Banyak pemikir yang berpendapat bahwa tawa dan senyum adalah salah satu sebab yang paling kuat yang mendorong manusia agar lebih efektif dan produktif. Mereka memberikan nasihat, jika Anda ingin hidup tenang, rileks dan berbahagia, penuhi hidup Anda dengan selera humor, sering tersenyum dan tertawa. Karena hal itu akan menciptakan nuansa kejernihan, kebersihan, menghilangkan kesedihan, rasa bosan, dan kuatir terhadap kehidupan ini.
Jiwa yang selalu tersenyum akan melihat kesulitan-kesulitan dengan tenang, untuk kemudian mengalahkan kesulitan itu. Ia melihat kesulitan itu sambil tersenyum, berikutnya menanganinya dengan tersenyum pula, dan selanjutnya ia mengalahkannya dengan tersenyum pula. Sedangkan, jiwa yang cemberut, ketika melihat kesulitan ia akan membesar-besarkannya, kemudian semangatnya menjadi lemah dan berikutnya ia lari darinya, dan berlindung di kepompongnya sambil mencaci-maki zaman dan tempat. Ia selalu beralasan dengan kata-kata “seandainya”, “jika”, dan “kalau.” Padahal zaman yang ia cela itu tidak lain dari hasil temperamen dan pendidikannya. Ia ingin berhasil dalam kehidupan tanpa ingin membayar harganya. Ia melihat di seluruh jalan ada macan yang mengincarnya. Ia menunggu hingga langit menurunkan hujan emas atau bumi memuntahkan kekayaannya.”
Dalam buku "Who Will Cry When You Die?" Robin Sharma menulis bahwa, “Menurut sebuah penelitian, anak berusia empat tahun tertawa 300 kali sehari, sementara orang dewasa hanya tertawa 15 kali sehari. Dengan semua kewajiban, stress, dan kegiatan yang mengisi hari-hari kita, kita lupa bagaimana tertawa. Tertawa setiap hari dilakukan untuk memperbaiki suasana hati, memunculkan kreativitas, dan memberi kita lebih banyak energi.”
Pemain komedi Steve Martin tertawa selama lima menit di depan kaca setiap pagi agar kreativitasnya mengalir dan memulai harinya dengan semangat yang tinggi. Sedangkan William James, bapak Psikologi Modern berkata, “Kita bukan tertawa karena bahagia. Kita bahagia karena kita tertawa.” Pepatah Cina klasik berkata, “Orang yang tidak tahu bagaimana tersenyum seharusnya tidak membuka toko.”
Ahmad Amin berkata dalam buku "Faidh al-Kathir", “Orang-orang yang tersenyum tidak hanya lebih berbahagia dengan diri mereka saja, namun mereka juga lebih mampu bekerja, lebih mampu menanggung tanggung jawab, lebih kuat dalam menghadapi kesulitan dan menyelesaikan masalah, serta melakukan hal-hal besar yang memberikan manfaat kepada mereka dan orang banyak”
DR. ‘Aidh bin Abdullah al-Qarni berkata, “Seandainya saya diberikan pilihan antara harta yang banyak atau jabatan yang tinggi, dengan jiwa yang tenang dan selalu tersenyum, niscaya saya memilih yang terakhir itu. Karena apa manfaat harta dengan disertai kecemberutan? Apa manfaat jabatan dengan disertai tertekannya jiwa? Apa manfaat seluruh yang ada dalam kehidupan ini jika pemiliknya merasa sempit dan tertekan seakan-akan ia baru saja melayat jenazah orang yang dikasihinya? Apa nikmatnya kecantikan istri jika ia cemberut dan mengubah rumah tangganya menjadi Neraka? Maka, akan lebih baik jika istri Anda tidak secantik dia namun mampu membuat rumah tangga Anda menjadi laksana Surga.”
Rasulullah saw adalah sosok pribadi yang banyak tersenyum di hadapan para sahabatnya. Beliau menjadikan senyum sebagai ibadah sebagaimana sabdanya, “Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah.” Jarir bin Abdullah al-Bujali berkata, “Setiap kali saya menjumpai Nabi saw pasti beliau tersenyum.” Jarir berbangga dengan anugerah ini serta mengumumkan kedermawanan beliau. Dan senyum yang cemerlang hangat dan tulus ini lebih berharga bagi Jarir dibandingkan semua ingatan dan lebih tinggi dibandingkan seluruh harapan.
Diriwayatkan pula bahwa seorang wanita tua pernah mendatangi Nabi saw untuk meminta kepada beliau agar mendoakannya masuk Surga. Beliau lalu bersabda, “Orang tua tidak masuk Surga.” Mendengar perkataan itu, wanita tua itu pun berpaling dan menangis. Tak berapa lama, Nabi saw memanggilnya dan bersabda, “Bukankah engkau pernah mendengar firman Allah dalam surah al-Waa’qiah ayat 35-37 ‘Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya.” Hr. Thabrani.
Ibnul Jauzi berkata, ”Para ulama yang mulia selalu senang dengan humor dan tertawa mendengarnya. Karena ia menyegarkan jiwa, dan menghibur hati setelah lelah berfikir.”
Wahai saudaraku, pandanglah wajah bayi dan anak-anak balita, anak siapa saja, pasti Anda akan menemukan ketenangan di sana. Karena wajah-wajah mereka selalu tersenyum, bukankah Anda tidak akan pernah menemukan wajah bayi yang cemberut? Lalu tataplah wajah Anda sekali-sekali di dalam cermin, dan tersenyumlah. Perhatikan wajah yang ada di dalam cermin itu, menyenangkan bukan? Jika Anda senang melihat wajah itu tersenyum, tentu orang lain juga akan senang memandang wajah tersebut!
Mengapa harus gundah, gelisah, cemas, dan mengutuk diri sendiri kalau sebagai Muslim, Anda telah meridhai Allah sebagai Rabb-mu, Islam sebagai agamamu, dan Muhammad saw sebagai nabimu. Tersenyum dan berbahagialah dengan terus-menerus menjaga keridhaan itu. Karena hanya dengan keridhaan Allah sajalah Anda akan menikmati kebahagiaan dan kenikmatan yang luar biasa, hidup di taman-taman Surga-Nya. Karena dunia hanyalah sebuah ladang bagi amal dan ibadah kita, tidak lebih dan tidak kurang!