Belajarlah
dari tangisan pengemis kecil
Seperti
biasanya hari ini Thuo menjalani rutinitasnya sebagai pengemis yang
meminta-minta kepada masyarakat kawasan jalan Nairobi. Thuo adalah anak kecil
umur 11 tahun yang hidup di jalanan, tepatnya di kawasan jalan Nairobi, Kenya.
Dia hanya hidup sebatang kara, sebelum meninggal kedua orang tuanya pun hidup
sebagai gelandangan bersama Thuo.
Hari
ini cuaca agak sedikit terik sudah beberapa minggu tidak hujan, sebab di Kenya
sudah memasuki musim kemarau. Dengan baju yang juga kemarin dikenakan oleh
Thuo, dia mulai meminta kepada seorang wanita yang kala itu habis belanja
disebuah mini market di kawasan tersebut. Terlihat dari barang bawaannya wanita
ini sedang belanja banyak untuk kebutuhan rumah tangganya, saat ingin memasukan
barang-barang yang dibelinya ke dalam mobil Thuo pun menghampiri wanita
tersebut.
“
Bu, boleh minta sedikit uangnya bu “ , kata Thuo dengan nada sangat memohon. Namun
wanita tersebut tak menghiraukannya, terus saja dia memasukan barang-barang
belanjaannya ke dalam mobil miliknya.
“
Bu, minta sedikit saja bu, hari ini saya belum makan apa-apa, dari tadi malam
saya juga tidak makan apa-apa bu “ . Kembali Thuo meminta kepada wanita ini.
“
Ah, apaan sih, sana ! mengganggu saja “. Wanita itu mengusir Thuo
Hal
ini sudah biasa dialami oleh Thuo kecil ini. Apa yang bisa dia lakukan selain
meminta minta ?, dia hanya seorang anak kecil kurus kering bahkan tidak tau
mengapa dia seperti ini, semenjak kecil dia sudah hidup di jalan, makan minum
hanya dari belas kasih orang lain, begitu juga untuk tidur terkadang tidur di
emperan toko yang sudah tutup, terkadang di usir karena dianggap mengganggu.
Badan
sekecil ini mana mungkin dia bisa bekerja, siapa yang mau memperkerjakan dia,
anak kecil, bodoh, tidak bisa baca-tulis. Apakah salah jika dia sekarang hanya
bisa meminta-minta menyambut sedikit rejeki dari orang-orang yang berlimpah
nikmat dan harta.
Thuo
terus berjalan menyisiri jalan-jalan raya, ada belasan restoran dan warung
makan yang dia lewati, sesekali dia meneguk air liur melihat seseorang yang
sedang menyantap sarapannya pagi ini dengan lahap. Tibalah Thuo di sebuah
warung makan yang ada di pinggir jalan, dia berhenti karena melihat beberapa
orang lagi makan dan bercengkrama sembari menikmati hidangan yang sudah ada di
hadapan mereka.
“
Ka, boleh saja minta sedikit saja sarapan dari kakak-kakak ?”. Thuo meminta.
“
ah, enak saja kamu ini “. Kata seseorang dari mereka.
“
Sedikit saja Kak, kalau boleh sisanya dari makanan kakak-kakak pun boleh, nanti
saya tungggu ?”. Thuo kembali meminta.
“
Eh ! kamu ini merusak suasana makan saya saja, sudah sana pergi, kamu itu bau,
dekil, jauh-jauh sana !! “. Sahut seseorang dari mereka lagi, kali ini dengan
nada membentak.
Thuo
pun pergi, dia sadar bahwa kehadiran dirinya memang tak sepatutnya mengganggu mereka
yang sedang enak menikmati sarapan dengan tenang. Thuo pun pergi ke perempatan
jalan ( lampu merah ) untuk melanjutkan rutinitasnya sebagai pengemis. Hampir
satu jam dia berdiri dan meminta kepada pengguna jalan yang kebetulan berhenti
karena lampu merah, namun tak ada sepeser uang pun yang orang lain berikan
kepada Thuo.
Dia
pun duduk termenung bersandar di tiang lampu merah, kali ini dia hanya menatapi
orang-orang yang lalu lalang tak menghiraukan keberadaannya. Sesekali dia
melihat ke atas langit seakan-akan berbicara kepada Tuhan mengapa Tuhan
memberikan hidup seperti ini kepada dia. Tak lama kemudian dia pun menggenggam
kedua tengannya seakan-akan marah, dan wajahnya menghadap ke langit dengan mata
yang tak berkedip sedikitpun. Hatinya marah kepada Tuhan, hatinya kesal kepada
Dia yang menciptakan dirinya. Anak kecil umur 11 tahun seperti ini harus hidup
sendiri dengan segala macam cacian dan hinaan.
