Judul Buku :
Iblis Menggugat Tuhan ‘ The Madness Of God
Pengarang :
Da’ud Ibn Tamam Ibn Ibrahim Al-Shawni[1]
Penerjemah :
Bima Sudiarto & Elka Ferani
Hak Cipta :
Dastan Books (Terjemahan Indonesia) 2013
Menurut penulis: penolakan Iblis, yang menjadi sebab keterkutukannya, bukan karena latar belakang iblis
diciptakan dari api, sementara Adam hanya diciptakan dari tanah, sebagaimana
penafsiran konvensional. Namun justru
karena eksistensi Adam adalah pencerminan dosa-dosa iblis. Iblis mengaku penolakannya
terhadap Adam menjadi perintah Tuhan atas kecintaan dan ketaatan iblis kepada
Tuhan. Jadi, mana mungkin iblis mau
bersujud kepada
adam dan menolak perintah Tuhan.
Dalam buku ini, barangkali kita tak cukup kalau sekedar menikmati. Pembaca perlu
pemahaman yang intens, penafsiran kritis. Dalam
membaca novel ini adalah perlu adanya kehati-hatian yang ekstra, dikarenakan
novel ini bagaikan pedang yang mempunyai dua mata. Di satu sisi, novel ini
dapat meningkatkan keimanan dan pengetahuan kita. Namun di sisi lain, novel ini
juga dapat menggoyahkan keimanan dan menjerumuskan kita akan pemikiran bahwa
dunia ini hampa, dunia ini hanyalah permainan-Nya
untuk menghibur diri-Nya atau bahkan sebuah bentuk kegilaan-Nya. Karena itu
penulis memberinya judul “The madness of God”
Berangkat dari
pertemuan antara Buhairah dan Muhammad, penulis memulai
kisahnya. Tokoh Buhairah yang digambarkan sedang mengalami skeptisisme personal
terhadap keesaan Tuhan diajak Rasulullah. Dia dibawa ke sebuah tempat yang jauh
dari hiruk-pikuk keramaian, yang hanya diterangi kerlip dan redupnya bintang.
Sebelumnya ia adalah seorang pendeta yang menarik diri
dari gereja dan memutuskan hidup menyepi untuk menghadapi kegelisahan yang dia
alami tentang ke esaan Tuhan yang di pertanyakan oleh kaum Marcionites,
sehingga menjadi pertanyaan baginya. Dalam
kesendiriannya, dia banyak membaca dan mengkaji buku-buku klasik tentang Kristen. Namun upaya itu tak berhasil menghilangkan
“kegelisahan” teologisnya.
Suatu saat, di dalam satu buku, Buhairah
menemukan sebuah ramalan. Tentang tanda kenabian yang akan dilihatnya pada
punggung anak kecil, yakni di
punggung Muhamad Saw, yang
kelak diangkat menjadi Rasul.Setelah menunggu beberapa tahun, akhirnya saat yang
dinanti-nanti telah
tiba. dia bertemu dengan Muhammad Saw dan dapat dengan jelas melihat tanda-tanda kenabiannya
Sang pendeta pun mengeluhkan ihwal keragu-raguannya
mengenai kegelisahannya tentang keesaan Tuhan selama ini. beberapa penggalan
kata-kata bijak menghiasi jawaban yang diberikan Muhammad Saw kepada pendeta
buhaira. salah satu diantaranya, “ketahuilah, sesungguhnya keesaan tuhan itu
tersembunyi dari menara logikamu. singkirkan keraguanmu. pengetahuan tentang
keesaan tuhan sungguh berbahaya. dan yang mencari mudah sekali tersesat.”
Suasana malam yang hening, Muhammad Saw membawa Buhairah
ke sebuah tempat yang tak jauh dari tempat tingganya. Mereka berhenti di sebuah
telaga yang rasanya manis. Di tempat itu terlihat seorang darwis yang memakai
jubah rombeng dan menutup wajahnya dengan tangan sambil menangis. dari bibir
sang darwis terdengar aluanan kata-kata: “ Di dalam taman cintaNya, ia
menabur benih kepedihan. Merawatnya dengan garam dan air asin, demi mencintai
yang Esa ini. Dengan cinta yang dapat Dia terima, kosongkan benakmu dari
selainNya. Campakkan cintamu pada selain-Nya. Lalu cinta-diri, lalu semua
harapan,semua mimpi. Terakhir, campakkan pula cintamu padaNya, Karena dalam
kehadiranNya tak pernah ada ruang tersisa bagimu”.
Ketika Buhairah mendekat ke arahnya, si darwis segera
bangkit dengan sayang hitam yang mengembang dari punggungnya, maka tampaklah
wajag seorang Iblis. Buhairah jatuh terjerembab dan mengutuk nama Iblis. Iblis pun tertawa
mendengarnya, lalu berkata, “Wahai tukang intip yang ceroboh, kenapa kau
kunjungi aku hanya untuk mengutukku dan memohon perlindungan-Nya? Padahal bukan aku yang mendatangimu. Aku bahkan tak
pernah mengganggumu, wahai Buhariah. Engkaulah yang menggangguku, dan kini
engkau mengutukku karenanya? yang benar saja!” Buhariah berkata, “Aku mengutuk ‘ia yang terkutuk, tak peduli apa situasinya.”
Iblis tersenyum lalu berkata, “Kau mengutukku?
Sadarkah kau, bahwa kau tengah mengutuk ‘ia yang telah dilaknat karena
kutukannya’? Aku mengutuk Adam, dan karenanya aku diusir dari surga. Mestinya
kau lebih berhati-hati dalam mengutuk; atau memang kau tak ada bedanya dengan
Adam yang juga diusir dari surga? Adam dan aku telah dikutuk oleh Allah. Jadi,
buat apa aku harus takut pada kutukan Buhariah?”
Kening Iblis berkerut saat
Buhairah berkata, “ Kau dikhianati oleh kesombonganmu sendiri, sedangkan adalah
di usir dari surga karena hasutanmu dan dia menyesal kepada Allah”, Iblis pun
menjawab “Kau bilang Adam berdosa gara-gara hasutanku? Kalau begitu, atas
hasutan siapa aku melakukan dosa? Adam saja tidak pernah berbicara sekasar itu
padaku, tidak pula menyalahkanku, walaupun aku telah menggiringnya ke
kehancuran. Tapi ia tak akan pernah
melupakan perannya dalam kehancuranku. Aku bersekongkol melawan Adam hanya
setelah Allah mengusirku dari surga karena dia.
Sekarang, dengan naifnya kau berani menghinaku dan meninggikan derajatnya
(Adam) dengan omong kosong bahwa, ‘Hatinya penuh kepedihan dalam penyesalan.’
Aku menyembah Allah selama 700 ribu tahun! Tak ada
tempat tersisa di langit dan bumi di mana aku tak menyembah-Nya. Sama sekali
tak pantas bagimu untuk memandang sesama pemuja Allah dengan kebencian.
Ibadahmu, walau dikalikan seribu kali umurmu, tak lebih dari setetes air di lautan dibanding cintaku pada-Nya. Apa hakmu
menantangku yang masih terhitung malaikat Allah ini, meludahiku dengan fitnah
bahwa aku membangkang kepada-Nya? Jangan berani-berani mengaku pada Tuhanmu
bahwa, ‘Aku lebih baik daripada dia! “.
Buhairah pun menyuruh
Iblis untuk segera bertobat. Iblis pun menjawab “Bagaimana mungkin aku memohon ampun lantaran mematuhi keinginan Allah?
Aku tak mungkin menyembah siapa pun selain Allah, karena itulah perintah yang
sesungguhnya. Pembuangan ini adalah ujian-Nya, untuk
melihat apakah aku akan melanggar sumpahku dan memuja seorang berhala. Lihatlah
di balik jubah kemurkaan-Nya, dan temukan bentuk sejati dari cinta-Nya. Lihatlah di balik gunung kutukan-Nya, dan selami
permata kasih sayang dan ampunan-Nya. Jangan melihat
wujudku semata-mata sebagai hukuman-Nya. Di balik setiap bejana yang retak,
pasti dia sisipkan anggur yang manis. Cintaku pada-Nya
tak pernah luntur sejak aku berdiri di hadapan-Nya. Kau sendiri, kapan kau
pernah bersama-Nya? Sekali saja kau pandng matahari, sengatan cahayanya akan menyakitimu.
Bahkan saat kau tutup lagi matamu, masih saja kau rasakan sengatan yang
membakar, apalagi saat terik. Sedangkan aku, dalam keadaan buta pun masih
kulihat wajahnya! Jangan hanya menilai fisik. Saat kutatap Adam, yang
kulihat pun hanya tanah lempung. Jika aku memang tak lebih dari sekedar wujud
yang buruk, maka kau sendiri tak lebih berarti daripada debu. Jangan tertipu oleh penampilan lahir segala sesuatu. Mengabaikan
kesejatian batin bisa membahayakan mereka yang ingin memahami makna keesaan ilahiah.”
Iblis pun bercerita
tentang Raja Mahmud; Konon Raja Mahmud
selama memerintah dikelilingi oleh para penjilat dan penghasut. Setiap senyum
yang ia temui rasanya menyimpan kebencian. Ia tak bisa memercayai siapa pun di
istana, kecuali sang putra mahkota yang ia cintai lebih dari hidupnya sendiri.
Pemuda inipun bisa mencium bahaya di istana, dan pada suatu hari berkata pada
ayahnya, ‘Ayahanda, mari kita pura-pura bertengkar
dan kita tunjukkan pertengkaran kita terang-terangan. Pada saat itu, mereka yang
diam-diam membenci dan ingin menghancurkanmu pasti akan segera menarikku dalam
rencana mereka.’
Sang ayah awalnya merasa ragu, melihat betapa
bahayanya hal ini bagi si anak. Tapi si anak bersikeras dan akhirnya sang Raja
menyetujui. Di hadapan banyak pejabat istana, sang Raja dan putranya mulai
bertengkar dan saling berteriak. Tapi tak ada seorang
pun yang mendekati putranya karena ia dikenal amat mencintai ayahnya. Putra mahkota berkata, ‘Ayahanda, penjarakanlah aku agar para penghasut
berpikir bahwa pertengkaran kita memang sungguhan. Barangkali saja pada saat
itu mereka akan membuka kedok mereka padaku.’
Lagi-lagi Mahmud ragu, karena ia jelas tak ingin
melihat anaknya dipenjara. Tapi sekali lagi sia anak berkeras dan sang Raja
akhirnya luluh. Setelah beberapa bulan mendekam di penjara, si anak mengirimkan
sepucuk surat rahasia padanya. ‘Ayahanda, tak ada yang percaya kalau
pertengkaran kita sungguhan. Jatuhkanlah hukuman yang mengerikan buatku agar
mereka lebih yakin. Suruh para prajurit Ayah untuk mencambuk dan menghukum mati
diriku. Dengan begini, para pembenci Ayah pasti akan segera membelaku.’ Ketika Raja menerima pesan tersebut ia memekik ngeri. ‘Bagaimana
mungkin kulakukan hal ini?’
Beberapa bulan berlalu, si anak tetap merana di
penjara sementara sang Raja masih ragu untuk menjatuhkan hukuman. Akhirnya si
anak mengirim pesan lagi pada Mahmud, ‘Jika Ayahanda tak segera memerintahkan
agar aku dihukum cmbuk, maka sia-sialah penderitaaanku selama ini. Segera
jatuhkan hukuman. Jangan sampai kelembekan hati Ayah terhadapku malah jadi
penghalang.’
Sekali lagi sang ayah terpaksa menuruti kemauan
anaknya dan menjatuhkan hukuman. Segera saja para pembenci sang Raja bergabung
membela putra mahkota. Setelah bebas, sang putra mahkota mengumumkan
pemberontakan secara terbuka; ia berjanji untuk menggantikan posisi ayahnya.
Rakyat tentu saja mengutuk habis-habisan si anak; tapi
seluruh musuh sang Raja – baik yang terang-terangan maupun yang
sembunyi-sembunyi dengan bersemangat menjilat si anak. Sementara itu, si anak
juga tak putusnya mengirimkan pesan rahasia dan membeberkan segalanya pada sang
Raja. Dengan demikian, sia anak berhasil melindungi ayahnya, sekaligus
merontokkan kekuatan oposisi. Rakyat yang mencintai Mahmud dengan
segera membenci si anak, tanpa sama sekali mengetahui duduk perkara
sebenarnya.”
Iblis berkata lagi, “Jadi, aku
sebenarnya melakukan apa yang Dia perintahkan, dan aku sepenuhnya patuh pada
keinginan Allah. Mau bagaimana lagi? Tak ada ruang yang luput dari kuasa-Nya.
Aku bukanlah tuan bagi keinginanku sendiri; jika kuturuti keinginanku, sudah
pasti akan kujaga kedekatanku dengan-Nya dari melakukan kesalahan konyol
semacam itu, tak peduli berapapun harganya. Istana-Nya penuh dengan para
penjilat yang mencintai-Nya karena takut. Allah telah memberiku kuasa atas
dunia demi menyingkap kuasa-Nya yang agung. Kekuasaanku tentu saja tersamar;
karena semua adalah milik-Nya. Tetapi melalui aku, Dia meninggikan dan
memuliakan diri-Nya. Dengan berperang melawanku, sekalian makhluk-Nya akan
menjadi lebih tangguh dan terbukti keimanannya.
Jangan tuding aku sebagai sumber penderitaan manusia.
Justru manusialah yang merupakan sumber malapetaka bagiku. Karena Adam-lah aku
dikutuk. Karena dosa-dosanya, aku juga dibuang. Sementara tuduhanku kepadanya,
semuanya nyata. Hanya karena tak rela sujud di atas debu untuk memuja anak debu
(Adam), aku dilaknat. Kau tahu, di surga, Kekasihku tega mencelakaiku karena aku
tak sanggup meninggalkan-Nya. Bahkan
para malaikat berkata, ‘Iblis adalah yang pertama kali tunduk kepada Allah,
karena tiada yang lebih mencintai Allah daripada dia.’ Tapi Dia
memerintahkan perpisahan kami agar umat manusia berkesempatan menyelami
keesaan-Nya. Dia umumkan ketidak-patuhanku agar manusia memahami kekuasaan-Nya.
Saat dia memerintahkanku untuk sujud di hadapan Adam, diam-diam Dia berbisik di
dalam dadaku, ‘Pergilah, dan ingatkan mereka tentang Aku!’ Dia sendirilah yang memilihku untuk memberontak; bukan
aku. Kutetapkan hatiku sampai detik ini. Aku diciptakan untuk menyembah-Nya.
Sama sekali tak ada pilihan buatku dalam hal ini. Katakan padaku, di manakah di
antara kekuasaan-Nya yang agung, pilihan itu pernah Dia bebaskan bagiku?”
Iblis pun terus memaparkan
argumen-argumennya tentang keberadaan dan tugasnya yang hakiki, bahwa semua
yang terjadi adalah kehendak Tuhan, dia hanya menjalankan apa yang sudah
diperintahkan-Nya. Iblis menjelaskan tentang keterkutukannya yang berawal dari
kecintaannya kepada Tuhan seakan-akan Iblis tak perduli dengan apa yang menjadi
keterkutukannya, dia menyangkal semua ini adalah perintah Tuhan dengan
berpura-pura memberontakNya. Dia berkata “ Dialah dalang sejati, Kita ini apa ?
tak lebih dari sekedar wayang di atas panggung milikNya”.
Sampai kepada perkataan
Buhairah “ Tuhan menciptakan Adam dalam keagungan-Nya. Dengan meniupkan roh ke
dalam tubuh Adam, Dia mengujimu dengan perintah bersujud kepada Adam, namun kau
menolaknya dan berkata ‘tidak kepada siapapun selain Engkau’. Kau berlagak
patuh dn setia dalam pembangkanganmu. Saat kau melihat Adam, kau tak mampu
melihat Tuhanmu”.
Sambungnya, “ jika memang
mencintai Tuhan sedemikian yang kau katakan, kenpa kau tak bisa mempercayai-Nya
barang sedikit?, kau mengaku mampu memahami kehendak Tuhan yang tersembunyi,
tapi melihat Tuhan melalui makhlukNya saja tidak bisa !. Tuhan tidak memintamu
untuk tunduk kepada Adam semata, tapi melalui Dia berniat menyimbak makna
keesaan Tuhan. Tapi gara-gara kesombonganmu dan kebodohanmu, belum sempat kau
mengerti keesaan-Nya.
Pada akhirnya perbebatan
itu usai dan meninggalkan Iblis, Muhammad Saw menjelaskan kepada Buhairah “
dosa kesombongan tidak serta merta menghalangi Iblis dari hadiratNya.
Masalahnya adalah, Iblis menyalahkan Allah atas kesombongan itu”. Buhairahpun
mengerti mengapa Muhammad Saw mengajaknya bertemu Iblis, yakni untuk menjawab
keraguaannya selama ini atas kebenaran keesaan Tuhan.
Kita mesti berpikir dan merenungkan apa yang
Al-Shawni tuliskan kata demi kata. Kemungkinan kecerdasan cara memaparkan pendapat yang sulit dalam
pandangan masyarakat awam, terasa lebih mudah dan pembaca akan terbuai dengan
alur cerita yang mengagumkan. Bahkan ceritanya membuat para pembaca terus
menemukan hal-hal yang mencengangkan. Namun hal-hal tersebut bila diterima
dengan pemahaman jabariyah, pasti akan segera menemukan hanya
kegilaan yang memang ditawarkan sebagai judul tersebut sekaligus megerikan bagi
dia. Di pihak lain akan terdapat rasa dan pemikiran kagum dapat mengungkapkan
secara rasional apa yang menjadi teka-teki penciptaan Iblis ini
berdasarkan pemahaman qadariyah.
Wallāhu
A’lam bi murādih.
[1] Da’ud bin Tamam bin Ibrahim al-Shawni, juga dikenal sebagai Da’ud bin Ibrahim
al-Shawni atau cukup Shawni saja adalah seorang penulis dan pengarang yang tertarik
pda masalah agama dan literatur filosofis. menurut berbagai sumber ia lahir
antara tahun 1963 dan tahun 1969, identitasnya sendiri tidak jelas,
satu-satunya petunjukada pada Shawni Biografi, yang menjelaskan identitas
sebenarnya. Bila dilihat dari nama depannya mencirikan asalnya dari Arab namun
Shawni juga mencerminkan sebuah kota di utara Mesir. naskah aslinya yang
berbahasa Inggris menunjukkan ia memiliki latar belakang pendidikan di Barat
tetapi seluruh karyanya mencerminkan bahwa ia seorang muslim meskipun kadang
merujuk pada sumber-sumber kristen, yahudi, hindu dan buddha.