Televisi Sebagai Media Kampanye Politik[1]
Arif
Riduan[2]
Pendahuuan
Aktifitas
kampanye merupakan salah satu bentuk komunikasi politik, karena kampanye itu
sendiri pada intinya adalah proses untuk mengkomunikasikan pilihan. Kampanye
dapat juga diartikan sebagai upaya persuasif mengajak orang lain yang belum
sepaham atau belum yakin pada ide-ide yang kita tawarkan, agar mereka bersedia
bergabung dan mendukungnya. Dan tujuan akhir kampanye adalah maksimalisasi
perolehan suara. Dengan demikian setiap partai politik harus memiliki strategi
yang tepat untuk membidik target audience dan juga mampu merumuskan apa
sesungguhnya yang dibutuhkan khalayak politiknya. Yang terpenting, rakyat
sebagai pemegang kedaulatan harus didekati dengan strategi komunikasi yang
tepat.[3]
Mempertimbangkan
hal tersebut diatas, kampanye melalui media massa – khususnya televisi – dapat
menjadi bentuk kampanye alternatif. Setidaknya ada tiga alasan untuk
argumentasi ini, pertama, media massa memiliki efek yang besar untuk dapat mempengaruhi opini publik sehingga
bersedia mendukung ide dan agenda politik mereka. Kedua, pesan media
massa bersifat umum (publicly) sehingga dapat menjangkau khalayak yang
sangat besar dan relatif menyebar serta mampu menjangkau semua lapisan
masyarakat dengan berbagai keragamannya (heterogen). Ketiga, dalam
demokrasi modern, kampanye melalui media massa merupakan cara primer, di mana
partai politik dan para kandidat melakukan promosi terhadap produk-produk
politik yang akan dipasarkan.[4]
Televisi dan kelebihannya
Televisi adalah sebuah media yang tergolong
paling unik dalam sejarah penemuan media saat ini. Jalur komunikasi yang
memadukan dua unsur yaitu audio dan visual membuat media ini lebih mudah untuk
dinikmati dibandingkan dengan media yang lain yang hanya memadukan satu jalur
komunikasi saja. Misalnya koran yang hanya bisa dinikmati dengan kemampuan mata
untuk membacanya, atau radio yang hanya bisa kita nikmati dengan kemampuan
mendengarkan saja. Sedangkan televisi, memberikan kelebihan dibanding
dengan media yang lain antara lain:
1.
Televisi
dapat dinikmati dengan mudah. Televisi seolah-olah menjadi wakil mata pemirsa
yang langsung bisa melihat kenyataan tanpa harus berimajinasi seperti kita
membaca koran ataupun ketika kita mendengarkan radio.
2.
Jangkauan
pemirsa dalam televisi lebih banyak ketimbang media yang lain. Karena televisi
dapat dinikmati aksesnya oleh semua kalangan baik anak-anak, remaja, dewasa,
maupun lanjut usia.
3.
Televisi
adalah media yang relatif murah dibanding media yang lain. Untuk menonton film,
masyarakat tak perlu lagi berbondong-bondong pergi ke bioskop, tetapi cukup
bisa melihat melalui televisi. Televisi tidak perlu berlangganan untuk
mengakses channel nasional yang telah disediakan. Berbeda dengan koran atau
internet yang harus mengeluarkan uang ketika kita akan menikmatinya.
4.
Televisi
adalah media yang luas jangkauanya. Semua kalangan hingga ke pelosok negeri
telah mengenal media televisi ini dalam kehidupan sehari-harinya.
5.
Televisi
tak hanya mampu menyalurkan informasi saja sebagai fungsi media, akan tetapi
televisi mempunyai kemampuan lebih untuk menyajikan acara hiburan dibandingkan
dengan media yang lainya. Karena televisi mengandung unsur audio dan visual
yang dapat mendukung dalam memberikan hiburan yang lebih mudah di mengerti oleh
masyarakat.
Itulah yang menjadi alasan mengapa media ini
memberikan peranan yang lebih besar dalam mempengaruhi masyarakat dibandingkan
dengan media yang lain.[5]
Televisi Sebagai Media
Politik
Secara
teoritis, stabilitas partai politik dapat terjadi bila pemilih mengindentikan
diri dengan partai. Bila hanya sedikit yang memiliki party ID, dukungan pada partai akan lemah dan bergejolak. Dapat
dikatakan dukungan yang akan diperoleh oleh partai akan sedikit, karena banyak
orang yang tak terikat dengan partai tersebut. Hal tersebut memaksa untuk
partai mengadakan kampaye secara luas guna menyeimbangkan gejolak tersebut,
Salah satu media kampanye yang bisa menjangkau secara luas saat ini ialah
televisi.[6]
Fenomena
ini disebut telepolitis, yaitu
bergesernya peran partai dan dominasi media, terutama televisi dalam memersuasi
pemilih. Televisi dianggap mampu menyelinap ke ruang keluarga dan dapat
menjangkau semua kalangan. Berbeda dengan pertemuan politik konvensional yang
mensyaratkan kehadiran seseorang, interaksi melalui televisi lebih bersifat one-way traffic communication, lebih praktis
dan tidak merepotkan pemilih. [7]
Televisi
muncul sebagai kekuatan baru yang lebih praktis dalam menyampaikan informasi
politik kepada masyarakat. Data survey menunjukkan bahwa masyarakat kita paling
banyak mendapatkan informasi politik melalui televisi.[8]
Media televisi sangat membantu sosialisasi figure caleg ataupun profil partai
serta menampilkan produk keungulannnya. Daya jangkaunya yang luas membuat
televisi menjadi pilihan untuk media sosialisasi.[9]
Gejala
telepolitis bahkan mempengaruhi elite
partai politik dalam merekrut caleg. Karena artis memiliki popularitas tinggi,
banyak partai-partai politik yang mengusung artis sebagai caleg dengan maksud
memperbesar suara partai. Akhirnya, kader-kader partai memiliki kompetensi
tergusur. Apalagi dengan system suara terbanyak yang lebih membuka peluang bagi
artis popular untuk mengalahkan politisi yang sudah malang-melintang dalam
dunia perpolitikan.[10]
Hal
yang lain ialah adanya peran media massa dalam memberikan berbagai macam informasi
tentang kelemahan atau keburukan partai politik termasuk
para anggotanya, karena itu terkadang partai
politik melihat media massa, khususnya televisi,
sebagai sesuatu yang negatif. Peranan media
televisi dalam membentuk opini masyarakat dirasakan
betul oleh kalangan partai politik, dimana televisi memberikan masyarakat
pandangan langsung terhadap fenomena politik yang mereka lihat bahkan dengan
perkembangan teknlogi yang ada saat ini masyarakat
dapat langsung menyampaikan pandangan
politik mereka di televisi.
Televisi
juga dapat menjadi alat untuk membantu pencitraan partai politik, terutama
partai politik yang baru. Bentuk pencitraan tersebut bermacam-macam, bisa melalui
iklan dan diskusi sehingga memberikan gambaran kepada
masyarakat. Terkait tentang bentuk pencitraan politik
melalui televisi peneliti melihat bahwa pemberitaan juga
merupakan iklan, yang dapat dianggap sebagai iklan non-konvensional,
karena tidak dikhususkan tayang dalam kurun
waktu tertentu dan tidak langsung menunjukan
kepada atribut tertentu, sedangkan iklan-iklan
pada umumnya ditayangkan pada kurun waktu tertentu
dan lebih langsung menonjolkan atribut atau simbol.
Untuk membuat suatu pemberitaan yang baik maka diperlukan juga
komunikasi yang baik.
Tidak
dapat dipungkiri bahwa keberadaan media massa tidak dapat dilepaskan dari
peranan dan fungsinya dalam bidang sosial dan politik, karena penetrasinya
yang begitu luas maka banyak media televisi
telah dilirik oleh beberapa partai politik
untuk digunakan sebagai alat melakukan sosialisasi
politik, terlebih lagi jika yang mempunyai akses media itu seorang politisi.
Tayangan Politik di Televisi
Peranan
televisi dalam membentuk opini masyarakat dirasakan betul oleh seluruh kalangan
partai politik. Misalnya, anggota DPP Partai Demokrat
merasakan bahwa pemberitaan tentang Partai Demokrat di
berbagai televisi merugikan demokrat. Seperti dengan adanya pemberitaan
kasus korupsi yang melibatkan anggota partai demokrat,
padahal media harus memisahkan antara oknum dengan partai.
PKS
misalnya, banyak melihat salah persepsi wartawan
dalam menangkap maksud sebuah pernyataan “Seperti Fachri Hamzah pernah
mengungkapkan Bubarkan saja KPK, padahal maksudnya adalah
kalau kinerja KPK selama ini tidak maksimal, tidak bisa mengungkap kasus besar
dan lebih menghabiskan anggaran maka untuk apa dipertahankan. Pernyataan itu
juga maksudnya agar KPK termotivasi untuk bekerja lebih keras. Ketika muncul
berita bubarkan KPK akhirnya ada opini bahwa anggota PKS tidak mendukung
pemberantasan korupsi, padahal maksud bukan seperti itu.
Partai
Nasdem, yang kebetulan pemilik stasiun
televisi tersebut, Surya Paloh merupakan orang
di balik layar Partai Nasdem. Hal itu
terlihat dari sebagian besar berita Partai Nasdem yang muncul
berisi acara seremonial pembentukan Partai Nasdem
dan organisasi sayapnya di berbagai
dearah. Sementara tingginya berita tentang
Partai Demokrat lebih banyak diisi tentang
terungkkapnya kasus korupsi yang dilakukan para politisi dari partai tersebut.
Selain pengaruh dalam isi berita, Metro TV
juga menerima dan menayangkan iklan Partai Nasdem yang cukup
banyak, yaitu sebanyak 110 spot iklan dalam periode waktu Agustus hingga
November 2012 lalu.
Sementara,
saingan Metro TV baik sebagai televisi berita maupun
dari sisi kepemilikannya, yaitu TV One,
tercatat menayangkan 1712 item pada program
”Kabar Petang”. Dari jumlah tersebut, item berita tentang Partai Golkar
sebanyak 102 item, disusul Partai Demokrat 95 item, 72 item tentang PDIP dan
masing-masing 30 item berita tentang PKS dan Nasdem. Banyaknya item berita
tentang Golkar pasti disebabkan kepemilikan stasiun televisi tersebut yang
sepenuhnya dimiliki keluarga Bakrie, yang dipimpin Abrurizal Bakrie, yang juga
merupakan Ketua Umum Partai Golkar, yang kemarin berencana mencalon
sebagai presiden dari partai tersebut
untuk pemilu tahun 2014.
Sebagian
besar item berita tentang Golkar memang merupakan berbagai hal yang dilakukan
Aburizal Bakrie dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum
Golkar . Sementara untuk item berita tentang Partai Demokrat, sama
seperti di pemberitaan Metro TV juga lebih banyak diisi dengan berita kasus
korupsi yang dilakukan pengurus partai yang didirikan
Presiden SBY tersebut. Berbanding sama dengan isi pemberitaan, TV
One juga tercatat menayangkan 82 iklan politik, Partai Golkar dan Aburizal
Bakrie dalam berbagai versi sepanjang kurun waktu tiga bulan tersebut.
Penutup
Pemanfaatan
media televisi dalam pencitraan partai politik sudah menjadi
bahan kajian menarik, terutama
dalam setiap penyelengaraan pemilihan,
termasuk pada tahapan awal pemilu tahun 2014.
Televisi masih dianggap sebagai media massa yang paling
efektif dalam menyampaikan pesan, tidak terkecuali pesan politik
yang selalu disampaikan oleh partai politik,
terutama dalam kapasitas mereka sebagai
konstentan pemilihan umum.Selain itu, persaingan
tersebut bukan tidak mungkin juga akan merugikan masyarakat atau
penonton, terutama dalam kenyamanan mereka mendapatkan
informasi dan hiburan dari
televisi.
*****Sekian terima kasih*****
[1]
Disampaikan pada diskusi rutin mingguan FKPAI Kalsel di Kantor LK3 Banjarmasin,
dengan tema “ gerakan politik “
[2]
Aktivis FKPAI Kalsel
[4] Log. Cit.
[5] http://komunikasi.us/index.php/course/perkembangan-teknologi-komunikasi/185-perkembangan-dan-manfaat-televisi
[6]
Buhanuddin Muhtadi, Perang Bintang 2014, ( Bandung: Mizan 2013), hal. 122
[7] Ibid, hal. 123
[8] Ibid, hal. 126
[9]
Aditiya perdana, Dkk, Panduan Calon
Legislatif Perempuan Untuk Pemilu 2014, ( Jakarta: Puskapol UI, 2013 ) hal.
128
Tidak ada komentar:
Posting Komentar