Sesaat
setelah kemarahan itu dia pun berdiri dan menyapu sedikit tetasan air mata yang
sempat gugur di pipi kecilnya. Wajah Thuo tampak kembali seperti semua tak ada
kemarahan lagi dari wajahnya, begitulah anak kecil yang tak paham apa-apa, apa
lagi mengenai Tuhan dia tentu tak tau itu apa. Thuo berdiri di pembatas jalan,
saat lampu merah menyala dia pun menyodorkan tangan kecilnya kepada kaca mobil
yang berhenti tepat di hadapannya.
Kaca
mobil pun di buka terlihat seseorang wanita ( yang nantinya di ketahui bernama
Gladys ) tersenyum kepada Thuo dan
memberikan uang kepadanya. Thuo pun membalas senyum Gladys dan mengambil uang
yang wanita itu berikan. Melihat Gladys yang saat itu duduk di sebelah
pengemudi mobil, dia terlihat memakai alat-alat pernapasan di hidung yang bersambung selang ke
tabung oksigen dan genarator pernafasan, Thou pun bertanya. “ itu apa bu? “.
“
ini adalah alat untuk saya bernafas nak, tanpa ini saya tidak bisa bernafas “
kata Gladys.
“
berarti ibu ke mana-mana memakai alat ini ? “ tanya Thuo lagi.
“
iya, saya ke mana-mana memakai ini, ke mana pun saya pergi saya memakainya,
jadi hidupm saya tergantung kepada alat-alat ini “. Gladys menjawab pertanyaan
Thuo sambil menunjukan alat-alat pernafasan yang di pakainya.
Gladys
mengidap penyakit paru-paru, wanita 32 tahun ini sudah mengalami 12 kali operasi
namun tidak juga menyembuhkan penyakitnya, bahkan penyakitnya semakin parah dan
juga menghabiskan banyak uang yang dia miliki, sekarang Gladys pun tidak bisa
melakukan operasi lagi dikarnakan biaya yang tidak dia miliki.
Mendengar
hal itu Thuo pun menangis, bahkan air matanya mencucur deras, isak tangis Thuo
yang keras membuat orang-orang sontak mendatanginya ke pembatas jalan. Tangis
Thuo semakin keras, dia sadar apa yang selama ini dia anggap sebagai penderitaan
tidak sama sekali lebih buruk dari apa yang dialami oleh Gladys, wanita dewasa
yang kali ini dia temui. Apa yang dia derita selama hidup ternyata masih lebih
baik dari pada penyakit yang dapat merenggut kebebasan manusia aktivitas nyoya
Gladys. Sembari menangis Thuo mengarahkan lagi wajahnya ke langit, saat itu
pula tangisan Thuo semakin keras, sehingga membuat orang sekitar semakin
berdatangan.
Lampu
hijau menyala, mobil Gladys pun berjalan, setelah beberapa meter mobil itu
berhenti, tempak nyonya Gladys menjenguk Thuo dari kaca mobil yang sedang menangis keras. Ingin sekali
Gladys menghampiri Thuo, namun alat-alat pernafasan yang pakainya tentu sangat
merepotkan dirinya jika dia berjalan keluar. Melihat mobil nyonya Gladys
berhenti, Thuo pun menghampirinya, isak tangis kembali hadir pada momen ini.
Banyak masyarakat mengabadikan momen ini dengan kamera Handphonenya.
Beberapa
warga yang ada saat itu mencoba untuk meredam tangisan Thuo, namun Thuo masih
saja menangis tanpa henti, hingga mobil nyonya Gladys pun pergi Thuo tetap
menangis terharu dengan apa yang dialami oleh nyonya Gladys.
Setelah
kejadian itu banyak masyarakat yang mengunggah foto dan kisah pertemuan Thuo
bersama wanita itu. Tak berselang lama foto itu tersebar luas seantero negeri.
Beberapa keluarga Gladys yang memiliki media sosial sangat terkejut saat
melihat banyak pengguna media sosial menyakan siapa wanita yang kala itu di
temui oleh Thuo. Seorang dari keluarganya pun memberi tahukan nama wanita itu
ialah “ Gladys “ serta mengupload kisah penyakit yang dideritanya.
Setelah kisah nyonya penyakit nyonya Gladys
itu menyebar luas maka banyak masyarakat di media sosial bertanya bagaimana
cara membantu Gladys, bagaimana cara mengirimkan uang bantuan kepada Gladys.
Keluarga Gladys pun mengupload lagi bagaimana cara mengirimkan uang / bantuan
untuk pengobatan nyonya Gladys kepada keluarganya. Setelah itu keluarganya pun
banyak menerima bantuan uang untuk pengobatan Gladys yang sebelumnya keluarga
hanya bisa pasrah dengan keadaan Gladys yang sudah banyak menghabiskan biaya
namun tak sembuh juga.
Pada
akhirnya biaya yang terkumpul mampu menanggu semua biaya pengobatan Gladys di
India, dia pun sembuh, dan kini si Kecil Thuo hidup bersama keluarga Gladys
menjadi bagian dari keluarganya dan tidak lagi hidup di jalan. Arif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar