Sungai Kuin Kacil
Ketika memasuki Sungai Kuin Kacil ini hati
saya menimbulkan dua perasaan. Pertama persaan senang dan kedua ialah
perasaan takut.
Pertama saya senang menikmati pemandangan yang
begitu menawan ketika menyusuri Sungai Kacil ini. Suasana yang begitu
sejuk dan asri, penuh dengan bermacam pohon sepanjang tepian sungai.
Lebih dari itu, saya sangat senang ternyata sungai yang dulu diceritakan
oleh Nenek saya ternyata memang seperti ini, seperti apa yang saya
lihat saat ini.
Sewaktu saya kecil Nenek saya bercerita bahwa
Sungai Veteran dan Sungai Kuin banyak ditumbuhi oleh bermacam pohon, ada
Rambai, Rumbia, dan banyak lagi tumbuhan lainnya. Tumbuhan itu berjejer
di sepanjang sungai dan depan depan rumah masyarakat, sebagai pencegah
abrasi dan membuat suasana sejuk perkampungan. Nenek juga pernah
bercerita bahwa di sungai-sungai Banjarmasin dihiasi dengan
jembatan-jembatan gantung kecil namun kokoh. Cerita Nenek tentang
jembatan itu tergambar ketika saya melihat beberapa jembatan gantung
saat melintasi Sungai Kuin kacil.
Masih mengambil gambaran dari
cerita Nenek. Beliau mengatakan dahulu masyarakat hanya menggunakan
perahu kecil yang disebut dengan jukung sebagai alat transportasi utama
kala itu. Ke pasar, ke sekolah, ke hajatan ketangga, semua menggunakan
jukung. Di Sungai Kuin Kacil saya juga melihat pemandangan seperti yang
diceritakan oleh Nenek, saya melihat anak-anak sekolah menggunakan
jukung, ibu-ibu pergi kehajatan tetangga menggunakan jukung dan setiap
rumah masyarakat pasti memiliki jukung kecil satu hingga tiga buah, yang
terikat di dermaga kecil di depan rumah.
Kehidupan masyarakat
bantaran Sungai Kuin Kacil sangat erat dengan sungai yang menjadi urat
nadi sosial serta ekonomi mereka. Interaksi sosial mereka lalukan
melalui sungai dan barang-barang hasil panen mereka bawa menggunakan
jukung, begitu pula ketika berladang dan bepergian.
Tempat ini
sangat cocok untuk dijadikan tempat wisata yang dapat membawa
pengunjungnya ke suasana Banjarmasin tempo dulu. Suasana sejuh rindang,
pemadangannya dan kesederhanaan masyarakatnya menjadi nilai kearifan
lokal yang sangat mahal harganya. Di sana kita masih dapat melihat
anak-anak bermain bebas di sungai, dekat dengan alam disaat anak-anak
yang lain bermain dengan game online.
Saya juga senang ketika
mendengar pemerintah kota akan menata kawasan tersebut sehingga bisa
dijadikan objek wisata sungai dengan tidak merubah kearifan lokal yang
telah dibangun oleh masyarakat. Semoga terlaksana.
Kedua, saya
juga merasa takut. Ketika saya mengingat kata-kata Nenek saya yang
mengatakan " Sungai Veteran dan Sungai Kuin dulunya banyak di tumbuhi
oleh pepohonan nan rindang " saya merasa takut, karena apa yang
dikatakan oleh Nenek saya tersebut bertolak belakang dengan apa terlihat
saat ini pada Sungai Veteran dan Kuin. Pepohonan dikalahkan oleh
bangunan-bangunan besar. Betonisasi dimana-mana, masyarakat juga kurang
memelihara sungai yang merupakan warisan sejaran yang panjang dari nenk
moyang. Saya takut nasib Sungai Kuin Kacil juga akan seperti itu, hilang
terkikis oleh jaman. Beruntung sekali saya sudah pernah ke tempat ini.
Ketakutan saya juga muncul ketika melihat rumah-rumah warga yang ada di
bantaran sungai Kuin Kacil ini bisa dikatakan sebagian besarnya ialah
kumuh dan sebenarnya tak layak huni. Saya takut keaslian rumah-rumah
mereka dirubah bahkan dihilangkan dengan alasan kumuh dan merusak
pemandangan. seperti halnya rumah lanting pinggiran sungai Martapura,
habis dihilangkan dengan alasan kumuh dan merusak pemandangan kota serta
tak memili izin bangunan. Saya lihat rumah masyarakat Sungai Kuin
Kecil, saya yakin mereka pun tak memiliki izin bangunan.
Semoga
Sungai Kuin Kacil benar-benar dipertahankan oleh Pemerintah Kota tanpa
merubah dan menghilangkan budaya dan kearifan lokal masyakat sungai Kuin
Kacil. Semoga nanti atau pun dimasa yang akan datang ketiga
pemerintahan berganti rencana mempertahankan kearifan lokal masyarakat
tetap dilestarikan dan dijaga.
Keindahan sebuah objek wisata
sebenarkan bukan hanya terletak bagimana keindahan sebuah bangunan dan
letaknya, melainkan yang lebih mahal nilainya ialah ruh yang tersimpan
di dalam kearifan lokal yang telah mengakar dan membudaya di masyarakat
bantaran sungai.
=============
dokumentasi diperoleh dalam kegiatan susur sungai bersama Melingai dan FKH.
dokumentasi diperoleh dalam kegiatan susur sungai bersama Melingai dan FKH.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar