3 siang.
Besok
harinya banyak anak-anak sebaya kami datang ke lapangan untuk mendaftarkan tim
ke Senja Cup yang kami adakan. Ada enam tim yang mendaftar dan dua tim dari
kami tuan rumah jumlahnya ada delapan tim yang akan bertanding. Nama tim
tersebut ialah tuan rumah Brazil dan Egle FC, sedangkan tim tamu ialah
Telukkubur FC, Ankomgur, Yukaba, Bocah Junior, X-FC , serta Bintang 29. setelah
ada 8 tim yang mendaftarkan kami pun mengacak tim yang akan bertanding mulai
besok. Pertandingan diatur dalam sistem gugur. Partai pembuka Yukaba melawan
Bocah Junior.
Besok
harinya ketika Yukaba dan Bocah Junior bertanding Saya dan Andy ditugaskan
untuk membeli makanan ringan untuk nanti dijadikan hadiah Senja Cup dari
sejumlah uang dari pendaftaran. Pertandingan pertama dimenangkan oleh tim Yukaba.
Pertandingan
yang telah terselenggara beberapa hari menyisakan partai puncak yakni Egle Fc
melawan Bocah Junior yang sebelumnya mengalahkan Brazil dan Yukaba, serta kami
Egle Fc berhasil mengalahkan X-Fc dan Bintang 29. Hadiah yang berupa minuman fanta
beberapa botol dan mie instan serta beberapa makanan ringan lainnya telah
menunggu di pinggir lapangan untuk sang juara Senja Cup.
Partai
Final pun tiba, Saya dan Daus sebagai pemain belakang, Alfi sebagai pemain
tengah , Adan sebagai penjaga gawang serta Reza striker andalan kami sudah
berada di dalam lapangan berhadapan dengan anak-anak dari tim Bocah Junior yang
selalu menang telak terhadap lawannya. Tanpa ada wasit yang memimpin
pertandingan pun dimulai. Jual beli serangan terjadi, tak berselang lama
tendangan keras dari Ferry membentur tumit kaki saya sehingga bola mengarah ke
gawang yang dijaga oleh Adan padahal tindak saya untuk menghalau bola tersebut.
Adan pun terkecoh dan gol untuk Bocah Junior pun tercipta.
Rasa
kecewa terlihat dari wajah teman-teman yang menyesalkan gol bunuh diri dari
saya. Mengingat tim Bocah Jonior sulit sekali dijebol oleh lawannya membuat
kami semakin takut akan kekalahan.
“ woyy.. semangat woy, baru satu kita kebobolan, waktu
masih panjang senja masih lama, ayo semangat “ teriak Madi di pinggir lapangan,
yang timnya sudah gugur dikalahkan oleh Bocah Junior sebelumnya.
Reza dan
kerjasamanya dengan Alfi belum mampu membobol gawang Bocah Junior yang dijaga
oleh Iky Kok yang dikenal sangat piawai menjaga gawang. Tendangan-tendangan
keras dari Daus pun tak mampu mencatatkan namanya di pertandingan kali ini
sebagai mencetak gol. Saya sebagai pemain belakang sangat kewalahan menahan
serangan dari duet penyerang Bocah Junior Ferry dan Amat yang gencar mengintar
gawang kami. Saya pun hanya bisa sapu bersih dengan tendangan keras untuk
menghalau serangan mereka.
Hari
mulai menggelap, namun kumandang ayat suci Al-quran dari pengeras suara langgar
belum terdengar, itu tandanya pentandingan belum berakhir. Sorak-sorai dukungan
teman-teman sayup-sayup terdengar memberikan semangat agar kami memenangkan
pertandingan final Senja Cup ini.
Ketika
bola berhasil saya rebut dari Ferry, saya langsung mengumpan lambung kepada
Reza yang sudah ada di depan gawang Bocah Junior, Reza berhasil menyambut umpat
dari saya dan dia berhadapan langsung denan Iky Kok penjaga gawang Bocah
Junior, Reza pun mengecohnya seakan-akan ingin menendang akan tetapi mengumpan
kepada Daus yang ada di sampingnya. Daus pun mengarahkan bole kegawang dan
berhasil mencetak gol untuk penyeimbang. Tak berselang lama gol kedua Daus pun
terjadi saat tendangan keras tak bisa dibendung oleh Iki Kok.
Teriak
kawan-kawan serta selebrasi Daus yang melepas baju dan memutarkannya dengan
tangan, menjadikan suasana bak kejuaraan piala dunia. Suara lantunan ayat suci
al-Qur’an pun terdengar itu tandannya
waktu pertandingan pertandingan sudah habis, dengan skor 2-1 tim kami pun
memenangi Senja Cup yang kami selenggarakan sendiri. Dengan bangganya saya
mengangkat botol fanta yang berwarna hijau mengelilingi lapangan, seakan-akan
botol yang berisi fanta tersebut adalah piala.
Makanan
ringan dan snack-snack yang dijadikan hadiah kami santap bersama-sama, tak lupa
tim Bocah Junior pun kami tawarkan untuk bergabung menikmati snack-snack
hadiah, namun mereka menolak dan bergegas meninggalkan lapangan dengan
wajah-wajah mereka yang kecewa. Suka riya mengiringi senja pada saat itu,
anak-anak yang seharusnya pulang kerumah pada saat itu belum juga pulang.
Adzan
magrib pun menandakan Senja telah usai, malam akan datang, kami pun berlarian
menuju ke rumah masing-masing, dengan snack yang ada didua belah tengan,
berlari kencang menuju ke rumah dengan pikiran menerka nanti setelah di rumah
saya akan di marahi oleh ibu saya, karena kaki yang kotor dan pulang magrib
tentu akan membuat kemarahan ibu. Itu yang saya pikirkan sepanjang saya
berlari. Saya lihat teman-teman yang lain juga berlari kencang dengan senyuman
indah di wajah mereka.
Sudah
saya duga, ibu pun memarahi saya dan menggiring saya menuju ke kamar mandi, ibu
pun memandikan saya dengan marah-marah.
“ Van, Vaaaan.. sudah tahu senja, kenapa gak pulang, kan
sudah ibu bilang kamu boleh main boleh, kamu boleh jalan-jalan, tapi kalau
sudah mau magrib ya pulang, mandi terus ke langgar sholat magrib” ibu marah.
Saya
hanya bisa jawab “ iya buu’ Ervan janji gak akan telat pulang lagi “. Ibu
memandikan saya sambil marah-marah sesekali gayung kecil untuk memandikan saya
dipukulkan ibu ke pantat saya.
Padahal
saya udah besar gak perlu dimandikan sama ibu lagi kali ini dimandikan ibu
karena badan kotor dan telat pulang. Setelah saya selesai dimandikan ibu, bergegas
saya memakai maju dan mengambil peci dan berlari keluar rumah menuju ke langgar
Arrahman untuk sholat magrib, padahal untuk menghindari omelan ibu yang
selanjutnya saya melarikan diri dengan alasan bergeges ke langgar, padahal di
langgar udah hampir salam.
“
gooooooooool “ teriak anak saya berhasil menbobol gawang ibunya dipermainan
Playtation mereka membuat sama kembali jaman sekarang, khayalan masa lalu
tentang sepakbola senja hilang dikejutkan dengan teriak kegembiraan Ahmad.
Kasihan
Ahmad hanya bisa bermain sepakbola melaui Playtation, sekarang gak ada lagi
sawah yang bisa dijadikan lapangan, karena saat kemarau tanah akan membangkan
keras dan kering. Lapangan sekolah gak diperbolehkan lagi untuk bermain
sepakbola karena mengotori lingkungan sekolah dan dikhawatirkan membuat
kaca-kaca sekolah menjadi pecah. Ya setidaknya ibunya menjadi gak repot
memandikan sambil marah-marah jika Ahmad pulang magrib dan berbadan kotor.
“ selesai “
Tidak ada komentar:
Posting Komentar